Categories
Kesehatan

Estimasi Beban Kasus Tuberkulosis Baru di Indonesia Meningkat Jadi 1 Juta Lebih per Tahun

bachkim24h.com, Jakarta Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) mengungkap status terkini tuberkulosis yakni tuberkulosis di Indonesia.

Berdasarkan Global TB Report 2023, perkiraan beban kasus baru TBC di Indonesia meningkat dari semula 969.000 kasus menjadi 1.060.000 kasus atau 385 kasus per 100.000 orang (10 persen). Angka kematiannya 134.000 atau 49 per 100.000.

Hal ini merupakan salah satu dampak dari penurunan jumlah kasus TBC pada tahun 2020 dan 2021 akibat penyebaran COVID-19 yang menyebabkan penyebaran TBC pada orang-orang di sekitar penderita TBC yang tidak diobati, demikian bunyi laporan tersebut. Pernyataan Kepala Departemen Komunikasi dan Pelayanan Publik (Kemenkes) Aji Muhavarman dikutip Rabu (6/11/2024).

Pernyataan Aji juga menjelaskan bahwa keberhasilan notifikasi TBC dapat meningkat pada tahun 2021, 2022, dan 2023.

Berdasarkan informasi Sistem Informasi Melawan Tuberkulosis (SITB), pada tahun 2021 terdapat 443.235 kasus tuberkulosis, 724.309 kasus pada tahun 2022, dan 821.200 kasus pada tahun 2023.

Hingga 29 Oktober 2024, keberhasilan skrining TBC secara nasional mencapai 692.420 (63 persen dari target 90 persen).

Diagnosis TB rentan (SO) berjumlah 681.185 (98 persen) dan TB resisten (RO) sebanyak 11.235 (2 persen).

Aji mengatakan masih ada kesenjangan antara pasien TBC SO dan RO yang dirawat. Dengan demikian, kasus TBC yang diobati sebanyak 86 persen (target 100 persen) dan kasus TBC RO yang diobati hanya 65 persen (target 90 persen).

Tingkat keberhasilan pengobatan TB SO sebesar 81 persen (target 90 persen), sedangkan TB RO hanya 56 persen (target 80 persen).

Saya berharap semua kasus TBC yang terdiagnosis dan dilaporkan dapat memulai pengobatan sesegera mungkin dan melanjutkan pengobatan hingga selesai, kata Aji dalam keterangannya.

Upaya preventif tetap digalakkan dengan memberikan pengobatan anti tuberkulosis (TPT) untuk mengendalikan TBC.

TPT adalah penggunaan obat-obatan untuk mencegah TBC pada orang yang berisiko tinggi tertular TBC, seperti kontak erat dengan penderita TBC dan pengidap HIV/AIDS.

Per Oktober 2024, tingkat keberhasilan penyampaian Ikatan Keluarga TPT adalah 12,4%. Capaian tersebut meningkat hampir enam kali lipat dibandingkan tahun 2023.

Strategi TBC pemerintah: vaksinasi BCG untuk bayi. Pemberian pengobatan pencegahan TBC (TPT). Penerapan Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Pengembangan vaksin melawan tuberkulosis.  Diagnosis tuberkulosis. Pengendalian tuberkulosis untuk pengumpulan, pengolahan, analisis dan penyebaran data tentang tuberkulosis. Data TBC yang akurat sangat penting untuk perencanaan, pemantauan, dan evaluasi program pengendalian TBC. Meningkatkan kapasitas pusat pelayanan medis terhadap tuberkulosis. Pemerintah Indonesia terus meningkatkan kapasitas pusat layanan kesehatan TBC dalam hal peralatan pengujian, logistik OAT/non-OAT, sumber daya manusia, sistem informasi dan pencatatan pelaporan. Penyelenggaraan upaya penemuan kasus diagnostik baik di puskesmas maupun puskesmas non pemerintah (rumah sakit swasta, klinik, TPMD). Akses proaktif ke wilayah berisiko TBC, seperti Lapas/Lapas, Pondok Pesantren, shelter, perusahaan buruh, dan lain-lain. Mendorong keberhasilan tes kontak terhadap seluruh pasien TBC yang melakukan kontak erat dengan dinas kesehatan, fasilitas kesehatan, dan masyarakat, serta seluruh kontak keluarga. Memperkuat komitmen Pemerintah Pusat dan Negara di provinsi, kabupaten/kota, dan desa dengan mengadakan pertemuan rutin dengan Kementerian Dalam Negeri dan para bupati seluruh provinsi dan kabupaten/kota dalam rangka memantau kemajuan pengendalian TBC di setiap daerah. . Mendorong tindakan dan pengobatan sampai sembuh (TOSS TBC). Upaya ini melibatkan berbagai pihak, antara lain tenaga kesehatan, tenaga kesehatan, masyarakat, PMO, dan keluarga pasien TBC. Meningkatkan peran berbagai sektor, termasuk pemerintah, dunia usaha, organisasi masyarakat dan badan amal, dalam memberikan perawatan dan dukungan keuangan kepada pasien TBC. Menyebarkan komunikasi dan pendidikan yang relevan dan mudah diakses tentang TBC sambil bekerja sama dengan mitra dan masyarakat untuk mengakhiri stigma TBC di masyarakat. Peningkatan kapasitas staf/PMO yang menangani pasien TBC. Dukungan psikososial komunitas terhadap pasien TBC oleh komunitas dan organisasi penyintas TBC.

Categories
Kesehatan

Kiamat TB di Indonesia: Kasus Tembus 1 Juta, Bagaimana Nasib Anak-anak Kita?

bachkim24h.com, Jakarta – Indonesia termasuk di antara delapan negara yang menyumbang dua pertiga kasus tuberkulosis (TB) di dunia. Hasil pemeriksaan tertulis tahun 2023 menunjukkan prevalensi TBC paru berdasarkan kelompok umur di bawah satu tahun sebesar 0,08 persen, usia 1-4 tahun 0,42 persen, dan kelompok 5-12 tahun 0,18 persen.

Hal tersebut diungkapkan Deputi Bidang Kemakmuran dan Pemberdayaan Keluarga (KSPK) Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Nopian Andusti.

Data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyebutkan kasus TBC di Indonesia mencapai 1 juta, tepatnya 1.060.000 kasus.

“Angka ini merupakan angka tertinggi sepanjang masa,” kata Nopian dalam acara Kelas Kakek-Nenek (Orang Tua) 9 Seri 2024 dengan topik “Kenali dan Cegah Tuberkulosis (TB) pada Anak” dini secara hybrid pada Kamis (26/09/2021). 2024).

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2022, india akan menjadi negara dengan jumlah kasus TBC tertinggi kedua di dunia setelah India. Jumlah kasus TBC di Indonesia adalah 354 per 100.000 penduduk. Pada tahun 2023, sekitar 809.000 kasus TBC akan terdiagnosis.

Sementara itu, dokter spesialis kebidanan dan kandungan Hasto Wardoyo mengatakan, peningkatan kasus TBC pada tahun 2022 pasca pandemi sangat pesat.

Jumlah kasus TBC belum pernah setinggi tahun 2022, hal ini menunjukkan bahwa vaksin BCG dapat mengalami gangguan serius pada masa pandemi, kata Hasto mengutip keterangan pers, Jumat (27/9/2024).

“TB pada anak sangat buruk karena akan mengganggu tumbuh kembang sekaligus mengganggu tumbuh kembang otak, otomatis membuat SDM kita menjadi lebih baik, bodoh dan sebagainya,” kata Hasto.

Apalagi, lanjut Hasto, kini terdapat TBC yang resistan terhadap obat. Oleh karena itu, para ibu harus berhati-hati dan melakukan vaksinasi lengkap.

“Setelah mereka lahir, anak-anak diberikan vaksinasi untuk mencegah TBC. TBC meningkat, TBC pada anak-anak meningkat, dan kemudian ada TBC jenis baru dalam artian resistan terhadap obat.” resisten terhadap obat. , nanti kalau diberi obat apa pun, mentalnya tidak akan berfungsi,” jelas Hasto.

Selain memperbanyak vaksinasi, yang tidak kalah pentingnya adalah menjaga kesehatan lingkungan. Pasalnya, TBC juga disebabkan oleh rumah yang kotor.

“Jadi rumah yang kotor tidak mempunyai ventilasi yang cukup dan mungkin lembab, sehingga cepat tertular (TB). “Jika satu orang terkena TBC, bisa menular ke orang lain juga,” jelas Hasto.

Anak-anak, terutama yang berusia di bawah lima tahun, merupakan kelompok rentan terhadap penyakit TBC.

Kementerian Kesehatan mencatat terdapat 100.726 anak di Indonesia yang akan tertular TBC pada tahun 2022. Jumlah tersebut merupakan anak usia 0-14 tahun. Rinciannya, 57.024 anak usia 0-4 tahun terkena TBC.

Menurut dokter spesialis anak konsultan saluran pernafasan dan paru-paru (pernafasan) dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Muhammad Fahrul Udin, TBC merupakan penyakit serius yang disebabkan oleh bakteri yang dapat menular melalui udara. Selain menyerang paru-paru, ternyata TBC juga bisa menyerang kulit, mata, dan organ tubuh lainnya.

“Anak-anak sangat rentan karena daya tahan tubuhnya belum berkembang sempurna, inilah pentingnya pengetahuan bagi orang tua agar lebih mewaspadai gejala dan cara pencegahan terkait TBC,” kata Fahrul.

Fahrul mengatakan TBC bisa menular melalui udara, terutama saat orang yang tertular batuk atau bersin. Setiap orang yang bersin menyebarkan 1000 kuman.

Anak-anak lebih mungkin tertular TBC jika ada anggota keluarga yang mengidap TBC aktif. Ventilasi yang buruk di rumah juga meningkatkan risiko penularan karena kuman bersirkulasi di dalam rumah.

“Lebih baik rumahmu terkena sinar matahari, karena kuman bisa mati di bawah sinar matahari.”

Gejala TBC pada anak yang perlu diwaspadai orang tua adalah: Batuk kronis, yaitu batuk yang tidak pernah berhenti, datang dan pergi, lebih dari dua minggu; demam selama lebih dari dua minggu; penurunan berat badan; anak berkeringat di malam hari meskipun ruangan dingin dan tidak ada aktivitas fisik; anak kurang aktif dan lemah; ada pembengkakan kelenjar getah bening.

Categories
Kesehatan

16 Orang Meninggal Tiap Jam Gegara Tuberkulosis, Guru Besar FKUI Erlina Burhan: Tragedi di Depan Mata yang Tak Disadari

bachkim24h.com, Jakarta Indonesia menjadi negara kedua dengan jumlah kasus tuberkulosis atau tuberkulosis (TB) tertinggi.

Hal itu disampaikan Dokter Paru Erlina Burhan saat seremonial pengukuhannya sebagai guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), pada Sabtu, 17 Februari 2024.

“Ada tragedi di depan mata kita yang tidak kita sadari. 1.060.000 kasus per tahun (TB). “140.700 kematian, kalau kita bagi, setiap jamnya 16 orang meninggal karena TBC,” kata Erlina saat ditemui di FKUI, Jakarta Pusat.

Ia mengatakan Indonesia sedang mengejar tujuan eliminasi TBC pada tahun 2030 dengan mengakhiri epidemi TBC saat ini. Dengan demikian, visi untuk mencapai kurang dari satu kasus per juta penduduk dapat terwujud pada tahun 2050. 

“Tahun 2050 jumlah penduduk Indonesia diprediksi 320 juta jiwa. Kalau di tahun 2050 ada 320 juta jiwa, maka hanya sekitar 320 penderita TBC yang bisa hidup di Indonesia, karena itulah tujuan eliminasi.”

“Itu pekerjaan rumah semua pihak,” lanjut Erlina. Kolaborasi dan kerja sama diperlukan karena tidak hanya menjadi masalah bagi masyarakat di bidang kesehatan, namun TBC juga banyak menimbulkan masalah non kesehatan.

“Mulai hari ini harus terstruktur dan masif (pengobatan tuberkulosis) karena di Indonesia masing-masing pihak berusaha bekerja secara mandiri. Ada yang bekerja pada diagnosis, ada yang pada pengobatan, tidak sistematis. Oleh karena itu, semua harus terkoordinasi secara harmonis dan fokus.”

Erlina menilai COVID-19 akan lebih menarik perhatian dibandingkan tuberkulosis. Pengobatan TBC juga dianggap tidak sebesar Covid. Sebab, mereka yang terjangkit Covid bisa saja meninggal lebih cepat.

“Covid cepat mati, tiga hari lalu dinyatakan positif, dua hari kemudian meninggal sehingga masyarakat kaget. Kalau TBC, masyarakat kaget hanya saat batuk darah. paru-paru, tapi kalau hanya peradangan, batuknya muncul lalu hilang.”

Selain itu, berbagai gejala TBC seringkali dianggap normal di masyarakat. Misalnya demam tapi bisa hilang dengan sendirinya, tidak nafsu makan, berat badan turun.

“Tapi diasumsikan mereka tidak nafsu makan karena lelah, diduga penurunan berat badan karena efek makanan, sehingga banyak yang menyangkal, masyarakat tidak memahami bahwa itu gejala TBC. “

“Batuk di Indonesia dianggap biasa, padahal orang normal tidak batuk. Kalau batuk pasti ada sesuatu, radang, berdahak, atau tersedak. Oleh karena itu, harus kita informasikan bahwa batuk itu tidak normal, jadi harus dicari (penyebabnya). ) dengan memeriksa diri kita sendiri.”

Sayangnya, sebagian orang enggan melakukan tes karena takut terdiagnosis TBC.

“Pengalaman saya, ada masyarakat yang takut untuk dites karena takut mengetahui dirinya mengidap TBC. Ada juga orang penting saat kita diagnosa, kalau di rontgen sepertinya tumornya kanker, tapi mereka bilang ‘alhamdulillah bukan TBC’ karena tidak paham. Meskipun tuberkulosis bisa disembuhkan, kanker tidak bisa.

Erlina menegaskan, semua pihak harus sadar bahwa Indonesia merupakan negara dengan jumlah kasus tuberkulosis tertinggi kedua di dunia.

“Meski kuman tuberkulosis dibunuh oleh sinar matahari, kita punya banyak sinar matahari, tapi kita punya banyak pasien tuberkulosis. Saya bilang ini tragedi di depan mata saya. Di luar Nurul (penyebabnya), saya tidak habis pikir. dia.”

Erlina menjelaskan mengapa pengobatan tuberkulosis itu penting. Salah satunya adalah TBC dapat menyebar ke berbagai organ dan menyebabkan kecacatan.

“Kuman tuberkulosis bisa menyerang seluruh organ tubuh, apakah akan menimbulkan akibat tergantung dari berapa lama kuman tersebut berada di sana, seberapa besar kerusakan yang terjadi, serta seberapa parah penyakitnya,” kata Erlina.

Kalau ada kumannya bisa sembuh total. Jika ditangani sejak dini, organ yang terkena dapat kembali normal.

Begitu juga dengan tulang, kalau masih segar bisa sembuh lagi, tapi kalau kerusakannya (akibat kuman tuberkulosis) parah, ada yang patah tulang dan perlu operasi pen.

“Ada orang yang tidak bisa berjalan karena meningitis TBC (basil TBC menyerang otak). Bukan hanya gangguan kognitif, tapi juga ketidakmampuan berjalan. Anak muda tidak bisa jalan karena TBC otak, TBC meningitis. Saya punya pasien yang menggunakan kursi roda bahkan matanya hanya bisa melihat ke satu sisi, jelas Erlina.

TBC yang tidak diobati dapat menjadi lebih parah dan meninggalkan gejala sisa seperti kecacatan yang tidak dapat disembuhkan.

“Kalau sudah parah dan terlambat pengobatan, masih ada gejala sisa. Ada yang cacat, apalagi cacat, bahkan ada yang meninggal. Tapi sebagian besar bisa sembuh, kalau ditangani secepatnya bisa sembuh total,” ujarnya. menyimpulkan.

Categories
Kesehatan

Indonesia Lakukan 3 Uji Vaksin TBC, Langkah Maju Menuju Indonesia Bebas TBC

bachkim24h.com, JAKARTA — Indonesia mengambil langkah penting dengan melakukan tiga kali uji coba vaksin anti tuberkulosis. Langkah ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam mencari solusi inovatif untuk memerangi penyakit menular yang telah lama menjangkiti masyarakat.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan Indonesia telah melakukan tiga kali uji coba vaksin TBC sebagai bagian dari upaya pemberantasan TBC di Tanah Air. Budi mengatakan, mencapai tujuan bersama untuk memberantas TBC pada tahun 2030 memerlukan lebih dari sekedar diskusi dan konferensi, namun tindakan yang berani dan agresif, terutama dalam pengembangan vaksin TBC.

“Kita akan mendengar kabar terkini mengenai 15 uji klinis vaksin TBC yang saat ini sedang berlangsung di seluruh dunia,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis (26/09/2024).

Ia menjelaskan, selama 200 tahun terakhir, tuberkulosis telah membunuh lebih dari satu miliar orang. Bahkan saat ini, katanya, penyakit ini telah membunuh lebih dari 4.000 orang setiap hari, atau satu nyawa setiap 20 detik.

Oleh karena itu, Indonesia akan berperan lebih aktif dalam upaya global untuk mengatasi tantangan dan memerangi tuberkulosis, ujarnya. Ia menambahkan bahwa meskipun Indonesia memiliki jumlah kasus TBC tertinggi kedua, Indonesia tidak disertakan dalam uji coba vaksin TBC multi-pusat karena adanya pembatasan hukum.

“Namun, kami telah bekerja keras untuk mengatasi masalah yang sudah berlangsung lama ini dengan menghilangkan hambatan untuk memungkinkan kolaborasi yang lebih besar dalam penelitian klinis,” kata Menteri Kesehatan Budi.

Sedangkan tiga uji coba vaksin TBC yang melibatkan Indonesia oleh Bill & Melinda Gates Foundation dan GlaxoSmithKline adalah M72/AS01E. Ia mengumumkan bahwa Indonesia akan mulai melakukan vaksinasi pasien untuk uji klinis fase 3 pada 20 September 2024, menyusul peluncuran sebelumnya di Afrika Selatan dan Kenya.

Kemudian BNT164a1 dari BioNTech dan Biofarma. Ia mengatakan, Indonesia akan mengikuti tahap 2 vaksin TB mRNA BioNTech setelah menyelesaikan uji coba Tahap 1. Selain itu, ia menambahkan vaksin AdHu5Ag85A sedang diuji oleh CanSinoBio dan Etana, dimana Indonesia ikut serta dalam uji klinis tahap pertama CanSinoBio. Vaksin TBC melawan vektor virus.

“Kami optimis salah satu uji coba ini akan selesai pada tahun 2028, sehingga membuka jalan bagi kemajuan pengembangan vaksin TBC terbaru secepatnya,” kata Budi.

 

Categories
Kesehatan

Temuan Kasus Tuberkulosis atau TBC Tinggi, Capai 809 Ribu pada 2023

bachkim24h.com, Jakarta Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) mencatat angka kejadian tuberkulosis atau tuberkulosis akan meningkat pada tahun 2023. Pada tahun 2022 kasus TBC meningkat menjadi 724.000 dan kemudian menjadi 809.000. kasus. Pada tahun 2023.

Menurut Kepala Departemen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan RI, angka tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan hasil kasus sebelum pandemi COVID-19 yang rata-rata mencapai 600.000 kasus tuberkulosis per tahun. , Imran Pambudi. .

“Sebelum pandemi, deteksi kasus TBC hanya mencapai 40-45 persen dari perkiraan kasus TBC, sehingga masih banyak kasus yang tidak terdeteksi atau tidak dilaporkan,” kata Imran di Jakarta, Senin (29/1). /2024).

Peningkatan temuan kasus disebabkan oleh perbaikan sistem deteksi dan pelaporan serta pelaporan real-time.

Selain itu, laboratorium/fasilitas kesehatan dapat melaporkan langsung dari situsnya, sehingga menghasilkan data dan studi kasus yang lebih baik.

Hasilnya, 60% kasus yang sebelumnya tidak terdiagnosis kini tidak terdiagnosis, dan hanya 32% yang saat ini tidak terdiagnosis. Oleh karena itu, laporan atau pemberitahuan kasus lebih baik dari perkiraan WHO. kata Imran dalam keterangan tertulis yang diterima bachkim24h.com.

Perbaikan telah dilakukan

Imran mengatakan, saat ini sedang dilakukan perbaikan pada sistem pelaporan. Dengan kata lain, menciptakan sistem pelaporan TBC khusus, seperti Sistem Informasi TBC (SITB), yang dapat diakses oleh seluruh tenaga kesehatan di lembaga pelayanan kesehatan (fasyankes).

Perbaikan juga dilakukan melalui penerapan program Public Private Sector Blend (PPM) untuk meningkatkan partisipasi institusi kesehatan swasta dan pemerintah dalam pengendalian TBC.

Imran mengatakan, dengan melakukan tindakan tersebut, fasilitas kesehatan dapat segera melaporkan kasus dugaan TBC yang terdeteksi oleh SITB. Kemudahan pelaporan menyebabkan peningkatan deteksi kasus TBC.

Ketika hasil penyakit membaik, semakin banyak penderita TBC yang dapat diobati. Dengan demikian, angka kejadian Mycobacterium tuberkulosis akan menurun pada tahun-tahun berikutnya.

“Jika kita terus mendeteksi kasus TBC dan mengobati saudara kita yang mengidap TBC, kita berharap angka kejadian TBC di Indonesia akan menurun di tahun-tahun mendatang,” kata Imran. 

Selain deteksi, banyak upaya yang harus dilakukan untuk mencegah tuberkulosis. Imran mengatakan, di antaranya menjaga pola hidup bersih dan sehat, menghindari kontak langsung dengan penderita TBC, dan menjaga imunitas melalui pola makan seimbang dan olahraga. Jika risikonya tinggi, masyarakat mungkin ingin mendapatkan vaksin BCG dan melakukan pemeriksaan kesehatan secara teratur.

 

Selain Indonesia, banyak negara yang masih menghadapi tantangan TBC. India merupakan negara dengan kasus TBC tertinggi di dunia, disusul oleh india dan Tiongkok.

“TBC masih menjadi tantangan kesehatan global. Dengan meningkatkan kesadaran, akses terhadap layanan, dan pencegahan, kita dapat bersama-sama memerangi epidemi ini dan melindungi kesehatan masyarakat,” ujarnya.

Categories
Kesehatan

Cegah TBC dengan Sejumlah Tips dari Dokter Ini

bachkim24h.com, JAKARTA – Dokter RS ​​Fatmawati Livia Holiono menawarkan beberapa tips mencegah penyakit TBC, seperti meningkatkan stamina tubuh dengan berolahraga dan mengonsumsi makanan bergizi. Hindari juga merokok.

Dalam tayangan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bertajuk ‘Batuk Tak Kunjung Sembuh, Waspada TBC!’ Di Jakarta, Kamis (4 April 2024), dia menjelaskan, makanan yang dikonsumsi antara lain buah-buahan, sayur mayur, dan lauk pauk yang cukup mengandung karbohidrat dan protein.

Tuberkulosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberkulosis yang penularannya melalui udara, kemudian terhirup melalui hidung dan mulut sebelum mencapai paru-paru, kata Livia.

Kemudian, lanjutnya, bakteri tersebut dimakan sel darah putih. Ada tiga kemungkinannya: Pertama, jika daya tahan tubuh baik maka bakteri akan mati. Kemungkinan lainnya, lanjutnya, bakteri tersebut masih bertahan di dalam tubuh, yang kemudian disebut tuberkulosis laten.

Dan yang ketiga, sistem imun kita tidak bisa melawan bakteri tersebut, sehingga nantinya bisa berkembang biak di dalam tubuh dan menyebabkan TBC, ujarnya.

Selain itu, ia mengatakan paparan sinar matahari yang cukup sangat penting, misalnya membuka jendela di pagi hari agar pertukaran udara dan sinar matahari dapat masuk.

Kemudian agar kasur tidak basah, sering-seringlah terkena sinar matahari, katanya. 

Ia menekankan, olahraga yang konsisten, misalnya tiga kali seminggu, juga penting untuk membangun daya tahan tubuh.

Ia mengingatkan bayi di bawah usia tiga bulan untuk mendapatkan vaksin BCG. Ia mengatakan, tujuan vaksin adalah untuk melindungi terhadap tuberkulosis.

Meski efektivitasnya berbeda-beda pada setiap orang, vaksin ini berguna dalam mencegah tuberkulosis parah, seperti tuberkulosis malaria atau meningitis tuberkulosis, katanya.

Ia menambahkan, penting bagi penderita TBC untuk memakai masker atau menutup batuknya dengan tisu atau siku, membuang tisu tersebut ke tempat sampah dan tidak sembarangan.

“Setelahnya, ingatlah untuk mencuci tangan dengan sabun dan air,” ujarnya. 

Categories
Hiburan

Dinkes Kota Surabaya dan ERHA Ultimate Adakan Family Gathering Penderita Tuberkolosis

bachkim24h.com, Surabaya Tuberkulosis atau TBC merupakan salah satu tantangan kesehatan yang dihadapi masyarakat di Kota Surabaya. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Surabaya, diperkirakan pada tahun 2023 terdapat lebih dari 10.000 kasus tuberkulosis di Kota Surabaya, dengan jumlah pasien yang dirawat oleh Dinas Kesehatan Kota Surabaya lebih dari 8.800 orang.

Secara nasional, Kementerian Kesehatan juga mencatat angka kejadian tuberkulosis di Indonesia sebesar 301 kasus per 100.000 penduduk dan angka kematian sebesar 34 kasus per 100.000 penduduk. Hal ini menjadikan india sebagai negara penyumbang kasus TBC terbesar kedua setelah India.

Penyakit yang terutama menyerang paru-paru ini diakui sebagai penyebab utama kematian akibat penyakit menular di dunia. Untuk mengatasi hal tersebut, ERHA Ultimate turut serta dalam program pemerintah terkait tujuan percepatan pemberantasan penyakit TBC pada tahun 2030, mendukung Dinas Kesehatan Kota Surabaya dalam menyelenggarakan acara kumpul keluarga ratusan korban TBC di Taman Flora Kota Surabaya. (05/03).

Bentuk dukungan ini merupakan bagian dari fokus ERHA Ultimate dalam mewujudkan bisnis berkelanjutan, kata Omar Saputra, Head of CSR and Corporate Relations Arya Noble Group, perusahaan induk ERHA.

“Kami berkomitmen untuk terus membantu masyarakat mengakses pengetahuan kesehatan dan penyakit sehingga mereka dapat menjalani masa depan yang sehat. Hal ini sejalan dengan Sustainable Development Goals (SDGs) poin nomor tiga (3) kesehatan dan kesejahteraan masyarakat yang baik serta kemitraan untuk mencapai tujuan SDGs poin nomor tujuh belas (17),” ujarnya.

“Kami percaya kolaborasi antara ERHA Ultimate, Dinas Kesehatan Kota Surabaya dan pemangku kepentingan lainnya akan membantu pemberantasan TBC di Surabaya,” tambahnya.

 

Dalam acara yang digelar di Taman Flora Kota Surabaya, Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya Ibu Nanik Sukristina S.KM, M.Kes juga hadir untuk memberikan edukasi langsung kepada masyarakat tentang pentingnya disiplin dan cara minum obat TBC. Untuk mencegahnya. Selain itu beliau juga mengapresiasi langkah cepat ERHA yang mengambil peran berkolaborasi dengan Dinas Kesehatan Kota Surabaya untuk mencapai tujuan pemberantasan TBC di Kota Surabaya.

“Pada awal tahun 2024, Dinas Kesehatan Kota Surabaya telah melakukan pemeriksaan atau screening TBC massal terhadap 273.000 masyarakat di Kota Surabaya. Kami bekerja sama dengan mitra layanan kesehatan strategis untuk mempermudah menemukan penderita TBC. Sebagai peran serta aktif masyarakat pendukung, peran Puskasmas tentunya menjadi ujung tombak dalam upaya pemberantasan TBC di Kota Surabaya. “Banyak pasien yang terang-terangan malu dengan diagnosis TBCnya sehingga menyulitkan kami untuk menjangkau mereka,” kata Nanik.

 

“Hari ini kami berkumpul dengan keluarga pasien TBC untuk membantu memberdayakan mereka, memberikan informasi lebih lanjut kepada pasien dan hipnoterapi agar mereka tidak lupa meminum obat pengobatan TBC yang kami berikan melalui Puskasmus. Kami berharap melalui kerja sama yang aktif, seperti “yang dilakukan ERHA hari ini, masyarakat menjadi lebih sadar akan pentingnya pemeriksaan kesehatan, terutama pada berbagai penyakit menular seperti tuberkulosis,” tegas Nanik.

Dengan misi untuk menciptakan kualitas hidup yang lebih baik bagi seluruh masyarakat, ERHA secara berkelanjutan melakukan berbagai kegiatan sosial khususnya di bidang kesehatan. Diharapkan melalui kerjasama yang holistik antara pemerintah, masyarakat dan pemangku kepentingan dapat tercipta keselarasan untuk mengatasi permasalahan dan permasalahan yang dihadapi masyarakat.

Categories
Kesehatan

Temuan Kasus Tuberkulosis Tertinggi pada 2023, Kemenkes: Ada Perbaikan Sistem Deteksi dan Pelaporan

bachkim24h.com, Jakarta Indonesia mendapat laporan TBC tertinggi pada tahun 2022 dan 2023. Sebagian besar kasus terjadi sejak sistem deteksi dan pelaporan ditingkatkan.

Pada tahun 2022, lebih dari 724.000 kasus baru TBC terdiagnosis dan pada tahun 2023 jumlahnya meningkat menjadi 809.000.

Jumlah ini jauh lebih tinggi dibandingkan sebelum pandemi COVID-19 yang rata-rata jumlah kasusnya kurang dari 600.000 per tahun.

Mendeteksi TBC mirip dengan mendeteksi COVID-19, yang berarti bahwa jika penyakit ini tidak dites, diidentifikasi dan dilaporkan, maka angkanya mungkin akan terlihat lebih rendah, sehingga mengakibatkan tidak adanya pelaporan. Akibatnya, pasien TBC tidak diobati dan menyebarkan infeksinya.

“Deteksi TBC sebelum pandemi mencapai 40-45% dari perkiraan kasus TBC. “Sehingga masih banyak kasus yang tidak terdiagnosis atau tidak dilaporkan,” kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular, Dr. Imran Pambodi di Jakarta, 20 Januari 2024.

Jika diketahui lebih banyak, maka kemampuan penyembuhan orang yang terluka akan meningkat dan penyakit menular dapat dikurangi.

Sebagai bagian dari upaya perbaikan, Kementerian Kesehatan menyempurnakan sistem identifikasi dan pelaporan agar datanya real-time. Selain itu, laboratorium/fasilitas kesehatan dapat melaporkan secara langsung sehingga meningkatkan data dan deteksi kasus.

Akibatnya, 60% penderita TBC yang sebelumnya tidak terdiagnosis, kini hanya 32% kasus yang tidak terdiagnosis. Oleh karena itu, kasus atau laporannya lebih baik karena lebih banyak dari perkiraan angka yang diberikan WHO, kata Imran, Kamis. 1) berkata. /2/2024) Kutipan Sehat Negeriku.

Lebih lanjut Imran mengatakan, Kemenkes telah banyak melangkah sehingga mencatat banyak keberhasilan.

Pertama, Kementerian Kesehatan berhasil mendeteksi 90% kasus baru. 100% kasus baru telah pulih. Termasuk 90% pasien sembuh total.

Kedua, 58% masyarakat mendapatkan pengobatan pencegahan TBC (TPT).

Imran menjelaskan, sistem pelaporan sudah diperbaiki melalui sistem pelaporan khusus tuberkulosis, Sistem Informasi Tuberkulosis (SITB).

Sistem ini dapat diakses oleh seluruh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan (fasin).

Perbaikan juga dilakukan melalui penerapan program Campuran Pemerintah-Swasta (PPM) untuk meningkatkan keterlibatan fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah dan swasta dalam penanggulangan tuberkulosis.

Dengan langkah intervensi tersebut, lanjut Imran, fasilitas kesehatan dapat segera melaporkan kasus TBC melalui SITB. Kemudahan pelaporan menyebabkan peningkatan data penemuan kasus TBC.

Peningkatan jumlah kasus berarti semakin banyak penderita TBC yang dapat didiagnosis dan diobati.

Imran mengatakan pada tahun 2020 dan 2021 angka kejadian tuberkulosis di Indonesia meningkat sebesar 14,9% per tahun dan pada tahun 2021 dan 2022 jumlah kasus mencapai 42,3% per tahun.

Angka kejadian tuberkulosis meningkat pada tahun 2023 namun akan menurun pada tahun 2024.

“Jika kita terus menemukan kasus TBC pada saudara kita yang mengidap TBC, kita berharap jumlah kasus TBC di Indonesia akan menurun di tahun-tahun mendatang.”

Sebagai upaya pencegahan TBC, Imran menghimbau masyarakat untuk hidup bersih dan sehat.

Masyarakat harus menghindari kontak dengan penderita TBC dan menjaga kekebalan tubuh dengan pola makan seimbang dan olahraga.

Jika risikonya tinggi, masyarakat disarankan untuk mendapatkan vaksinasi BCG dan pemeriksaan kesehatan secara rutin.

“Tuberkulosis adalah masalah kesehatan global. “Melalui kesadaran yang lebih besar, akses terhadap perawatan dan tindakan pencegahan, bersama-sama kita dapat mengendalikan penyebaran penyakit ini dan melindungi kesehatan masyarakat,” tutupnya.

Categories
Kesehatan

Kemenkes: Edukasi Penting untuk Singkirkan Stigma Tentang TBC

bachkim24h.com, JAKARTA – Direktur Departemen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan Imran Pambudi mengatakan perlunya peningkatan edukasi dan kewaspadaan terhadap tuberkulosis (TB). Sebab, masih adanya stigma di masyarakat mengenai penyakit ini.

“Stigma mengenai penyakit TBC masih ada di sebagian masyarakat. Termasuk pasien TBC perorangan dan tenaga kesehatan,” kata Imran.

Ia menjelaskan hal itu karena banyaknya tantangan dalam pengobatan TBC. Salah satunya adalah rendahnya cakupan terapi pencegahan tuberkulosis (TPT).

Sebab ada masyarakat yang menolak karena sakit dan tidak perlu minum obat. Hal ini dikatakannya karena informasi mengenai TPT belum menjangkau masyarakat luas.

TPT adalah pengobatan yang diberikan untuk mencegah TBC pada orang yang berisiko tinggi tertular TBC, seperti mereka yang melakukan kontak dekat dengan penderita TBC. dan mereka yang terinfeksi HIV/AIDS

Ia mengatakan, TPT diberikan kepada penderita TBC. orang yang hidup dengan HIV (ODHIV) dan populasi lain yang berisiko merupakan salah satu cara untuk mencegah penyebaran penyakit.

Ia menjelaskan, TBC merupakan penyakit kronis yang mudah menular melalui udara yang terkontaminasi bakteri. Mycobacterium tuberkulosis Menurutnya, tuberkulosis bisa menyerang kelompok mana saja dan kelompok umur berapa pun.

Ia merujuk pada data Sistem Informasi Tuberkulosis (SITB) yang melaporkan 443.235 kasus TBC pada tahun 2021, 724.309 kasus pada tahun 2022, dan 821.314 kasus pada tahun 2023, per 1 Februari 2024. Silakan dicantumkan.

“Ini merupakan kabar baik bagi Indonesia. Karena semakin banyak pasien yang kita temukan, semakin banyak pula yang bisa kita obati. untuk lebih cepat memutus rantai penularan TBC,” ujarnya.

Menurutnya, pengobatan TBC akan berhasil bila ada komunikasi dan edukasi yang baik tentang TBC. yang mudah diterima oleh masyarakat Untuk menghilangkan rasa malu tersebut Ia berpendapat bahwa upaya tersebut perlu melibatkan mitra dan masyarakat.

Imran mengatakan, hal itu sebagai upaya preventif. Pemerintah melakukan sosialisasi dan edukasi mengenai gejala dan pencegahan tuberkulosis dalam bentuk poster, pamflet, dan iklan layanan masyarakat. Posting di media sosial dan banyak lagi

Setelah itu, pasien TBC memerlukan dukungan psikososial dari masyarakat dan organisasi penyintas TBC.

Imran mengatakan, petugas kesehatan juga perlu diedukasi mengenai terapi ini. Peningkatan kapasitas bagi praktisi yang memantau pasien TBC perlu ditingkatkan.

 

 

Categories
Kesehatan

Batuk tak Sembuh Hingga 2 Pekan? Waspada Gejala Utama TBC

bachkim24h.com, Jakarta – Ada sejumlah gejala yang bisa menyertai batuk berkepanjangan akibat TBC atau tuberkulosis, seperti sesak napas dan nyeri dada. Hal tersebut diungkapkan dokter RS ​​Fatmavati Livia Khaliona.

Dalam program Kementerian Kesehatan (Cheminex) bertajuk “Batuk Tak Sembuh, Waspada TBC!”, Livia menjelaskan, batuk terus-menerus selama dua minggu atau lebih merupakan gejala utama TBC. Ia mengatakan pada Kamis (4/4/2024): “Gejala lainnya antara lain batuk darah dan lemas, disusul demam yang berlangsung lebih dari sebulan.”

Menurut dia, hilangnya nafsu makan dan penurunan berat badan yang tidak direncanakan juga menyertai gejala TBC. Ia menambahkan, penderita tuberkulosis, seseorang bisa berkeringat di malam hari, meski tidak melakukan aktivitas apa pun. Livia mengatakan, batuk tersebut merupakan gejala penyakit TBC yang menyerang paru-paru. Sedangkan pada tuberkulosis paru tambahan, gejala lain seperti tuberkulosis kelenjar getah bening juga menimbulkan massa di area tersebut.

Namun, ia mengatakan penyebab batuk tersebut harus diselidiki dalam waktu dua minggu, karena tuberkulosis bukan satu-satunya penyebab gejala tersebut. Kondisi lain dengan gejala serupa termasuk sinusitis, refluks asam, penyakit paru obstruktif kronik, batuk rejan, dan kanker paru-paru.

Ia menambahkan: “Oleh karena itu, batuk merupakan cara tubuh kita mengeluarkan iritasi atau sekret yang ada di paru-paru. Supaya infeksi tidak terjadi. Jadi pertahanan tubuh sangat bagus.”

Livia menilai kesadaran untuk melakukan tes mandiri harus ditingkatkan untuk mencegah TBC. Ia mengatakan, jika gejala tersebut muncul, maka perlu segera ke fasilitas kesehatan.

Fasilitas kesehatan kemudian melakukan tes kontak, seperti orang-orang yang tinggal serumah, ruangan, atau tempat kerja, untuk mengetahui sejauh mana penyebaran penyakit. Ia mengatakan TBC merupakan penyakit yang ditularkan oleh bakteri Mycobacterium tuberkulosis yang ditularkan melalui udara, kemudian dihirup melalui hidung dan mulut sebelum akhirnya mencapai paru-paru.

Bakteri tersebut kemudian dimakan oleh sel darah putih. Kemungkinannya ada tiga, pertama, jika imun tubuh baik maka bakteri akan mati. Lanjutnya, kemungkinan kedua adalah bakteri tersebut hidup di dalam tubuh dalam keadaan dorman yang nantinya disebut tuberkulosis laten.

Ia berkata: “Alasan ketiga adalah sistem kekebalan tubuh kita tidak mampu melawan bakteri tersebut sehingga kemudian berkembang biak di dalam tubuh dan menyebabkan TBC.”

 

Categories
Kesehatan

TKN Prabowo-Gibran: Siapapun yang Menang Harus Bergabung Berantas TBC

bachkim24h.com, Jakarta Tim Pemenangan Nasional (TKN) Prabovo-Jibran mengatakan penyakit tuberkulosis atau TBC merupakan salah satu masalah kesehatan yang mendera tim capres-cawapres 02.

Menurut Dewan Pakar Kesehatan TKN Prabovo-Gibran, Dr. Beniamin P. Octavianus SpP, Prabowo sudah lama memintanya untuk mengobati TBC. Pasalnya, penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberkulosis ini memiliki angka kematian yang tinggi.

Pak Prabovo meminta saya mengatasi TBC sebelum hari ini karena 15 orang meninggal karena TBC setiap 5 menit, kata Benjamin pada acara Final Baton To End TBC di Jakarta: Dialog Publik dengan Kelompok Suksesi Presiden dan Wakil Presiden. 31 Januari 2024.

Jika Prabowo dan Jibran menang pada Pemilu 2024, kemungkinan besar akan terbentuk lembaga pemberantasan tuberkulosis.

Oleh karena itu, kemungkinan besar Badan Nasional TBC akan dibentuk mulai dari presiden, menteri, TNI hingga masyarakat.

“Siapa pun yang menang, kita harus bersatu untuk memberantas TBC,” kata Benjamin dalam keterangan tertulis yang diakses Health-bachkim24h.com.

Tuberkulosis masih menjadi pekerjaan rumah bagi Indonesia. Pada tahun 2022, terdeteksi lebih dari 724.000 kasus baru tuberkulosis. Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI), jumlah tersebut meningkat menjadi 809.000 kasus pada tahun 2023.

Jumlah kasus TBC jauh lebih tinggi dibandingkan sebelum pandemi, yang rata-rata jumlah kasusnya kurang dari 600.000 per tahun.

Dr Nurul Luntungan dari Stop TB Partnership Indonesia mengatakan diperlukan kerja sama untuk mengakhiri TBC. Terlebih lagi, Indonesia mempunyai beban tuberkulosis tertinggi kedua di dunia

Hanya dengan kerja sama, kepemimpinan yang kuat dan investasi yang efektif serta kerja sama lintas sektor, Indonesia dapat mencapai eliminasi tuberkulosis pada tahun 2030,” kata Nurul senada.

Pada kesempatan yang sama, Konsultan Paru Erlina Burhan membahas kemungkinan strategi untuk menghilangkan dan mempercepat TBC melalui upaya pengendalian TBC yang inovatif. 

“Kemajuan teknologi di bidang TBC, dimana kombinasi pengobatan TBC rentan obat berkurang dari 6 bulan menjadi 4 bulan, untuk TBC-RO yang biasanya memakan waktu 18 bulan bahkan 2 tahun, kini ada kombinasi baru. BPaL dan BPaLM, kalau kita terpilih (presiden dan wakil presiden) harusnya lebih banyak mengalokasikan anggaran dari APBN, bukan pada jalur yang benar dalam pemberantasan tuberkulosis. kata Erlina. 

Erlina Burhan pun menanyakan apakah sebagai presiden bisa fokus pada permasalahan tuberkulosis di Indonesia.

“Saya ingin tuberkulosis menjadi hal yang sangat penting bagi kalian semua yang akan dipimpin dan dipercaya oleh masyarakat Indonesia.” “Mohon perhatian terhadap TBC dan lakukan segala upaya untuk mencapai eliminasi pada tahun 2030,” kata Erlina.

Tuberkulosis menunjukkan bahwa tuberkulosis bukan hanya masalah medis. Berdasarkan pengalamannya selama lebih dari 30 tahun sebagai dokter, hanya ada sedikit masalah medis yang berhubungan dengan tuberkulosis.

“Masalah medis TBC sangat rendah, 30 persen, paling banyak 40 persen.” 60 persennya adalah non-medis. Ada diskriminasi dan masalah sosial”.

Categories
Kesehatan

Panduan Minum Obat Terapi Pencegahan Tuberkulosis Selama Ramadhan Menurut Dokter

bachkim24h.com, Jakarta Terapi Pencegahan Tuberkulosis atau TPT merupakan upaya pengobatan yang dilakukan untuk mencegah orang yang mengidap TBC agar tidak jatuh sakit.

Menurut Erlina Burhan, Ketua Koalisi Organisasi Profesi Tuberkulosis (KOPI TB), TPT diberikan di Indonesia dengan tiga cara: isoniazid selama enam bulan atau 6 jam, kombinasi isoniazid dan rifapentine selama tiga bulan, atau kombinasi ‘ Isoniazid dan rifampisin 3HP selama tiga bulan atau 3HR

“Isoniazid dosis tinggi plus rifapentine keren banget. Cukup untuk tiga bulan. Dan itu tidak setiap hari. Seminggu sekali selama 12 minggu,” kata Erlina dalam konferensi media memperingati Hari Tuberkulosis Sedunia bersama Kementerian Kesehatan Kesehatan, Jumat (22/3/2024) secara daring.

“Dan jika tidak, kita bisa menggunakan isoniazid dan rifampisin secara bersamaan selama tiga bulan. Tapi begitulah yang terjadi setiap hari,” tambahnya.

Tablet TPT umumnya dapat diminum kapan saja dan tidak terikat jam. Begitu pula saat Ramadhan, Anda bisa mengonsumsi TPT pada saat berbuka puasa atau sahur.

“Kapan selalu diberikan TPT? Gratis. Hal utama adalah bahwa hal itu mungkin dan nyaman. “Ada orang yang suka minum di pagi hari. Selamat siang. Selamat siang. Selamat malam,” balas Erlina kepada Health bachkim24h.com.

Pakar penyakit paru-paru menambahkan bahwa sama seperti orang dewasa, anak-anak yang sedang menerima pengobatan TBC dapat meminum obat tersebut kapan saja.

“Apakah waktu pemberian dosis untuk anak-anak dan orang dewasa sama? Hal yang sama setiap saat, yang penting pada waktu yang tepat. Mohon anggap ini penting setiap hari jika ini adalah rekomendasi harian.”

Contoh obat TPT yang diminum setiap hari adalah isoniazid selama enam bulan atau 6 jam dan kombinasi isoniazid dan rifampisin selama 3 bulan atau 3HR.

Sedangkan penggunaan isoniazid dan rifapentine secara bersamaan seminggu sekali selama tiga bulan atau 3HP.

“Kalau minum ramuan 3HP minggu ini di hari Senin. Minggu depan akan menjadi hari Senin lagi. “Prinsipnya, jam kerjanya akan sama. Tapi kalau berbeda, tidak akan terlalu banyak. Selisih satu atau dua jam tetap bagus.”

Lalu apa saja pedoman mengonsumsi TPT selama Ramadhan?

“Ya, di bulan Ramadhan kita bisa makan dan minum pada malam dan subuh. Oleh karena itu, lebih baik memilih dan meminum obat TBC saat perut kosong.”

Jadi ketika tiba waktunya berbuka, Pasien bisa berbuka puasa dengan air mineral. Kemudian minum obat untuk mengobati TBC.

“Mengapa lebih baik minum saat perut kosong? Agar obat dapat bekerja dengan efisiensi penuh, bagaimana setelah makan? “Ya, tapi jangan langsung melakukannya. Tunggu dua atau tiga jam kemudian.”

Meski bisa dilakukan kapan saja, Erlina menyarankan agar mereka yang menjalani terapi meminum obat tersebut saat berbuka puasa.

“Sering kali di penghujung Ramadhan saya malas makan sahur. Jadi saya tidak merekomendasikannya. Jika Anda tidak bangun pagi, Anda tidak akan minum obat. Jadi kalau malam lebih baik,” jelasnya.

Jika cakupan TPT tinggi dan pengobatan berjalan baik, lanjut Erlina, bahkan banyak orang yang tertular TBC. Mereka tidak akan sakit. Seperti dijelaskan sebelumnya Infeksi tidak berarti Anda sakit. Kemungkinan kuman TBC tersebut bersifat dorman atau dorman di dalam tubuh sehingga tidak menimbulkan keluhan apa pun.

Guru Besar Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Universitas Indonesia (UI) juga menjelaskan cara mengakses layanan TPT.

“TPT bisa diakses di FKTP (Fasilitas Kesehatan Tingkat Satu), khususnya di puskesmas. Dan itu gratis. Ingat, ini gratis.”

TPT penting karena terbukti memberikan dampak positif dalam menurunkan jumlah kasus TBC. Beberapa dampak TPT terhadap pemberantasan tuberkulosis antara lain: Penelitian nasional di Inggris menemukan bahwa TPT mengurangi risiko tuberkulosis sebesar 24-86 persen di antara seluruh populasi berisiko. Ini termasuk orang yang didiagnosis menderita TBC laten. TPT telah terbukti mengurangi risiko TBC atau kematian akibat TBC pada pasien HIV yang memakai ARV secara teratur hingga 60 persen.

Categories
Kesehatan

Erlina Burhan: Tuberkulosis Menular Lewat Bakteri, Bukan Penyakit Turunan

bachkim24h.com, Jakarta Meski namanya tak sering terdengar di telinga masyarakat, namun sosok perempuan yang satu ini tak bisa dianggap enteng. Lihat saja saat dilantik sebagai Guru Besar Tetap Bidang Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK-UI), Sabtu 17 Februari 2024, beberapa tokoh pun turut hadir memberikan penghormatan.

Setidaknya Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin, mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud Md serta mantan Duta Besar DKI Jakarta Anies Baswedan hadir mendengarkan Prof. dr. dr. Erlina Burhan, SpP(K), M.Si. membacakan sambutan pembukaannya dalam acara yang dipimpin oleh Rektor UI, Prof. Ari Kuncoro, S.E., M.A., Ph.D.

Dalam kuliah umum bertajuk “Orkestrasi Menuju Eliminasi TBC di Indonesia pada Tahun 2030”, Erlina menyoroti penyakit TBC di Indonesia yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Menurut Laporan TBC Global WHO, terdapat 834.000 kasus baru di Indonesia pada tahun 2010, meningkat menjadi 842.000 pada tahun 2019 dan meningkat menjadi 1.060.000 kasus pada tahun 2022.

Erlina Burhan merupakan dosen FK-UI spesialisasi pulmonologi kelahiran Padang, Sumatera Barat pada tanggal 15 Mei 1966. Beliau menyelesaikan studi kedokteran di Universitas Andlas, Padang pada tahun 1989 dan melanjutkan studi di Universitas Heidelberg, Jerman. Gelar Master of Science pada tahun 1995.

Pada tahun 2004, ia mendapat gelar sarjana ilmu paru dari UI dan setahun kemudian Erlina menjadi pengajar di FK-UI hingga sekarang. Dedikasinya sebagai guru pun mengantarkan Erlina meraih gelar Konseling (Sp. P(K)) bidang penyakit paru-paru pada tahun 2010. Akhirnya pada tahun 2012 ia mampu memperoleh gelar doktor dari UI.

Sebagai seorang guru, Erlina terkenal dengan keramahannya. Mereka sering meminta siswa untuk berkontribusi langsung pada proyek ilmiah. Sebaliknya, ia juga mengenalkan murid-muridnya pada ilmu statistika dan berbagai ilmu pengetahuan pakar.

Selain menjadi guru, Erlina juga bekerja sebagai Kepala Divisi Infeksi Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FK-UI. Tidak hanya itu, mereka juga sangat aktif dalam berbagai penelitian dan banyak menghasilkan publikasi ilmiah, nasional dan internasional.

Erlina juga pernah bergabung di beberapa organisasi, seperti Koalisi Organisasi Profesional Tuberkulosis (TB) sebagai ketua ahli, Ketua Majelis TB Asia Pacific Respirology Society sejak -2017 hingga saat ini, anggota Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pedoman. kelompok pengembangan dan dengan American Thoracic Society, Erlina juga mengembangkan pedoman internasional untuk pengobatan TBC.

Di masa pandemi Covid-19, Erlina aktif memberikan edukasi dan informasi kepada masyarakat melalui berbagai sarana komunikasi. Ia juga melakukan penelitian terhadap Covid-19, uji klinis dan nonklinis.

Selama bekerja di berbagai rumah sakit di Jakarta, Erlina yang pernah menjabat Ketua Persatuan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Jakarta periode 2015-2020 ini mengaku tak punya cukup waktu untuk mendampingi anak-anaknya belajar di rumah karena ia harus bekerja di rumah sakit ketika wabah datang.

Sebagai apresiasi atas kontribusinya tersebut, ia mendapatkan beberapa penghargaan, salah satunya adalah Tokoh Perubahan Republik Tahun 2020 yang diberikan langsung kepada Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin.

Lantas, apa saja kelebihan Erlina setelah menjadi Guru Besar UI dan semakin sedikit kesempatan bertemu keluarga?

Berikut cuplikan perbincangan Erlina Burhan dan Sheila Octarina di acara Bincang Liputan6.

Apakah cita-cita Prof menjadi dokter dan guru jika ada di sini?

Dulu ketika saya masih di sekolah, kami biasa menulis memoar. Nah, biasanya di dalam buku kamu menuliskan nama, alamat, minat, dan terakhir tujuanmu. Dan saat itu saya ingat, ketika saya masih SD, saya pernah mendaftar menjadi dokter. Saya rasa hampir semua dari kita bermimpi menjadi seorang dokter.

Mungkin yang menulis artikel ini adalah seorang pilot atau tentara. Wanita biasa adalah seorang dokter. Tidak ada seorang pun yang ingin menjadi ibu rumah tangga, tidak ada yang namanya menulis. Saat SMA, kami sering melanjutkan kebiasaan lama kami, menulis buku seperti ini. Apa nama buku kenangannya? Kemudian mintalah satu sama lain untuk menyelesaikan hal berikut. Saya juga terkejut dokter terus menulis. Bahkan siswa SMA pun seperti itu, begitu pula dokter.

Mungkin saat menuliskan kata-kata dokter itu juga bisa menjadi doa ya?

Mungkin ya, mungkin.

Dari mimpi hingga akhirnya menjadi pekerjaan?

Ya, seiring berjalannya waktu dan secara tidak sengaja saat aku masih SD, SMP, dan SMA, nilaiku sangat bagus, sehingga ketika aku mengikuti ujian masuk perguruan tinggi aku diterima. Dan saya adalah tipe orang yang menganggap segala sesuatunya serius dan mempunyai keinginan untuk mencapainya.

Mengapa memilih dokter paru?

Oh, sebenarnya aku tidak memilih itu. Jadi kalau di rumah sakit umum, dulu kalau lulusan kedokteran harus masuk rumah sakit umum selama tiga tahun. Lalu saya mendapat informasi, ada beasiswa DAAD. Dan salah satu dari mereka mengatakan itu untuk dokter.

Dan sekolahnya di Jerman, Heidelberg karena DAAD merupakan beasiswa dari pemerintah Jerman. Kemudian saya melamar dan bersyukur kepada Tuhan karena telah menerima saya dan setelah saya keluar dari rumah sakit, saya menikah terlebih dahulu, kemudian saya berangkat ke Jerman.

Itu artinya gelar master, kan?

S2 adalah. Jadi masterku di bidang kesehatan masyarakat. Nah, yang menarik adalah program tersebut mengharuskan kita melakukan penelitian untuk tugas akhir kita, dan persyaratan penelitiannya bagus. Melakukan penelitian tidak diperbolehkan di Jerman, tidak diperbolehkan di negara asal Anda.

Jadi saya berpikir lagi, kira-kira penelitiannya dimana? Saya pikir saya ingin menjelajahi tempat yang belum pernah saya kunjungi sebelumnya. Saya berada di Amerika karena saat SMA saya mengikuti program AFS yaitu program pertukaran di SMA. Juga di Jerman sekolah berlangsung hingga Jumat, Sabtu dan Minggu dan Anda dapat pergi ke negara lain.

Tapi menurut saya itu mudah dilakukan, jadi jangan sampai negara-negara di sekitar Jerman seperti itu. Ketika saya mencoba pergi ke daratan Australia, saya pun menjadi teman selama enam bulan. Saya belum pernah ke Afrika, itu benar.

Lalu saya bertanya kepada organisasi tersebut, di Afrika, apakah ada kursus atau proyek yang bisa saya ikuti? Ternyata jujur ​​saja di Namibia yang dekat dengan Afrika Selatan. Dan kebetulan saat itu saya bisa meneliti TBC.

Saat itu, kami menyelidiki mengapa beberapa pasien tuberkulosis tidak menyelesaikan pengobatan hingga sembuh. Jadi saya mewawancarai pasien, keluarga, dan pejabat. Saat itu ada masalah, itu masalah bahasa. Jika dokter dan perawat bisa berbahasa Inggris, pasien tidak bisa.

Bahasa ini adalah bahasa Afrika multibahasa. Sama halnya dengan Indonesia, ada Sunda, ada Jawa, ada Padang, ada Batak, ada juga. Pada akhirnya, saya menggunakan penerjemah.

Kapan minat terhadap tuberkulosis dimulai?

Iya jadi saya berpikir, kalau saya pulang ke Indonesia saya mau ambil dokter spesialis ini, saya mau ambil dokter spesialis tuberkulosis. Bahkan di rumah sakit umum pun kami bertemu dengan pasien tuberkulosis, namun saat itu belum ada ketertarikan.

Namun ketika saya melakukan penelitian di Afrika dan menemukan bahwa TBC mempunyai banyak masalah, bukan hanya sekedar penyakit, saya merasa harus belajar lebih banyak. Jadi setelah penelitian saya kembali ke Jerman, menyelesaikan S2 dan kembali ke Indonesia, kemudian melanjutkan studi menjadi dokter spesialis paru di FKUI.

Sejak Prof dikukuhkan menjadi Guru Besar di FKUI, apakah kesibukannya bertambah?

Pada dasarnya, apakah Anda seorang profesor atau bukan, guru awam atau guru awam, Anda tetap sibuk. Bisa jadi jika Anda menjadi profesor, Anda harus fokus mengajar. Dan mungkin dia akan menambah penelitiannya dengan membimbing lebih banyak dokter dan mahasiswa juga.

Tapi kalau saya sibuk, saya pikir bahkan sebelum saya menjadi profesor, saya sudah sibuk. Selain itu, sebagai guru kita mempunyai Tridharma Perguruan Tinggi, pekerjaan, pendidikan dan penelitian. Oleh karena itu kita harus memenuhi ketiga aspek tersebut.

Kalau dulu Prof bilang dia suka melakukan penelitian, sekarang penelitiannya seperti apa?

Penelitian yang saya lakukan beragam ya, tapi di bidang ilmu pernapasan atau paru-paru. Bermula dari pengobatan TBC, kemudian pada masa Covid, tentang vaksin Covid. Penelitian tentang obat baru.

Lagipula, saya sudah merasakan kebutuhan akan vaksin tuberkulosis sejak lama. Kita mungkin masih ingat atau diberitahu oleh orang tua kita bahwa kita mendapat vaksin TBC, bukan? vaksin BCG. Vaksin BCG merupakan vaksin yang sudah ditemukan sejak lama, yaitu pada tahun 1900an, jadi sudah 100 tahun berlalu.

Namun dalam perjalanannya kami melihat bahwa hal itu tidak berguna. Apa buktinya? Kalau orang divaksin, tidak sakit lagi, tapi TBC masih sering terjadi, bukan? Saat ini terdapat lebih dari 10 juta kasus baru di dunia. Indonesia sekarang juga memiliki lebih dari satu juta kasus, 1.060.000 kasus.

Apa artinya? Vaksin BCG bermanfaat untuk anak ya, dalam mencegah TBC dan salah satu kelebihannya adalah kalaupun anak terkena TBC lalu terkena TBC, penyakitnya tidak serius. Jadi tidak sampai ke otak, tidak sampai ke tulang, tidak sampai ke usus atau lebih.

Kita mengenal TBC meningitis, seperti TBC di otak, TBC di tulang, TBC di usus. Jika Anda mendapatkan vaksin BCG, hal ini tidak akan terjadi. Dan ternyata belakangan kita menyadari bahwa BCG ini tidak bermanfaat bagi orang dewasa.

Saya sempat berpikir, kalau punya mimpi, sudah berakhir, sudah lama, tapi 10 tahun terakhir saya berpikir kenapa tidak ada vaksin TBC baru dan saya sudah ke sana. Saya telah memutuskan untuk mengembangkan vaksin TBC, atau berpartisipasi dalam pengembangan vaksin TBC.

Mengapa hal itu tidak terjadi?

Karena infrastrukturnya tidak kompatibel, biaya penelitian vaksin menjadi sangat tinggi. Kami sepertinya tidak setuju, tidak mungkin. Nah, saat itulah saya menemukan vaksin TBC yang pertama kali dikembangkan oleh perusahaan farmasi bernama GSK. Namun vaksinnya belum siap, masih dalam tahap awal, tahap uji klinis.

Jadi dalam uji klinis ada dua tahap. Tahap praklinis masih pada hewan dan diuji di laboratorium, dan tahap uji klinis pada manusia. Dan ada tahapannya, stadium 1, 2, 3. Sekarang vaksin TBC yang digunakan masih ada di rumah sakit dan belum ada namanya, masih menggunakan kode yang disebut dengan vaksin M72. Nanti kalau kesaktiannya sudah terbukti, mungkin akan ada nama untuknya.

Oleh karena itu penelitian vaksin M72 akan melibatkan delapan negara. Enam negara di Afrika, dua negara di Asia, dan salah satunya Indonesia. Bahkan saya berkesempatan memilih menjadi peneliti utama di tingkat nasional, karena Indonesia akan masuk 5 tempat tapi tentunya harus ada PI nasional, dan saya.

Sekarang kita dalam masa persiapan, izin budayanya sudah ada, kita sedang bersiap. Mudah-mudahan kita akan mulai pada bulan Mei atau Juni, begitu. Semoga kita bisa mengendarainya dengan baik dan mudah-mudahan bagus artinya tenaganya bagus. Jika energinya bagus, maka akan diproduksi dan digunakan di seluruh dunia.

Sejujurnya saya tertarik dengan penelitian ini, karena dari awal saya sangat ingin memiliki vaksin baru dan jika ini berjalan dengan baik, saya akan bangga bahwa Indonesia sebagai negara ikut terlibat dalam pengembangan vaksin ini. Dan kami sebagai dokter Indonesia akan berpartisipasi dalam proyek ini, itu akan sangat menggembirakan.

Apa saja tantangan yang mereka hadapi dalam melaksanakan penelitian?

Oleh karena itu, kita di Indonesia tidak banyak melakukan penelitian klinis, padahal penelitian vaksin termasuk dalam kategori uji klinis. Kami biasanya tidak melakukan uji klinis. Bukan berarti tidak terjadi apa-apa, namun jarang terjadi dan memerlukan infrastruktur yang memadai, terutama laboratorium.

Karena banyak pemeriksaan yang sangat rumit yang harus dilakukan. Terutama tes imunogenisitas yang jarang kita lakukan. Jadi infrastruktur kami tidak membantu. Selain itu, yang lebih sulit adalah biayanya. Uji klinis itu mahal sekali, bukan?

Dari segi jumlah orang, saya rasa kami tidak kalah. Dalam hal pelayanan kemanusiaan, para peneliti, dokter, dan ilmuwan kita sama-sama berbakat. Tapi itulah yang terjadi, laboratorium, laboratorium.

Di seluruh dunia terdapat 16 jenis vaksin yang sedang diteliti di banyak negara. Di Indonesia, kita akan melakukan ini, tapi ada kandidat lain, yaitu vaksin TBC yang tidak divaksin, melainkan dihirup.

Bernapas?

Ya, tarik napas. Jadi teknologinya berbeda. Oleh karena itu, kami juga sedang mempersiapkannya. Dan penarikan vaksin ini, partisipasi saya sangat dalam, mulai dari ikut persiapan prosesnya, mulai dari tahap 1, 2, dan 3. Meski vaksin M72 sudah dibuat negara lain, tapi kita sudah masuk tahap ketiga. Jadi itu sangat keren.

Dan saya juga mohon doanya dari masyarakat agar hal ini bisa terlaksana, walaupun ada kendala lain seperti gagasan vaksin itu dibuat, vaksin itu palsu. Banyak pengguna internet juga terkena dampaknya. Jadi pengalaman saya dengan Covid, ketika saya berbicara tentang vaksin, banyak juga yang berkomentar negatif.

Saya juga ingin berbicara tentang Covid, yang sekarang kita sebut sebagai Covid terkendali. Namun bukan berarti tidak ada kasus. Ada kasus, ada yang dirawat, ada yang punya penyakit penyerta dan belum divaksin. Banyak yang melakukannya.

Tapi netizennya luar biasa, jadi luar biasa. Tapi ya, karena saya punya banyak pengetahuan tentang hal ini dan saya yakin bermanfaat, saya tetap mengajarkan tentang vaksin ini.

Tadi Prof bilang TBC itu ada banyak jenisnya, bisa dijelaskan apa itu TBC?

TBC itu penyakit menular kan? Namun jangan salah, banyak orang yang mengira bahwa TBC adalah penyakit keturunan atau penyakit ini menular melalui sihir, makanan, dan sebagainya. Kami ingin menjelaskan bahwa tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri. Ingat, bakteri, bukan yang lain, bukan turunannya.

Dan bakteri itu ada di udara, tidak terlihat dan karena berada di udara maka bisa keluar dan masuk ke dalam tubuh. Bernafas melalui saluran pernafasan. Namun jangan panik karena penderita TBC di Indonesia masih banyak.

Sekitar 1 juta 60.000 kasus per tahun. Jadi semua orang takut? Tidak perlu panik karena 70 persen orang menghirupnya, namun tidak sakit. Mengapa? Sebab, sistem kekebalan tubuh bisa berjuang mengatasi kuman tersebut.

Saat ini, 30 persen tertular, namun tidak sakit. Tertular berarti kuman TBC ada di dalam tubuh ya. Jadi mereka masuk ke dalam tubuh melalui paru-paru, dan bisa juga masuk ke pembuluh darah dan saraf.

Lalu menyebar ke organ lain, bisa ke tulang, bisa ke otak, hati, usus, jantung, bahkan kulit. Oleh karena itu, 80 persen infeksi paru-paru menyebabkan TBC paru, namun 20 persennya dapat menyerang organ lain.

Oleh karena itu, saya juga ingin menyampaikan bahwa yang tertular adalah TBC paru. Karena menular, kuman keluar melalui batuk dan terpapar ke luar. Tapi kalau TBC kelenjar misalnya di leher, bisa juga ditemukan. TBC kelenjar, TBC tulang, TBC lambung tidak menular karena tidak bisa keluar ya? Yang tertular adalah TBC paru.

Apakah ini berarti jika kita berbicara dengan orang yang menderita TBC paru, bisa membuat kita tertular atau menular?

Ya, TBC paru biasanya menular melalui batuk, kuman keluar, namun paling banyak keluar saat seseorang bersin. Ya, ada banyak kuman. Tapi kalau di paru-paru, di saluran nafas banyak kumannya, tidak perlu batuk, kalaupun bicara bisa menyebabkan keluarnya kuman, bisa menular. Ada banyak mikroba.

Saya sedikit bersyukur dengan Covid, oke? Mengapa? Karena di masa Covid, masyarakat sudah terbiasa memakai masker. Sebelum Covid, sulit bagi saya untuk menyuruh pasien memakai masker. Meski dikatakan jika memakai masker tidak akan menularkan kuman ke orang lain. Sebab saat berbicara, batuk atau bersin, kumannya menempel di masker, bukan di udara.

Yang jelas sejak Covid, masyarakat sudah terbiasa memakai masker. Jadi sekarang pasien pakai masker biasa saja, tidak masalah. Jadi ada hikmahnya bagi Covid, bukan?

Dari pengalaman Prof, apa saja tantangan dalam menangani pasien TBC?

Yang pertama adalah pasien-pasien ini terkadang tidak memahami TBC. Mereka pikir, saya tidak mengidap TBC, kenapa saya bisa mengidap TBC, lalu mereka menolak. Penolakan. Karena menurut saya tidak semua penduduk asli menderita TBC. Jadi mari kita jelaskan kembali bahwa TBC itu penyakit menular, bukan penyakit keturunan, bukan penyakit orang lain.

Terus ada juga yang bilang, iya mau minum obatnya tapi gak mau lama-lama. Nah ini satu lagi permasalahannya, kami jelaskan bahwa produk ini membutuhkan waktu yang lama. Penelitian menunjukkan bahwa saat ini masyarakat membutuhkan waktu 6 bulan untuk melaporkan kesembuhan karena mikrobanya banyak, sifat mikrobanya berbeda-beda, dan dibutuhkan lebih dari satu obat.

Ada empat atau tiga jenis obat, tapi kebanyakan empat, dan bertahan selama enam bulan. Bahkan baru-baru ini menerapkan pengobatan TBC 4 bulan. Oleh karena itu banyak kemajuan yang didapat dari perkembangan ilmu pengetahuan untuk membuat pasien lebih nyaman. Dan tujuannya adalah mewujudkan upaya untuk mengakhiri TBC pada tahun 2030.

Jadi banyak sekali teknologinya, termasuk mendapatkan teknologi penyakit terkini, lalu ada vaksin baru, ada obat baru yang dulunya masa pengobatannya 6 sampai 4 bulan. Sebenarnya yang terbaik di dunia adalah TBC pengobatannya sendiri memakan waktu dua minggu, tapi itu masih lama. Kami sekarang menjalani pengobatan TBC selama empat bulan.

Lalu ada pengobatan TBC resistan obat yang biasanya memakan waktu 18 bulan atau dua tahun, paling singkat 9 bulan. Sekarang sudah 6 bulan dan kita sudah melakukan penelitian dan angkanya sangat tinggi, 97,3. dalam seratus .

Makanya saya dukung di Indonesia pengobatan TBC RO yang dibatasi 6 bulan sudah mulai dilakukan dengan cara yang sama. Saat ini sudah banyak rumah sakit yang mampu melakukan hal tersebut, di banyak daerah. Jadi saya sangat senang ada kemajuan seperti itu.

Apa gejala awal orang terdiagnosis TBC, Prof?

Baiklah saya bahas dulu tentang TBC paru, karena sebagian besar adalah TBC paru, saya bilang 80 persen. Jadi untuk TBC paru gejala yang paling umum adalah batuk. Batuk ya. Lalu ada gejala lain yang tidak dirasakan penderita, seperti panas, atau demam namun tidak terlalu tinggi. Jadi begitulah cara Anda menjadi lebih baik, dan kemudian Anda bisa kembali normal tanpa pengobatan. Demam datang dan pergi, demam datang dan pergi.

Ada kalanya saya merasa lelah, capek, capek, namun orang cenderung menganggap saya capek karena pekerjaan, karena pekerjaan saya sangat banyak. Dan nafsu makannya menurun, sehingga jika lama kelamaan nafsu makannya menurun maka berat badannya pun menurun. Tapi kadang yang penentang bilang, ya Dok, saya terjatuh karena mulai makan. Saya melakukan banyak olahraga untuk menurunkan berat badan.

Saat saya jelaskan kepada pasien, berat badannya turun, bukan? Ya Nah, ini salah satu gejala TBC. Tidak dok, saya sebenarnya sedang makan. Padahal ini salah satu tandanya ya. Selain itu, jika paru-paru membesar, penyakit ini bisa menyebabkan sesak napas. Tapi kalau serius. Kalau tidak masalah, Anda hanya batuk saja.

Dan jika menyerang bagian luar paru-paru, yang dalam istilah medis kita sebut pleura, seringkali timbul nyeri dada. Tapi kalau hanya di paru-paru, tidak ada rasa sakit di dada. Ya, terutama batuknya, lalu demamnya. Itu batuk biasa, tidak ada yang namanya batuk biasa. Orang normal tidak batuk.

Bolehkah batuk dan pilek?

Ya, jadi ada angin, kan? Ya, orang normal tidak batuk. Kalau batuk pasti ada sesuatu. Batuk merupakan refleks saluran napas untuk mengeluarkan udara. Misalnya karena ada dahak, karena peradangan misalnya ada dahak.

Dahak tidak dapat berlama-lama di saluran nafas, sehingga saluran nafas akan melakukan refleks batuk dan dikeluarkan. Kalau kamu TBC, kamu juga punya jerawat, kamu batuk karena ingin menghilangkannya.

Artinya kalau misalnya batuk dan bersin, berarti ada yang tidak beres?

Ada sesuatu, dan salah satunya di Indonesia, terutama karena kita adalah negara kedua di dunia dengan TBC tinggi. Nomor 2 di dunia, jadi di Indonesia kalau orang batuk, terpikir mungkin itu batuk rejan. Dan saya ingatkan, TBC bisa diobati, bisa dicegah.

Jadi tidak ada alasan untuk malu dan tidak ada alasan untuk takut. Hanya memeriksanya untuk pembaruan cepat. Kalau itu Covid, kita tidak boleh malu. Hei, aku demam. Bisa jadi saya kena Covid, harus di swab ya? Hal yang sama juga harus dilakukan untuk tuberkulosis.

Mengapa ada pandangan seperti itu tentang TBC?

Jadi karena stigmanya. Diskriminasi. Masih banyak orang yang menghindari TBC di masyarakat. Anak-anak tidak diajak bermain, mereka didiskriminasi. Jika berhasil, Anda bisa dipecat. Hal inilah yang menyebabkan masyarakat takut tertular TBC.

Ada perusahaan yang bagus, mereka menyuruh mereka istirahat, mereka menyuruh mereka untuk berhati-hati. Setelah itu, bila tidak mengidap TBC, bekerja lagi. Ada sesuatu seperti itu. Teman yang baik, ya? Namun ada pula yang kikuk dan akhirnya kontraknya tidak diperpanjang dalam waktu lama.

Namun TBC bisa disembuhkan. Jika Anda sembuh, jika tidak, jika Anda sudah menjalani pengobatan selama satu atau dua bulan dan tidak sembuh, itu tidak menular. Jadi jangan takut.

Artinya dalam pencegahannya bisa juga dengan mengonsumsi multivitamin untuk memperkuat daya tahan tubuh ya, Prof?

Benar sekali, karena hubungannya terutama adalah daya tahan atau imunitas tubuh. Karena kuman TBC ada di udara, kita tidak bisa melihatnya kan? Kemungkinan kita semua bisa muntah saat bepergian, bukan? Di sini kita tidak bisa memilih siapa yang tidak mengidap TBC, kita tidak bisa, kita tidak bisa menemui mereka.

Pengalaman TBC, ada satu keluarga yang terdiagnosis TBC paru, batuk-batuk, lalu dilanjutkan pemeriksaan. Gejalanya sama seperti yang dikatakan profesor, ya demam terus datang. Paru-parunya terserap seperti cairan berwarna merah muda. Namun tidak lama kemudian, punggungnya sakit. Mengapa ya, Prof?

Tadi sudah saya jelaskan bahwa kuman TBC bisa merusak seluruh bagian tubuh. Jadi, bisa sampai ke otak, ke tulang, ke paru-paru. Makanya ada air, makanya mereka menyusui. Ya, itu sebenarnya keluar dari paru-paru. Tapi kenapa dia batuk? Karena letaknya di garis paru-paru, ia memberi tekanan pada paru-paru, paru-paru terdorong sehingga batuk adalah salah satu cara untuk mengimbanginya.

Baiklah, tapi saya juga ingin menjelaskan kepada masyarakat dimanapun mereka menderita TBC, apapun organ yang tertular atau terkena, obatnya sama, OAT atau obat anti TBC. Perbedaannya hanya pada durasi pengobatan. Untuk TBC paru biasanya membutuhkan waktu 6 bulan, sedangkan TBC paru biasanya membutuhkan waktu lebih lama. Bisa 9 bulan, bisa setahun, bisa 1,5 tahun, bahkan 2 tahun, tergantung berat ringannya penyakit.

Dan itu berdampak pada tulang belakang sehingga keropos, Prof?

Ya, itu sangat menyakitkan. Jika pasien saya sakit, saya kasihan pada mereka. Berjalan sambil berdiri adalah apa adanya. Mengenakan korset juga menyakitkan. Ada beberapa pasien yang memerlukan pembedahan, untuk membersihkan tulangnya.

Lalu ada spidol yang disisipkan juga. Tapi walaupun sudah dioperasi, obatnya tetap harus diminum. Tak terasa operasinya sudah sembuh, tidak. Anda masih membutuhkan obatnya.

Agak menakutkan ya Prof?

Tidak masalah, TBC bisa disembuhkan dan dicegah. Jadi pesan saya, kalau ada gejala segera periksakan diri. Bahkan jika Anda terdiagnosis TBC, tidak perlu khawatir. Obat-obatan tersedia, obat-obatan efektif, dan gratis jika Anda pergi ke rumah sakit umum.

Dan tidak hanya minum obat dua minggu, dua bulan, gejalanya langsung hilang dan berhenti, itu tidak boleh. Sebaiknya obat ini diminum sampai habis. Jadi kalau sudah dua bulan atau dua minggu, kumannya belum mati semua. Ada yang mungkin mati, ada pula yang tetap lemah, namun harus sampai semua kumannya mati.

Dan itu memerlukan waktu, untuk paru-paru 6 bulan. Jangan berhenti sebelum 6 bulan atau sebelum dokter Anda memutuskan untuk berhenti, karena Anda mungkin tahu lagu Apa yang Tidak Membunuh Anda Akan Membuat Anda Lebih Kuat? Oleh karena itu, jika obat tidak digunakan, mikroba tidak akan mati. Itu tidak membunuh. Maka mikroba tersebut akan menjadi lebih kuat dengan cara mengubah, menjadi mikroba yang lebih kuat dan tahan yang telah terbukti efektif.

Inilah sebabnya mengapa kita membutuhkan obat-obatan yang lebih kuat, efektif dan tahan lama. Oleh karena itu, jangan membuang obatnya, karena jika obat dihentikan maka ada kemungkinan terjadi resistensi terhadap obat atau resistensi terhadap obat. Kalau berhenti ya mudah, tapi kalau berhenti narkoba susah.

Kalau dilihat-lihat Prof aktif banget di media sosial ya, tapi kebanyakan di Twitter atau X. Kenapa suka platform ini Prof?

Saya aktif setelah Covid, dari pandemi ke pandemi. Selama epidemi saya sangat sibuk. Jadi begitu berat badan saya mulai turun, saya mulai bekerja keras lagi. Saya punya IG, saya punya TikTok, tapi saya tidak menari, saya sangat terpelajar dan saya punya Twitter.

Awalnya Twitter sepi, tapi setelah saya kerja setiap hari, menulis kajian, saya lihat Twitter banyak aktivitasnya, banyak komentarnya. Kalaupun bicara vaksin, ada ulasan negatifnya, tapi ini bagus. Keuntungannya juga banyak.

Dan saya melihat Twitter punya banyak akses, itu sangat umum. Kebanyakan IG saya seperti dokter atau teman. Tapi di Twitter itu sangat, sangat acak. Siapa pun bisa melakukan itu, bukan? Dan saya senang jika pelajaran yang saya berikan dapat ditemukan oleh banyak orang.

Dengan jadwal yang padat saat ini, apakah Anda masih punya waktu untuk saya atau bertemu keluarga, berbuka puasa bersama keluarga, misalnya?

Saya selalu berusaha untuk melewatkan waktu makan, karena selain bekerja di rumah sakit pemerintah, saya juga bekerja di siang hari. Tapi saya selalu kesana, sejak saya lulus, sejak saya menjadi ahli, saya belum mencobanya. 4 sampai 6:00 Saya tidak melakukan apa pun sampai jam 10:00 malam, tidak. Begitulah yang selalu terjadi.

Biar gak bosen sampai malam ya, ada kelelahan mental. Bagus juga karena saya punya anak banyak juga, saya punya empat anak. Jadi sejak kecil, saya berusaha mencari waktu untuk mencuci dan memakainya.

Meski aku tidak bisa mengantarnya setiap hari, aku berusaha mengantarnya ke sekolah sesekali, begitu saja. Karena aku bekerja di rumah sakit, aku tidak bisa menerimamu seperti itu. Jadi saya berusaha memastikan bahwa kami masih punya waktu untuk dihabiskan bersama keluarga. Artinya, ini mengurangi waktu ujian.

Bagaimana dengan waktumu, Prof?

Di sana, waktunya tidak disengaja, bukan? Jika anak saya mendengarkan lagi saya dianiaya. Waktu itu saya sering menghadiri kongres, saya sering diundang menjadi pembicara atau rapat, banyak pembicara di luar. Juga, jika saya keluar, saya tidak bekerja, saya tidak bekerja.

Selain itu, setelah rapat, setelah berbicara di rapat, saya biasanya jarang keluar. Kadang-kadang saja. Jadi sebagian besar waktuku tinggal di hotel, aku menghabiskan waktuku di telepon, kadang-kadang aku menelepon anak-anakku, aku menelepon teman-temanku, tapi aku menghabiskan waktuku di kamar hotel.

Tapi tidak sering kan? Anda pergi ke kongres dari waktu ke waktu, bukan? Tapi aku merasa inilah waktuku. Jika Anda tidak punya waktu di rumah, Anda punya 4 anak. Kalau pertemuannya di Jakarta, harus latihan siang hari. Usai pertemuan, saya menjadi pembicara selama satu jam, kembali bekerja. Kembali ke rumah sakit. Tidak ada waktu untukku. Teruslah berbicara dengan orang lain. Saya biasanya tidak punya waktu, waktu saya sangat mahal.

Sebagai peneliti dan dokter, bagaimana Prof melihat peran perempuan di dunia tempat mereka bekerja saat ini, apakah ada diskriminasi?

Saya tidak melihat ada diskriminasi terhadap perempuan, mungkin ada sedikit di beberapa pekerjaan. Misalnya pekerjaan ini baik untuk laki-laki, pekerjaan ini baik untuk perempuan. Tapi aku merasa sedikit. Tapi mungkin karena profesi saya dokter, sepertinya tidak ada diskriminasi.

Namun saya menyadari bahwa dalam situasi tertentu, dalam pekerjaan tertentu, diskriminasi terhadap perempuan masih bisa terjadi, namun tidak terlalu kuat. Tapi saya lihat itu tidak terjadi di Indonesia, bukan masalah besar ya?

Karena buktinya semakin banyak perempuan yang menjadi dokter, bukan? Banyak perempuan bekerja di kantor, banyak perempuan bekerja di bank, banyak perempuan mengemudi. Ya, negara-negara melaporkan bahwa perempuan diizinkan mengemudi. Di Indonesia dingin banget, di negara kita cewek muslim kan?

Jadi menurut saya mungkin ada sedikit diskriminasi, tapi mungkin tidak terlalu banyak. Jadi, aku tahu makanya, aku dari Padang ya? Padangs dan matriarkal, artinya perempuan mengambil bidang yang diperlukan. Meski tak terdengar lagi di sini, Matriarnya masih sama kan?

Jadi, di manakah hal terbaik bagi wanita?

Ketika saya membaca dan pergi ke daerah lain, jumlahnya menjadi banyak. Oleh karena itu, kalau bisa saya persiapkan secara bertahap kata ini adalah diskriminasi kecil di Indonesia yang kecil, tapi mungkin banyak orang Indonesia yang tertekan, khususnya di bidang pendidikan.

Kalau kita lihat di desa-desa, banyak sekali anak perempuan yang tidak bersekolah, mungkin tamatan SD, jangan disimpulkan dengan perkembangan keilmuan dan karya yang baik, dan lihatlah.

Jadi saya tetap mendorong perempuan untuk mengasuh anak-anaknya agar bisa bersekolah semaksimal mungkin, karena mereka harus diberi hak untuk bekerja dengan baik.

Kalau kita bicara tentang kota-kota besar, kelihatannya tidak bagus. Namun di kota-kota kecil atau desa-desa, kami masih merasa bahwa anak perempuan belum mendapatkan hak untuk bersekolah sebagaimana mestinya.

Namun terutama karena masalah ekonomi. Jadi masalah keuangan memaksa anak perempuan untuk beristirahat dibandingkan anak laki-laki. Kadang-kadang anak laki-laki dijadikan yang pertama, karena orang tuanya mempunyai uang yang lebih sedikit.

Oke Prof, sebentar lagi lebaran, apakah bapak kembali ke Padang?

Dulu aku sering pulang ke rumah karena orang tuaku masih ada, ibuku masih ada. Sentuh masakan ibuku. Saya ingin berbicara dengan anggota keluarga kami. Namun dengan padatnya jadwal dan kemacetan jalanan di Padang, sepertinya tidak ada kata kembali ke rumah.

Coba kita lihat misalnya padang di Bukku Tepugi yang biasanya memakan waktu satu jam, dua jam, bisa 5 jam, 7 jam karena semua orang pulang dan naik mobil. Wow, itu pample yang luar biasa. Jadi sekarang aku akan berkeliling, aku akan pulang. Mungkin dua minggu kemudian, orang-orang akan kembali,

Tapi pulanglah secara teratur, kata-kata?

Tidak selalu setiap tahun, karena itu pekerjaan saya, kadang saya bisa pulang padang untuk bekerja. Misalnya ada Msamin, ada rapat, tapi suatu hari nanti. Ada yang jalan kaki, ada yang menginap minimal satu malam. Kalau hotelnya sudah diajukan, biasanya saya tolak, saya di rumah saja.

Categories
Kesehatan

Droplet Berbakteri TBC Mampu Bertahan di Udara Berjam-jam, Pakai Masker Saat di Kerumunan

bachkim24h.com, JAKARTA – Pusat Pelayanan Kesehatan DKI Jakarta mengimbau warga memakai masker saat berkerumun untuk mencegah penyebaran penyakit tuberkulosis (TB). Hingga saat ini TBC masih menjadi masalah kesehatan utama di dunia, termasuk Indonesia.

“Saat penderita TBC batuk atau bersin tanpa menutup mulut, bakterinya akan menyebar ke udara dalam bentuk droplet,” kata Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Ani Ruspitawati, Kamis (28/4/2024).

Bakteri penyebab TBC, Mycobacterium tuberkulosis, dapat menyebar melalui dahak seseorang saat batuk atau bersin tanpa menutup mulut. Bakteri ini mampu bertahan hidup di udara selama berjam-jam di kamar mandi dan malam hari sebelum terhirup oleh orang lain.

Oleh karena itu, untuk mencegah penyebaran TBC, masyarakat diimbau untuk memakai masker saat sedang banyak orang. Biasakan juga menutup mulut dan hidung dengan tisu, saputangan, atau bagian dalam lengan saat batuk atau bersin.

Ani juga mengimbau masyarakat jika memiliki gejala TBC, seperti batuk terus-menerus, baik berdahak maupun tidak. Gejala lainnya termasuk demam dan menggigil yang berkepanjangan, sesak napas dan nyeri dada, serta penurunan berat badan.

Selain itu, berhati-hatilah jika Anda batuk darah. Hilangnya nafsu makan dan berkeringat di malam hari tanpa olahraga juga merupakan gejala TBC.

Sementara itu, dokter dari Koalisi Organisasi Profesi Indonesia Pengendalian Tuberkulosis (KOPI TB) DKI Jakarta, dr. Dimas Dwi Saputro, Sp.A menginformasikan seseorang yang tertular

Mengidap penyakit tuberkulosis (TB) bukan berarti Anda akan langsung sakit keesokan harinya. TBC secara perlahan mempengaruhi kesehatan korbannya.

“Jika Anda tertular TBC sekarang, Anda bisa sakit seminggu lagi, sebulan lagi, setahun lagi, atau 10 tahun lagi karena TBC bergerak secara diam-diam, pelan-pelan,” ujarnya di situs Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Kamis.

Data menunjukkan bahwa orang yang hidup dengan pasien TBC selama satu tahun memiliki peningkatan risiko terkena TBC hingga 50 persen dan terkena TBC dalam waktu dua tahun. Menurut Dimas, ketika kuman penyebab TBC masuk ke sistem pernafasan seseorang, maka akan dimusnahkan oleh sistem kekebalan tubuh.

Namun banyak faktor seperti polusi dan rokok serta asap di dalam rumah yang dapat mengiritasi saluran pernafasan dan memudahkan bakteri masuk.

“Saat polusi masuk, maka ada benteng di sistem pernafasan yang ikut menghalangi polusi tersebut. Lalu masuklah bakteri TBC. Jadi polusi, asap tembakau itu pintu masuknya penyakit TBC. Biar lebih mudah,” kata Dimas. .

Categories
Kesehatan

2 Vaksin Tuberkulosis Baru Segera Diuji di Indonesia, M72 dan Produk CanSinoBIO

bachkim24h.com, Jakarta Obat anti tuberkulosis baru sedang dalam tahap percobaan. Saat ini terdapat 15 vaksin yang berada di bawah pengawasan WHO.

“Saat ini ada sekitar 15 jenis vaksin yang sedang dalam perjalanan ke WHO dan sebagian besar masih dalam tahap awal, sebagian kecil masih dalam tahap awal.” Fase ketiga akan segera menjadi langkah terakhir, pengembangan vaksin,” kata Erlina Burhan, Presiden Koalisi Organisasi Profesi Anti Tuberkulosis, dalam konferensi pers daring memperingati Hari Tuberkulosis Sedunia di Kementerian Kesehatan. Jumat (22/3). /2024).

Dokter spesialis paru ini menambahkan, ada vaksin yang akan segera diuji di Indonesia, yakni vaksin M72. Vaksin ini saat ini sedang diuji di Institut Penelitian Medis Bill & Melinda Gates dan mencakup delapan negara untuk pengujian.

“Ada delapan negara yang berpartisipasi, enam di Afrika dan dua di Asia, yaitu Vietnam dan Indonesia.” Kami sudah mendapat persetujuan etik dan kini menunggu persetujuan klinis dari Badan POM dan kedatangan obatnya. . “

Izin sudah diberikan dan Erlina berharap bisa memulai pengujian pada Mei atau Juni 2024.

“Juga diharapkan hasilnya pada tahun 2028 dan 2029,” jelas Erlina.

Selain M72, vaksin lain yang akan diuji klinis di Indonesia adalah vaksin CanSinoBIO. Ini adalah perusahaan pendukung Tiongkok di Kanada.

“Vaksinnya sedikit berbeda dengan yang lain. “M72 Suntik, CanSino, Platformnya Adenovirus, Dihirup.”

Terkait target CanSinoBio untuk menyelesaikan uji coba vaksin, Erlina mengatakan pihaknya optimistis vaksin tersebut akan tersedia pada tahun 2027.

“Kami optimis target selesainya CanSino pada tahun 2027, tapi saya belum tahu apakah bisa,” kata Guru Besar Ilmu Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Universitas Indonesia (UI) itu.

Target penyelesaian vaksin M72 saat ini dinilai wajar, yakni sekitar tahun 2028-2029.

“Kalau M72, wajar kalau dikatakan mungkin 2028-2029, karena proses pertunangannya tiga tahun, saya mau 2028.”

Sebelumnya, Erlina mengatakan, vaksin baru diperlukan untuk mengatasi TBC karena vaksin lama sudah tidak efektif.

“Vaksin TBC yang ada saat ini, BCG-Baquille Calmette-Guérin, berasal dari tahun 1970. Kami dan Fakultas Kedokteran UI akan segera melakukan uji klinis terhadap vaksin M72, yang diharapkan oleh Bill and Melinda Gates Foundation dapat menarik perhatian masyarakat.” kata Erlina di Jakarta.

Vaksin BCG tidak efektif karena Indonesia masih menjadi negara dengan jumlah kasus TBC tertinggi kedua di dunia.

“FKUI akan mengevaluasi vaksin baru M72 ini. Sekarang kita sedang melakukan uji klinis tahap ketiga, yang kedua sudah menunjukkan berhasil memberantas TBC hingga 50 persen, sehingga BCG tidak berfungsi,” ujarnya.

Selain mengembangkan vaksin M72, Erlina menjelaskan pihaknya terus berinovasi dengan mengurangi pengobatan TBC dari enam bulan menjadi empat bulan.

“Pengobatan TBC membutuhkan waktu 4 bulan, dan kami mencoba melakukan banyak penelitian baru untuk melawan TBC di Indonesia.”

“Setelah itu, Food and Drug Administration (FDA) akan terlibat dalam implementasi rencana pemberian hak edar obat dan vaksin tersebut jika studinya sudah selesai dan dianggap layak untuk digunakan,” tutupnya.