Categories
Bisnis

Restrukturisasi Utang Ukraina Ricuh, Kreditur Barat Tekor Rp134 Triliun

JAKARTA – Ukraina baru-baru ini mencapai kesepakatan dengan kreditor mengenai restrukturisasi utang berkat upaya Rothschild & Co, demikian laporan Reuters pada Selasa (9/4), mengutip sumber yang terlibat dalam pembicaraan tersebut. Kyiv telah menunjuk Rothschild sebagai penasihat Kementerian Keuangan sejak 2017.

Kiev mengumumkan pekan lalu bahwa mereka telah mencapai kesepakatan dengan sekelompok investor asing untuk merestrukturisasi utangnya sebesar $20 miliar, atau Rp309 triliun. Para sponsor, termasuk raksasa keuangan AS BlackRock dan Pimco, serta manajer aset Prancis Amundi, menahan utang Ukraina selama dua tahun pada Februari 2022 ketika konflik dengan Rusia berkobar.

Baca Juga: Politisi Israel vs. Penembak Jitu Palestina Bunuh Tentara Zionis Satu Per Satu

Dewan kreditor, yang mewakili 25% kreditor, setuju untuk menerima kerugian sebesar 37% dari nilai nominal utang mereka, atau $8,7 miliar, atau 134 triliun rubel. Dana Moneter Internasional (IMF) telah melaporkan bahwa perjanjian tersebut memenuhi parameter paket dana talangan sebesar $122 miliar untuk Kyiv. Baik IMF maupun kreditor negara tersebut, termasuk Amerika Serikat dan Paris Club, telah mencapai kesepakatan, menurut sebuah pernyataan yang mencantumkan syarat-syarat kesepakatan di Bursa Efek London.

Restrukturisasi utang besar-besaran ini akan membantu Kiev menghemat $11,4 miliar selama tiga tahun ke depan. Hal ini penting bagi upaya perang dan sistem IMF, tulis Reuters, yang menggambarkan restrukturisasi utang tersebut sebagai salah satu yang terbesar dalam sejarah, yang skalanya hanya bisa dilampaui oleh restrukturisasi utang yang dilakukan oleh Argentina dan Yunani.

Namun laporan tersebut mengungkapkan bahwa negosiasi awal antara pemerintah Ukraina dan para kreditor yang dimulai pada Juni 2022 tidak berjalan sesuai rencana. Perundingan tersebut gagal beberapa minggu kemudian ketika sekelompok kreditor utama mengeluh bahwa permintaan penghapusan utang Ukraina lebih baik dari perkiraan 20% dan telah menyebabkan kerugian besar.

Baca Juga: Jilid II Perang Dagang AS vs China Memanas, Siapa Pemenangnya?

Menurut Reuters, pemilik meminta agar Ukraina segera melanjutkan pembayaran kupon, menawarkan cara setinggi mungkin untuk mendapatkan kembali jumlah pokok. Staf IMF dilaporkan bekerja sangat cepat untuk menghitung angka-angka ini.

Kiev menawarkan alternatif dalam bentuk obligasi sederhana yang dikaitkan dengan PDB, dengan pemberi pinjaman juga menawarkan pembayaran kupon instan yang mereka inginkan, mulai dari 1,75% dan akhirnya meningkat menjadi 7,75%. Pemungutan suara proksi terakhir lebih dari 97% mendukung.

Categories
Bisnis

Negara Berkembang Dicekik Utang, Terancam Gagal Bayar Bunga Jatuh Tempo

JAKARTA – Pertemuan Vatikan mengenai krisis utang global pada pekan lalu tak semeriah pertemuan yang dihadiri para selebritis yang dipimpin Paus Yohanes Paulus II 25 tahun lalu, saat ia mengenakan kacamata hitam pemberian Bono, penyanyi U2.

Pesan serupa juga disampaikan Paus Fransiskus kali ini di hadapan para bankir dan ekonom, yaitu bahwa negara-negara termiskin di dunia sedang tertimpa utang yang tidak dapat dikelola dan negara-negara kaya harus berbuat lebih banyak untuk memberikan bantuan.

Negara-negara berkembang sedang berjuang dengan utang publik sebesar 29 triliun USD. Sebanyak 15 negara mengeluarkan lebih banyak uang untuk pembayaran bunga yang telah jatuh tempo dibandingkan anggaran pendidikan, menurut laporan baru dari Konferensi Perdagangan dan Pembangunan PBB. Menurut laporan tersebut, 46 negara menghabiskan lebih banyak uang untuk pembayaran utang dibandingkan untuk layanan kesehatan.

Hutang yang tidak terkendali telah menjadi ciri yang berulang dalam perekonomian global modern, namun gelombang yang terjadi saat ini mungkin merupakan yang terburuk dalam sejarah. Secara keseluruhan, utang publik di seluruh dunia empat kali lebih tinggi dibandingkan angka 2.000.

Pengeluaran pemerintah yang berlebihan atau salah urus merupakan salah satu penyebabnya, namun kejadian global di luar kendali sebagian besar negara telah memperburuk masalah utang mereka lebih jauh lagi. Pandemi Covid-19 mengurangi keuntungan bisnis dan pendapatan karyawan di saat yang bersamaan dengan meningkatnya biaya perawatan kesehatan dan dukungan.

Perang juga berkontribusi pada kenaikan harga energi dan pangan. Bank-bank sentral telah menaikkan suku bunga untuk melawan kenaikan inflasi, yang menyebabkan perlambatan pertumbuhan global.

Paus juga menghubungkan seruan mereka dengan apa yang mereka sebut sebagai tahun Yobel atau tahun suci, sebuah perayaan yang berakar pada Alkitab dan dikaitkan dengan saat ketika para budak dibebaskan dan hutang diampuni.

Sebuah koalisi yang tidak biasa yang terdiri dari para pemimpin agama, musisi, akademisi, kaum konservatif evangelis, aktivis liberal dan politisi bergabung dalam kampanye Jubilee 2000. Lebih dari 21 juta orang telah menandatangani petisi yang mendukung pengampunan hutang. Kampanye ini pada akhirnya menghasilkan upaya global besar-besaran yang memobilisasi lebih dari $100 miliar dari 35 negara miskin.

Paus Fransiskus menghidupkan kembali gagasan yubileum pada tahun 2025. Ditunjuk sebagai kardinal di Argentina pada tahun 2001 pada puncak keruntuhan keuangan negara, Paus Fransiskus melihat kesengsaraan dan kerusuhan hebat yang timbul akibat krisis utang.

Dia menyerukan transformasi sistem keuangan global serta pengampunan utang. “Mari kita memikirkan arsitektur keuangan internasional baru yang berani dan kreatif,” ujarnya pekan lalu seperti dilansir New York Times, Minggu (16/6/2024).

Categories
Bisnis

Ekonom: Utang Indonesia Masih Terkendali

bachkim24h.com, JAKARTA – Pengamat ekonomi Ryan Kiryanto menilai utang luar negeri (ULN) Indonesia dinilai masih aman untuk saat ini. Pasalnya, ULN Indonesia masih di bawah 60 persen dari total produk domestik bruto (PDB). Hal ini juga sebagai reaksi terhadap pemberitaan negatif mengenai Presiden baru terpilih, Prabowo Subianto, yang dikabarkan telah menaikkan rasio utang luar negeri menjadi 50 persen terhadap PDB. 

“Posisi Indonesia saat ini persentase total utang luar negeri terhadap PDB berkisar 39 persen. Artinya, sejauh ini ULN Indonesia relatif aman atau terkendali, kata Ryan saat dihubungi Republik, Rabu (19/6/2024).

Bank Indonesia (BI) diketahui mencatat hingga April 2024, utang luar negeri Indonesia mencapai USD 398,3 miliar. Angka tersebut turun dibandingkan utang luar negeri Maret 2024 sebesar $404,8 miliar. Sementara itu, Ryan mengatakan total PDB Indonesia hingga saat ini sebesar Rp22.000 triliun. 

Indikator lain yang menilai amannya posisi ULN Indonesia adalah penggunaan atau pemanfaatan utang tersebut. Ryan menjelaskan, selama utang tersebut digunakan untuk kegiatan produktif, hal tersebut tidak menjadi masalah.

Data BI menunjukkan penggunaan utang luar negeri masih ditujukan untuk mendukung pembiayaan sektor prioritas. Sektor-sektor ini termasuk sektor kegiatan kesehatan dan sosial (20,9 persen dari total utang luar negeri pemerintah), negara, pertahanan dan jaminan sosial wajib (18,6 persen), jasa pendidikan (16,8 persen), konstruksi dan konstruksi (13,6 persen), namun juga jasa keuangan dan asuransi (9,6 persen).

Misalnya membangun infrastruktur dasar seperti membangun Telkom, infrastruktur fisik, jalan tol, membangun bendungan, membangun jembatan, produktif karena memperlancar arus barang dan manusia, kata Ryan.

Faktor lain yang membuat utang luar negeri Indonesia berada pada posisi aman atau terkendali adalah tingginya kepercayaan investor. Menurut Ryan, selama ini Indonesia sudah mampu membangun disiplin keuangan yang kredibel, sehingga lembaga asing atau pemberi pinjaman asing yakin akan memberikan utang kepada Indonesia. Selain itu, Indonesia memiliki rating triple B dan masuk dalam investment grade.

“Sejak krisis mata uang tahun 1997 atau 1998 hingga saat ini, Indonesia dikenal sebagai negara yang disiplin dalam memenuhi kewajiban, pembayaran pokok dan bunganya,” ujarnya.

Ryan menegaskan, besaran atau pertumbuhan utang tidak menjadi perhatian selama dapat dikelola sebaik-baiknya sesuai kebutuhan Indonesia.

“Kesimpulannya adalah pengelolaan utang. Utangnya tidak boleh melebihi 60 persen dari total PDB. Lalu sebagian penggunaan utang justru produktif. Apalagi juga bersifat jangka panjang,” tegasnya.

“Kemudian yang juga penting adalah utang kreditor asing tidak mengganggu kedaulatan perekonomian Indonesia, artinya Indonesia tidak bisa didikte oleh kreditor. “Ini penting untuk diketahui untuk meluruskan pandangan yang membingungkan di luar,” lanjutnya.

Kemudian Ryan juga menyinggung kabar Presiden terpilih Prabowo Subianto akan meningkatkan rasio utang luar negeri terhadap PDB hingga hampir 50 persen. Namun hal tersebut ditolak oleh anggota Tim Keuangan Tim Sinkronisasi Presiden dan Wakil Presiden baru terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka Thomas Djiwandono.

Jadi, apapun masalahnya (laporan Prabowo menaikkan rasio utang luar negeri) hingga 50 persen PDB, yang jelas utang tidak menjadi masalah sepanjang batasannya tidak boleh melebihi 60 persen PDB dan digunakan secara produktif, kata dia. . dia menekankan.