bachkim24h.com, Jakarta – Kasus pemerkosaan gadis 17 tahun di Pantai Pancer, Pulau Merah, Banyuwangi, Jawa Timur dijelaskan oleh Asisten Khusus Perlindungan Anak Departemen Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA ). ) Noar. Ia menegaskan, penyelesaian kasus kekerasan seksual tidak bisa dilakukan di luar sistem peradilan.
Kasus pidana kekerasan seksual tidak dapat diselesaikan di luar proses peradilan, termasuk penggunaan cara-cara tertentu yang digunakan tersangka untuk mencegah berkembangnya kasus tersebut, kata Nahar dikutip Antara, Sabtu, 4 Mei 2024.
Pelaku dalam kasus ini adalah dua orang warga Kota Pancer berinisial EK (21) dan DPP (20). Keluarga tersangka dikabarkan telah mendesak keluarga korban untuk menyelesaikan kasus ini secara damai dan siap melapor ke polisi dengan janji pelaku akan menikah dengan korban.
“Kami ingatkan untuk tidak melakukan upaya tersebut,” ujarnya. Perkawinan anak dan perkawinan anak dengan pelaku kekerasan seksual termasuk dalam kategori TPKS yaitu perkawinan paksa dan dapat dipidana berdasarkan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Pelecehan Seksual. .”
Gadis ini menjadi korban pemerkosaan pada Jumat, 26 April 2024. Peristiwa itu terjadi saat korban sedang berjalan-jalan bersama tiga temannya di tepi pantai.
Awalnya pelaku meminta uang kepada korban dan teman korban. Para pelaku kemudian diberi uang sebesar Rp 100.000, namun bukannya pergi, mereka justru melakukan pelecehan seksual terhadap korban sementara teman-teman korban lari mencari pertolongan.
Pelaku ditangkap di Polsek Pesanggaran, Banyuwangi. KemenPPPA memastikan gadis korban pemerkosaan di Banyuwangi, Jawa Timur mendapat pertolongan dan pemulihan.
“P3A (Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) dan P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak) di Banyuwangi telah dan akan terus membantu kasus ini,” kata Nahar kepada Antara.
Ia mengatakan, pihaknya bekerja sama dengan Pemprov Jatim dan Pemkab Banyuwangi untuk menangani kasus ini. “Kasus ini terus kami pantau dan pada 6 Mei 2024), tim kami akan memantau operasionalnya di Banyuwangi,” ujarnya.
Sayangnya, kasus pelecehan seksual di kawasan wisata bukan kali ini saja terjadi. Tahun lalu, seorang pengunjung Kawah Ratu di Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Jawa Barat, angkat bicara tentang dugaan pelecehan seksual.
Dalam akun Instagramnya, Irene menceritakan seseorang yang diduga pejabat di sebuah pusat wisata memotret wajahnya saat berkunjung pada 22 Januari 2023. “Sampai hari ini (24 Januari 2023, belum ada permintaan maaf resmi) ). Oleh agresor,” ujarnya kepada Lifestyle bachkim24h.com melalui DM Instagram pada 24 Januari 2023.
Irene melanjutkan: “Manajer resor (manajer resor) meminta maaf kepada kami saat pertemuan setelah kejadian tersebut. Namun, tidak ada kabar dari manajer resor setelah itu.
Korban menyatakan: “Yang seharusnya meminta maaf, bukan kares. TNGHS (Taman Nasional Gunung Halimun Salak) turun tangan kepada korban dan meminta maaf. Namun harapan korban adalah orang itu sendiri yang meminta maaf dan dipecat”.
“Jika tidak ada permintaan maaf secara khusus kepada korban, maka dikatakan kasus tersebut tidak damai dengan korban,” ujarnya, “yang perlu izin di sini adalah korban, yaitu korban yang melapor. kekerasan dan trauma”.
Pihak Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) juga mengeluarkan keterangan terkait kasus pelecehan seksual tersebut di akun Instagram miliknya, pada 24 Januari 2023, dari kubu Pasir Reungit,” tulisnya.
TNGHS memastikan, tindakan pelecehan seksual tersebut dilakukan oleh “masyarakat setempat dibantu oleh pemegang Izin Usaha Penyediaan Jasa Wisata Alam di kawasan tersebut atas nama Koperasi Satria Rimba Athalla”. “Dalam pengelolaan usahanya, korporasi ini meminta bantuan dari berbagai kalangan masyarakat,” tambah mereka.
“Tindakan memalukan yang dilakukan penyerang membuat marah korban dan teman-temannya, dan mereka diduga memukulinya serta merusak sepeda motor penyerang,” lanjut direktur taman nasional.
Lanjutnya, pasca kejadian tersebut, Sukiman selaku Kepala PTNW Resor Gunung Salak II melakukan wawancara antara pelaku dan korban di Kamp Sukamantri pada hari kejadian yaitu Minggu 22 Januari 2023 pukul 15.00 WIB.
Mereka mengatakan, saat wawancara, foto korban telah dihapus. Hasil dari media, antara lain, bisa menyelesaikan kejadian ini dengan damai dan tenteram. Kemudian hapus semua dokumen dari acara itu.
Ketiga, menghentikan kegiatan membantu agresor sebagai pekerja yang dibantu operator tur dan terakhir menghentikan penyebaran atau publikasi foto-foto korban, ujarnya.