Categories
Teknologi

ATVI-IMDE dan Google Siap Berkolaborasi Dorong Pendidikan Digital di Indonesia

bachkim24h.com, Jakarta – Akademi Televisi Indonesia (ATVI) yang akan bertransformasi menjadi MTech Digital Media Institute (IMDE) menunjukkan komitmennya dalam mengadopsi teknologi digital dalam proses pembelajaran.

Hal ini dibenarkan oleh pimpinan ATVI-IMDE yang mengunjungi kantor Google Indonesia untuk mempelajari berbagai layanan Google dan pemanfaatan pendidikan di Indonesia, khususnya pendidikan tinggi.

Direktur ATVI, Totok A. Soefijanto mengatakan kampus ATVI-IMDE sangat menekankan pada penggunaan dan penerapan berbagai perangkat teknologi digital.

“Tidak mungkin kami bekerjasama dengan Google dalam penggunaan berbagai produk dan aplikasi teknologi pembelajaran dari Google dan layanan lainnya,” kata Totok dalam keterangan resminya, Kamis (15/8/2024).

“Tujuannya agar dosen dan mahasiswa dapat menyerap ilmu pengetahuan dan teknologi dengan mudah dengan bantuan alat dan aplikasi digital,” ujarnya.

Sementara itu, Ganis Samoedra, Partner Strategy Manager Chrome OS Indonesia, menjelaskan penggunaan Google Workplace dan Chromebook merupakan sinergi yang jarang terjadi dalam proses pembelajaran dan digunakan oleh banyak institusi di pendidikan dasar, menengah, dan tinggi. Indonesia.

“Google telah mendistribusikan 1,5 juta laptop Chromebook ke sekolah-sekolah dan universitas negeri di seluruh Indonesia. Google tidak memiliki referensi universitas,” ujarnya.

Seperti diketahui Chromebook merupakan salah satu perangkat komputer/laptop yang biasanya menyerupai laptop. Yang membedakan hanyalah sistem operasi yang digunakan yaitu Chrome OS.

Chromebook dilengkapi dengan Chrome Device Management (CDM), software yang berfungsi untuk mendaftarkan (mendaftarkan) Chromebook ke domain learn.id. Pendaftaran oleh penyedia layanan dengan syarat tertentu.

 

Sementara itu, Google Edu Cloud Indonesia Sugianto Yonnathan mengatakan penggunaan AI di bidang pendidikan, termasuk kajian teknis dan proses kreatif teknologi, sudah meluas.

“Misalnya AI sudah dimanfaatkan untuk menemukan ide orisinal suatu lukisan, ide kurator dalam desain analisis lukisan, dan kurikulum jurusan seni bisa menggunakan AI,” ujarnya.

Totok juga mengamini bahwa AI sangat penting dan perlu digunakan dalam proses pembelajaran di perguruan tinggi.

Sebab, AI tidak mematikan kreativitas, malah mendorong lahirnya teknologi baru dan berbeda, tutupnya.  

Direktur Program Pemasaran Google Education, Tiffany Santosa, menjelaskan apa yang telah dilakukan Google Workspace untuk membantu dunia pendidikan di Indonesia dan seluruh dunia.

Ia mengatakan Google Workspace for Education adalah layanan yang dirancang untuk membantu sekolah dan siswa lokal berkolaborasi, memfasilitasi pengajaran, dan mengamankan proses pembelajaran.

Platform tersebut menawarkan banyak cara untuk memenuhi kebutuhan dunia pendidikan, terutama untuk membantu proses belajar mengajar, seperti Classroom, Google Meet, Google Docs, Google Forms, dan Google Chat.

“Google Workspace for Education Standard Edition serupa dengan infrastruktur pendidikan, namun dengan fitur keamanan tingkat lanjut dan pengelolaan yang ditingkatkan,” kata Tiffany.

Sementara itu, Google Workspace for Education Plus mencakup semua fitur Pendidikan standar dengan tambahan fitur belajar mengajar serta peningkatan pada layanan tertentu seperti pelacakan kehadiran di Google Meetings.

Categories
Edukasi

Diskusi BEM UNJ: Kemajuan Teknologi Digital RRC Hadirkan Peluang Sekaligus Ancaman

JAKARTA – Negara-negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia, harus menyikapi perkembangan teknologi informasi di Republik Rakyat Tiongkok (RRT) secara bijak. Meskipun hal ini dapat membuka peluang untuk meningkatkan kemampuan digital, Tiongkok juga menimbulkan ancaman siber terhadap negara lain, termasuk negara tetangga Tiongkok di kawasan Asia Tenggara.

Temuan di atas terangkum dalam diskusi bertajuk “China dan Keamanan Siber di Asia Tenggara: Peluang dan Tantangan bagi Indonesia” yang diadakan bersama oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta (BEM FIS UNJ). bersama Forum Studi Tionghoa Indonesia (FSI) di Jakarta, Senin (22 April 2024)

Diskusi yang dimoderatori oleh Presiden BEM FIS UNJ Ibra Fabian Dwinata ini menghadirkan Ali Abdullah Wibisono, Ph.D., Guru Besar Hubungan Internasional Universitas Indonesia (UI) dan Presiden FSI yang juga merupakan Guru Besar Magister Ilmu Komunikasi. Program di Universitas Pelita Harapan (UPH), Dr. Johannes Erlihanto.

Dalam pemaparannya, Ali Abdullah Wibisono menjelaskan bahwa Tiongkok saat ini semakin bergantung pada kekuatan digitalnya. “China melakukan operasi siber untuk meretas negara-negara Barat,” demikian pernyataan resmi, Selasa (23 April 2024).

Namun, Wibisono juga menjelaskan mengapa Tiongkok meyakini perlunya melakukan perang siber seperti itu. “Tiongkok meningkatkan kekuatan digitalnya sebagai respons terhadap penetrasi negara-negara Barat terhadap sistem Tiongkok. “Informasi yang dibocorkan Edward Snowden pada tahun 2013 menimbulkan rasa ancaman di dalam pemerintahan Tiongkok mengenai kemungkinan ancaman dari Amerika Serikat,” ujarnya.

Meskipun target dunia maya Tiongkok sebagian besar adalah negara-negara Barat, Wibisono mengakui bahwa negara tirai bambu juga pernah melakukan intrusi dunia maya terhadap negara-negara anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) di masa lalu, terutama ketika para pejabat dari negara-negara tersebut merayakan pertemuan di Selatan. Laut Cina (LCS).

Meski demikian, China diyakini akan menghormati aturan main yang ditetapkan otoritas negara tetangga, termasuk Indonesia. “China boleh saja mencoba melakukan penetrasi ke Indonesia, namun jika otoritas kami menyatakan keberatannya secara langsung, kemungkinan besar China akan menghormatinya dan berhenti melakukan upaya tersebut,” ujarnya.

Oleh karena itu, ia meminta otoritas terkait mengambil sikap tegas terhadap segala ancaman dunia maya, baik dari Tiongkok maupun negara lain.

“Indonesia tidak bisa mengandalkan norma siber global yang tidak secara tegas melarang serangan siber yang dilakukan suatu negara terhadap negara lain. Pencegahan dan pemulihan serangan siber adalah tanggung jawab setiap negara,” tegas Ali.