Categories
Kesehatan

Kiamat TB di Indonesia: Kasus Tembus 1 Juta, Bagaimana Nasib Anak-anak Kita?

bachkim24h.com, Jakarta – Indonesia termasuk di antara delapan negara yang menyumbang dua pertiga kasus tuberkulosis (TB) di dunia. Hasil pemeriksaan tertulis tahun 2023 menunjukkan prevalensi TBC paru berdasarkan kelompok umur di bawah satu tahun sebesar 0,08 persen, usia 1-4 tahun 0,42 persen, dan kelompok 5-12 tahun 0,18 persen.

Hal tersebut diungkapkan Deputi Bidang Kemakmuran dan Pemberdayaan Keluarga (KSPK) Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Nopian Andusti.

Data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyebutkan kasus TBC di Indonesia mencapai 1 juta, tepatnya 1.060.000 kasus.

“Angka ini merupakan angka tertinggi sepanjang masa,” kata Nopian dalam acara Kelas Kakek-Nenek (Orang Tua) 9 Seri 2024 dengan topik “Kenali dan Cegah Tuberkulosis (TB) pada Anak” dini secara hybrid pada Kamis (26/09/2021). 2024).

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2022, india akan menjadi negara dengan jumlah kasus TBC tertinggi kedua di dunia setelah India. Jumlah kasus TBC di Indonesia adalah 354 per 100.000 penduduk. Pada tahun 2023, sekitar 809.000 kasus TBC akan terdiagnosis.

Sementara itu, dokter spesialis kebidanan dan kandungan Hasto Wardoyo mengatakan, peningkatan kasus TBC pada tahun 2022 pasca pandemi sangat pesat.

Jumlah kasus TBC belum pernah setinggi tahun 2022, hal ini menunjukkan bahwa vaksin BCG dapat mengalami gangguan serius pada masa pandemi, kata Hasto mengutip keterangan pers, Jumat (27/9/2024).

“TB pada anak sangat buruk karena akan mengganggu tumbuh kembang sekaligus mengganggu tumbuh kembang otak, otomatis membuat SDM kita menjadi lebih baik, bodoh dan sebagainya,” kata Hasto.

Apalagi, lanjut Hasto, kini terdapat TBC yang resistan terhadap obat. Oleh karena itu, para ibu harus berhati-hati dan melakukan vaksinasi lengkap.

“Setelah mereka lahir, anak-anak diberikan vaksinasi untuk mencegah TBC. TBC meningkat, TBC pada anak-anak meningkat, dan kemudian ada TBC jenis baru dalam artian resistan terhadap obat.” resisten terhadap obat. , nanti kalau diberi obat apa pun, mentalnya tidak akan berfungsi,” jelas Hasto.

Selain memperbanyak vaksinasi, yang tidak kalah pentingnya adalah menjaga kesehatan lingkungan. Pasalnya, TBC juga disebabkan oleh rumah yang kotor.

“Jadi rumah yang kotor tidak mempunyai ventilasi yang cukup dan mungkin lembab, sehingga cepat tertular (TB). “Jika satu orang terkena TBC, bisa menular ke orang lain juga,” jelas Hasto.

Anak-anak, terutama yang berusia di bawah lima tahun, merupakan kelompok rentan terhadap penyakit TBC.

Kementerian Kesehatan mencatat terdapat 100.726 anak di Indonesia yang akan tertular TBC pada tahun 2022. Jumlah tersebut merupakan anak usia 0-14 tahun. Rinciannya, 57.024 anak usia 0-4 tahun terkena TBC.

Menurut dokter spesialis anak konsultan saluran pernafasan dan paru-paru (pernafasan) dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Muhammad Fahrul Udin, TBC merupakan penyakit serius yang disebabkan oleh bakteri yang dapat menular melalui udara. Selain menyerang paru-paru, ternyata TBC juga bisa menyerang kulit, mata, dan organ tubuh lainnya.

“Anak-anak sangat rentan karena daya tahan tubuhnya belum berkembang sempurna, inilah pentingnya pengetahuan bagi orang tua agar lebih mewaspadai gejala dan cara pencegahan terkait TBC,” kata Fahrul.

Fahrul mengatakan TBC bisa menular melalui udara, terutama saat orang yang tertular batuk atau bersin. Setiap orang yang bersin menyebarkan 1000 kuman.

Anak-anak lebih mungkin tertular TBC jika ada anggota keluarga yang mengidap TBC aktif. Ventilasi yang buruk di rumah juga meningkatkan risiko penularan karena kuman bersirkulasi di dalam rumah.

“Lebih baik rumahmu terkena sinar matahari, karena kuman bisa mati di bawah sinar matahari.”

Gejala TBC pada anak yang perlu diwaspadai orang tua adalah: Batuk kronis, yaitu batuk yang tidak pernah berhenti, datang dan pergi, lebih dari dua minggu; demam selama lebih dari dua minggu; penurunan berat badan; anak berkeringat di malam hari meskipun ruangan dingin dan tidak ada aktivitas fisik; anak kurang aktif dan lemah; ada pembengkakan kelenjar getah bening.

Categories
Kesehatan

16 Orang Meninggal Tiap Jam Gegara Tuberkulosis, Guru Besar FKUI Erlina Burhan: Tragedi di Depan Mata yang Tak Disadari

bachkim24h.com, Jakarta Indonesia menjadi negara kedua dengan jumlah kasus tuberkulosis atau tuberkulosis (TB) tertinggi.

Hal itu disampaikan Dokter Paru Erlina Burhan saat seremonial pengukuhannya sebagai guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), pada Sabtu, 17 Februari 2024.

“Ada tragedi di depan mata kita yang tidak kita sadari. 1.060.000 kasus per tahun (TB). “140.700 kematian, kalau kita bagi, setiap jamnya 16 orang meninggal karena TBC,” kata Erlina saat ditemui di FKUI, Jakarta Pusat.

Ia mengatakan Indonesia sedang mengejar tujuan eliminasi TBC pada tahun 2030 dengan mengakhiri epidemi TBC saat ini. Dengan demikian, visi untuk mencapai kurang dari satu kasus per juta penduduk dapat terwujud pada tahun 2050. 

“Tahun 2050 jumlah penduduk Indonesia diprediksi 320 juta jiwa. Kalau di tahun 2050 ada 320 juta jiwa, maka hanya sekitar 320 penderita TBC yang bisa hidup di Indonesia, karena itulah tujuan eliminasi.”

“Itu pekerjaan rumah semua pihak,” lanjut Erlina. Kolaborasi dan kerja sama diperlukan karena tidak hanya menjadi masalah bagi masyarakat di bidang kesehatan, namun TBC juga banyak menimbulkan masalah non kesehatan.

“Mulai hari ini harus terstruktur dan masif (pengobatan tuberkulosis) karena di Indonesia masing-masing pihak berusaha bekerja secara mandiri. Ada yang bekerja pada diagnosis, ada yang pada pengobatan, tidak sistematis. Oleh karena itu, semua harus terkoordinasi secara harmonis dan fokus.”

Erlina menilai COVID-19 akan lebih menarik perhatian dibandingkan tuberkulosis. Pengobatan TBC juga dianggap tidak sebesar Covid. Sebab, mereka yang terjangkit Covid bisa saja meninggal lebih cepat.

“Covid cepat mati, tiga hari lalu dinyatakan positif, dua hari kemudian meninggal sehingga masyarakat kaget. Kalau TBC, masyarakat kaget hanya saat batuk darah. paru-paru, tapi kalau hanya peradangan, batuknya muncul lalu hilang.”

Selain itu, berbagai gejala TBC seringkali dianggap normal di masyarakat. Misalnya demam tapi bisa hilang dengan sendirinya, tidak nafsu makan, berat badan turun.

“Tapi diasumsikan mereka tidak nafsu makan karena lelah, diduga penurunan berat badan karena efek makanan, sehingga banyak yang menyangkal, masyarakat tidak memahami bahwa itu gejala TBC. “

“Batuk di Indonesia dianggap biasa, padahal orang normal tidak batuk. Kalau batuk pasti ada sesuatu, radang, berdahak, atau tersedak. Oleh karena itu, harus kita informasikan bahwa batuk itu tidak normal, jadi harus dicari (penyebabnya). ) dengan memeriksa diri kita sendiri.”

Sayangnya, sebagian orang enggan melakukan tes karena takut terdiagnosis TBC.

“Pengalaman saya, ada masyarakat yang takut untuk dites karena takut mengetahui dirinya mengidap TBC. Ada juga orang penting saat kita diagnosa, kalau di rontgen sepertinya tumornya kanker, tapi mereka bilang ‘alhamdulillah bukan TBC’ karena tidak paham. Meskipun tuberkulosis bisa disembuhkan, kanker tidak bisa.

Erlina menegaskan, semua pihak harus sadar bahwa Indonesia merupakan negara dengan jumlah kasus tuberkulosis tertinggi kedua di dunia.

“Meski kuman tuberkulosis dibunuh oleh sinar matahari, kita punya banyak sinar matahari, tapi kita punya banyak pasien tuberkulosis. Saya bilang ini tragedi di depan mata saya. Di luar Nurul (penyebabnya), saya tidak habis pikir. dia.”

Erlina menjelaskan mengapa pengobatan tuberkulosis itu penting. Salah satunya adalah TBC dapat menyebar ke berbagai organ dan menyebabkan kecacatan.

“Kuman tuberkulosis bisa menyerang seluruh organ tubuh, apakah akan menimbulkan akibat tergantung dari berapa lama kuman tersebut berada di sana, seberapa besar kerusakan yang terjadi, serta seberapa parah penyakitnya,” kata Erlina.

Kalau ada kumannya bisa sembuh total. Jika ditangani sejak dini, organ yang terkena dapat kembali normal.

Begitu juga dengan tulang, kalau masih segar bisa sembuh lagi, tapi kalau kerusakannya (akibat kuman tuberkulosis) parah, ada yang patah tulang dan perlu operasi pen.

“Ada orang yang tidak bisa berjalan karena meningitis TBC (basil TBC menyerang otak). Bukan hanya gangguan kognitif, tapi juga ketidakmampuan berjalan. Anak muda tidak bisa jalan karena TBC otak, TBC meningitis. Saya punya pasien yang menggunakan kursi roda bahkan matanya hanya bisa melihat ke satu sisi, jelas Erlina.

TBC yang tidak diobati dapat menjadi lebih parah dan meninggalkan gejala sisa seperti kecacatan yang tidak dapat disembuhkan.

“Kalau sudah parah dan terlambat pengobatan, masih ada gejala sisa. Ada yang cacat, apalagi cacat, bahkan ada yang meninggal. Tapi sebagian besar bisa sembuh, kalau ditangani secepatnya bisa sembuh total,” ujarnya. menyimpulkan.

Categories
Kesehatan

Temukan 261 Kasus TB Baru, Dinkes Kudus Optimalkan Penyisiran Suspek Bersama Dokter Mandiri dan Swasta

bachkim24h.com, Jakarta – 261 kasus baru tuberkulosis (TB) dan kambuh dilaporkan sepanjang Januari hingga Februari 2024 di Provinsi Kudu, Jawa Tengah.

Andini Aridevi, Kepala Pelayanan Kesehatan Quds, mengatakan hasil yang dicapai pihaknya hanya 10 persen dari target tahun 2024.

Kasus yang terdeteksi baru 10 persen dari target 2024 sebanyak 2.383 orang, kata Kepala Dinas Kesehatan Andes di Kudus, Selasa, 5 Maret 2024, dilansir Antara.

Wakil Inspektur Tuberkulosis Kudus Andy Purwono menambahkan, kasus TBC yang terdeteksi antara lain bakteri tahan asam (BTA) baru 159 kasus, relaps 34 kasus, resistensi obat baru 22 kasus, ekstraparu baru 13 kasus, dan baru 33 kasus baru. TBC anak.

Temuan kasus TBC, kata dia, bisa meningkat lagi karena ribuan orang bisa menjadi sasarannya. Sementara proses penerimaan dari fasilitas kesehatan masih berjalan.

Dijelaskan, Dinkes Kudus juga menargetkan mendeteksi 460 kasus tuberkulosis anak pada tahun 2024. Sementara itu, 33 anak terdiagnosis TBC.

Guna mengoptimalkan pengobatan pasien suspek tuberkulosis, Dinkes Qudsi bekerja sama dengan Dokter Mandiri (DPM), Dokter Swasta (DPS) dan klinik.

Hasil pemeriksaan Selasa (3/5) menunjukkan ada 2.648 kasus dugaan TBC, yang meliputi 447 TBC rentan obat (SO), serta 6 TBC resistan obat (RO).

Pemeriksaan kesehatan tetap dilakukan terhadap keluarga pasien dan secara acak. Dinkes Kudus juga memberikan pendampingan kepada pasien TBC yang menderita TBC SO selama enam bulan atau TBC RO selama dua tahun. 

 

Di Indonesia, kasus TBC tidak hanya terjadi di Kudus, Jawa Tengah. Sebelumnya, Dinas Kesehatan Kota Bogor, Jawa Barat mendeteksi 1.002 kasus TBC pada Januari hingga Februari 2024. 154 di antaranya adalah anak-anak.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Bogor Sri Novo Retno di Bogor, Jumat, mengatakan, dari 1.002 kasus TBC, dilaporkan 615 kasus pada Januari 2024 dan 387 kasus pada Februari 2024.

Retno mengatakan Kementerian Kesehatan berkomitmen memperkuat hubungan lintas sektoral untuk mempercepat pemberantasan TBC.

“Pengobatan TBC harus dilakukan secara lintas sektoral untuk mempercepat pemberantasannya. “Kami ingin mempercepatnya, kami yakin akan dimulai bersama-sama,” ujarnya.

Menurut kemkes.go.id, TBC yang sering disingkat TBC atau TBC adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberkulosis. Penyakit ini bisa menyerang siapa saja dan organ tubuh yang diserang biasanya paru-paru, tulang belakang, kulit, otak, kelenjar getah bening dan jantung.

Penularan atau infeksi terjadi ketika orang lain menghirup kuman TBC yang ada dan tersebar di udara. Ketika penderita TBC batuk atau bersin tanpa menutup mulut, bakterinya menyebar ke udara dalam bentuk lendir atau tetesan. Sekali batuk dapat menghasilkan 3.000 semburan lendir yang mengandung hingga 3.500 kuman M. tuberkulosis. Sedangkan sekali bersin mengeluarkan 4500 – 1 juta kuman M. tuberkulosis.

Bakteri masuk ke saluran pernapasan di paru-paru dan dapat menyebar ke bagian tubuh lain. Respon imun tubuh muncul 6-14 minggu setelah terinfeksi.

Categories
Kesehatan

Stunting Bisa Tingkatkan Risiko Anak Terkena Tuberkulosis

bachkim24h.com, Jakarta – Stunting dapat meningkatkan risiko penyakit tuberkulosis atau TBC pada anak. Seperti disampaikan Badan Kesejahteraan Keluarga dan Pemberdayaan Keluarga (KSPK) BKKBN Nopian Andusti, penurunan imunitas akibat masalah gizi dapat meningkatkan risiko terjadinya tuberkulosis aktif.

Stunting dapat meningkatkan risiko terjadinya tuberkulosis aktif karena kurangnya imunitas akibat masalah gizi, dan tuberkulosis yang tidak ditangani dengan cepat dapat menghambat pertumbuhan anak dan dapat menyebabkan stunting. Kurangnya nafsu makan pada anak penderita tuberkulosis juga dapat menyebabkan pertumbuhan yang tidak memadai. . perkembangan.” , kata Nopian di Jakarta dalam kelas Orang Tua (Kerabat) Hebat yang mengangkat tema “Mengenali dan Mencegah Tuberkulosis pada Anak Usia Dini”, Jumat, dilansir ANTARA.

Indonesia, kata Nopian, termasuk dalam delapan negara dengan jumlah kasus TBC tertinggi.

“Indonesia merupakan salah satu dari delapan negara penyebab 2/3 kasus tuberkulosis di dunia. Hasil survei tertulis pada tahun 2023 menunjukkan prevalensi tuberkulosis paru berdasarkan kelompok umur kurang dari satu tahun sebesar 0,08 persen, 1- 4 tahun sebesar 0,42 persen, dan kelompok 5-12 tahun 0,18 persen, kata Nopian.

Sementara itu, Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi Hasto Wardoyo yang menjabat Kepala BKKBN pada tahun 2019-2024 mengatakan pada tahun 2022 akan terjadi peningkatan kasus tuberkulosis yang signifikan. Oleh karena itu, Hasto menekankan pentingnya Bacills Calmette Guerin ( Vaksin BCG) diberikan kepada bayi sebelum usia 1 bulan untuk mencegah tertularnya penyakit tersebut.

“Peningkatan kasus TBC pada tahun 2022 pasca pandemi sangat pesat. TBC pada anak kecil cukup serius karena akan mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan otak juga terpengaruh,” jelas Dokter Hasto.

 

Tak hanya itu, Hasto juga menekankan pentingnya orang tua memahami TBC yang resistan terhadap obat.

“Sekarang ada TBC yang resistan terhadap obat, hati-hati setiap ibu, vaksin itu penting, begitu anak lahir, mereka diberikan vaksinasi untuk mencegah terjadinya TBC karena TBC terus meningkat, kemudian muncul jenis baru. TBC, resistan terhadap obat. Jadi kalau TBC itu resistan terhadap obat, jadi kalau diberikan obat apa pun, tidak akan berhasil, katanya.

 

Kesehatan lingkungan, kata Hasto, juga penting untuk melindungi masyarakat karena rumah yang kotor juga menjadi penyebab penyakit TBC.

“Jadi kalau rumah yang kotor, ventilasinya buruk, dan lembab, maka (penularannya) cepat menular, sehingga kalau ada yang mengidap TBC bisa menular ke orang lain,” jelasnya.

Sebagai informasi, anak-anak di bawah usia lima tahun termasuk kelompok yang berisiko terkena tuberkulosis. Data Kementerian Kesehatan menunjukkan di Indonesia terdapat 100.726 anak yang terkena tuberkulosis pada tahun 2022. Jumlah tersebut termasuk anak usia 0-14 tahun. Rinciannya, terdapat 57.024 anak usia 0-4 tahun yang mengidap TBC.

Categories
Hiburan

Dinkes Kota Surabaya dan ERHA Ultimate Adakan Family Gathering Penderita Tuberkolosis

bachkim24h.com, Surabaya Tuberkulosis atau TBC merupakan salah satu tantangan kesehatan yang dihadapi masyarakat di Kota Surabaya. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Surabaya, diperkirakan pada tahun 2023 terdapat lebih dari 10.000 kasus tuberkulosis di Kota Surabaya, dengan jumlah pasien yang dirawat oleh Dinas Kesehatan Kota Surabaya lebih dari 8.800 orang.

Secara nasional, Kementerian Kesehatan juga mencatat angka kejadian tuberkulosis di Indonesia sebesar 301 kasus per 100.000 penduduk dan angka kematian sebesar 34 kasus per 100.000 penduduk. Hal ini menjadikan india sebagai negara penyumbang kasus TBC terbesar kedua setelah India.

Penyakit yang terutama menyerang paru-paru ini diakui sebagai penyebab utama kematian akibat penyakit menular di dunia. Untuk mengatasi hal tersebut, ERHA Ultimate turut serta dalam program pemerintah terkait tujuan percepatan pemberantasan penyakit TBC pada tahun 2030, mendukung Dinas Kesehatan Kota Surabaya dalam menyelenggarakan acara kumpul keluarga ratusan korban TBC di Taman Flora Kota Surabaya. (05/03).

Bentuk dukungan ini merupakan bagian dari fokus ERHA Ultimate dalam mewujudkan bisnis berkelanjutan, kata Omar Saputra, Head of CSR and Corporate Relations Arya Noble Group, perusahaan induk ERHA.

“Kami berkomitmen untuk terus membantu masyarakat mengakses pengetahuan kesehatan dan penyakit sehingga mereka dapat menjalani masa depan yang sehat. Hal ini sejalan dengan Sustainable Development Goals (SDGs) poin nomor tiga (3) kesehatan dan kesejahteraan masyarakat yang baik serta kemitraan untuk mencapai tujuan SDGs poin nomor tujuh belas (17),” ujarnya.

“Kami percaya kolaborasi antara ERHA Ultimate, Dinas Kesehatan Kota Surabaya dan pemangku kepentingan lainnya akan membantu pemberantasan TBC di Surabaya,” tambahnya.

 

Dalam acara yang digelar di Taman Flora Kota Surabaya, Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya Ibu Nanik Sukristina S.KM, M.Kes juga hadir untuk memberikan edukasi langsung kepada masyarakat tentang pentingnya disiplin dan cara minum obat TBC. Untuk mencegahnya. Selain itu beliau juga mengapresiasi langkah cepat ERHA yang mengambil peran berkolaborasi dengan Dinas Kesehatan Kota Surabaya untuk mencapai tujuan pemberantasan TBC di Kota Surabaya.

“Pada awal tahun 2024, Dinas Kesehatan Kota Surabaya telah melakukan pemeriksaan atau screening TBC massal terhadap 273.000 masyarakat di Kota Surabaya. Kami bekerja sama dengan mitra layanan kesehatan strategis untuk mempermudah menemukan penderita TBC. Sebagai peran serta aktif masyarakat pendukung, peran Puskasmas tentunya menjadi ujung tombak dalam upaya pemberantasan TBC di Kota Surabaya. “Banyak pasien yang terang-terangan malu dengan diagnosis TBCnya sehingga menyulitkan kami untuk menjangkau mereka,” kata Nanik.

 

“Hari ini kami berkumpul dengan keluarga pasien TBC untuk membantu memberdayakan mereka, memberikan informasi lebih lanjut kepada pasien dan hipnoterapi agar mereka tidak lupa meminum obat pengobatan TBC yang kami berikan melalui Puskasmus. Kami berharap melalui kerja sama yang aktif, seperti “yang dilakukan ERHA hari ini, masyarakat menjadi lebih sadar akan pentingnya pemeriksaan kesehatan, terutama pada berbagai penyakit menular seperti tuberkulosis,” tegas Nanik.

Dengan misi untuk menciptakan kualitas hidup yang lebih baik bagi seluruh masyarakat, ERHA secara berkelanjutan melakukan berbagai kegiatan sosial khususnya di bidang kesehatan. Diharapkan melalui kerjasama yang holistik antara pemerintah, masyarakat dan pemangku kepentingan dapat tercipta keselarasan untuk mengatasi permasalahan dan permasalahan yang dihadapi masyarakat.

Categories
Kesehatan

Panduan Minum Obat Terapi Pencegahan Tuberkulosis Selama Ramadhan Menurut Dokter

bachkim24h.com, Jakarta Terapi Pencegahan Tuberkulosis atau TPT merupakan upaya pengobatan yang dilakukan untuk mencegah orang yang mengidap TBC agar tidak jatuh sakit.

Menurut Erlina Burhan, Ketua Koalisi Organisasi Profesi Tuberkulosis (KOPI TB), TPT diberikan di Indonesia dengan tiga cara: isoniazid selama enam bulan atau 6 jam, kombinasi isoniazid dan rifapentine selama tiga bulan, atau kombinasi ‘ Isoniazid dan rifampisin 3HP selama tiga bulan atau 3HR

“Isoniazid dosis tinggi plus rifapentine keren banget. Cukup untuk tiga bulan. Dan itu tidak setiap hari. Seminggu sekali selama 12 minggu,” kata Erlina dalam konferensi media memperingati Hari Tuberkulosis Sedunia bersama Kementerian Kesehatan Kesehatan, Jumat (22/3/2024) secara daring.

“Dan jika tidak, kita bisa menggunakan isoniazid dan rifampisin secara bersamaan selama tiga bulan. Tapi begitulah yang terjadi setiap hari,” tambahnya.

Tablet TPT umumnya dapat diminum kapan saja dan tidak terikat jam. Begitu pula saat Ramadhan, Anda bisa mengonsumsi TPT pada saat berbuka puasa atau sahur.

“Kapan selalu diberikan TPT? Gratis. Hal utama adalah bahwa hal itu mungkin dan nyaman. “Ada orang yang suka minum di pagi hari. Selamat siang. Selamat siang. Selamat malam,” balas Erlina kepada Health bachkim24h.com.

Pakar penyakit paru-paru menambahkan bahwa sama seperti orang dewasa, anak-anak yang sedang menerima pengobatan TBC dapat meminum obat tersebut kapan saja.

“Apakah waktu pemberian dosis untuk anak-anak dan orang dewasa sama? Hal yang sama setiap saat, yang penting pada waktu yang tepat. Mohon anggap ini penting setiap hari jika ini adalah rekomendasi harian.”

Contoh obat TPT yang diminum setiap hari adalah isoniazid selama enam bulan atau 6 jam dan kombinasi isoniazid dan rifampisin selama 3 bulan atau 3HR.

Sedangkan penggunaan isoniazid dan rifapentine secara bersamaan seminggu sekali selama tiga bulan atau 3HP.

“Kalau minum ramuan 3HP minggu ini di hari Senin. Minggu depan akan menjadi hari Senin lagi. “Prinsipnya, jam kerjanya akan sama. Tapi kalau berbeda, tidak akan terlalu banyak. Selisih satu atau dua jam tetap bagus.”

Lalu apa saja pedoman mengonsumsi TPT selama Ramadhan?

“Ya, di bulan Ramadhan kita bisa makan dan minum pada malam dan subuh. Oleh karena itu, lebih baik memilih dan meminum obat TBC saat perut kosong.”

Jadi ketika tiba waktunya berbuka, Pasien bisa berbuka puasa dengan air mineral. Kemudian minum obat untuk mengobati TBC.

“Mengapa lebih baik minum saat perut kosong? Agar obat dapat bekerja dengan efisiensi penuh, bagaimana setelah makan? “Ya, tapi jangan langsung melakukannya. Tunggu dua atau tiga jam kemudian.”

Meski bisa dilakukan kapan saja, Erlina menyarankan agar mereka yang menjalani terapi meminum obat tersebut saat berbuka puasa.

“Sering kali di penghujung Ramadhan saya malas makan sahur. Jadi saya tidak merekomendasikannya. Jika Anda tidak bangun pagi, Anda tidak akan minum obat. Jadi kalau malam lebih baik,” jelasnya.

Jika cakupan TPT tinggi dan pengobatan berjalan baik, lanjut Erlina, bahkan banyak orang yang tertular TBC. Mereka tidak akan sakit. Seperti dijelaskan sebelumnya Infeksi tidak berarti Anda sakit. Kemungkinan kuman TBC tersebut bersifat dorman atau dorman di dalam tubuh sehingga tidak menimbulkan keluhan apa pun.

Guru Besar Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Universitas Indonesia (UI) juga menjelaskan cara mengakses layanan TPT.

“TPT bisa diakses di FKTP (Fasilitas Kesehatan Tingkat Satu), khususnya di puskesmas. Dan itu gratis. Ingat, ini gratis.”

TPT penting karena terbukti memberikan dampak positif dalam menurunkan jumlah kasus TBC. Beberapa dampak TPT terhadap pemberantasan tuberkulosis antara lain: Penelitian nasional di Inggris menemukan bahwa TPT mengurangi risiko tuberkulosis sebesar 24-86 persen di antara seluruh populasi berisiko. Ini termasuk orang yang didiagnosis menderita TBC laten. TPT telah terbukti mengurangi risiko TBC atau kematian akibat TBC pada pasien HIV yang memakai ARV secara teratur hingga 60 persen.

Categories
Kesehatan

[Kolom Pakar] Prof Tjandra Yoga Aditama: 5 Hal Terkait Obat Pencegahan Tuberkulosis

bachkim24h.com, Jakarta – Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan penting di dunia dan di sini. Indonesia kini menjadi negara penyumbang kasus tuberkulosis tertinggi kedua di dunia, dimana sebelumnya kita berada di peringkat ketiga. Padahal sudah ada Keputusan Presiden No. 67 Tahun 2021 tentang tuberkulosis, tujuan mengakhiri tuberkulosis pada tahun 20230 jelas masih menjadi tantangan besar.

Pada 14 Februari 2024, beberapa hari lalu, WHO mengeluarkan “pernyataan darurat” tentang obat-obatan untuk mencegah tuberkulosis. Ini menjadi hal yang menarik, karena biasanya yang dibicarakan hanya pengobatan terhadap mereka yang sudah sakit, namun ditegaskan juga bahwa ada obat untuk mencegah tuberkulosis.

Dalam publikasi WHO tertanggal 14 Februari 2024, terdapat lima hal yang tidak hanya ingin kita ketahui, tetapi harus diterapkan di Indonesia.

Pertama, sekitar seperempat penduduk dunia terinfeksi virus tuberkulosis, dan di negara kita jumlah ini mungkin lebih tinggi lagi. Bahkan, ia tidak akan sakit, baik karena bakteri TBC yang tidak aktif maupun karena daya tahan tubuhnya.

Nah, berbagai penelitian menunjukkan bahwa sekitar 5-10% di antaranya akan terserang tuberkulosis, dan penyakit tersebut akan muncul 2 hingga 5 tahun setelah infeksi awal. 

Kedua, WHO dengan jelas mengutip bukti ilmiah yang menunjukkan bahwa pengobatan pencegahan TBC (“Pengobatan Pencegahan TBC – TPT”) bagi mereka yang berisiko tinggi akan mengurangi risiko terkena penyakit TBC.

Pada bulan September 2023, pada pertemuan global “Pertemuan Tingkat Tinggi PBB tentang Tuberkulosis” disepakati komitmen untuk memperluas pengobatan pencegahan tuberkulosis kepada 45 juta orang. Indonesia harus menjadi bagian dalam mencapai angka global ini, sementara cakupan kita saat ini masih rendah.

 

 

Ketiga, khusus untuk pengobatan pencegahan TBC bagi yang menemui pasien multidrug-resisten/rifampisin-TB (MDR/RR-TB). 

Oleh karena itu, pada tahun 2024, WHO merekomendasikan untuk memasukkan penggunaan levofloxacin selama 6 bulan, hal ini sejalan dengan hasil penelitian terbaru di Afrika Selatan dan Vietnam. Tentu akan sangat baik jika ke depan hasil penelitian Indonesia bisa menjadi rujukan dunia.

Keempat, adanya perubahan dosis rejimen pengobatan anti tuberkulosis obat levofloxacin dan rifapentine, serta pemberian simultan dengan obat dolutegravir. Ini merupakan fitur baru yang diharapkan dapat memberikan pencegahan lebih baik.

 

Kelima, adanya kombinasi rekomendasi “skrining WHO” tahun 2021 dan “pedoman WHO tentang tes baru infeksi tuberkulosis. Juga terdapat pembaruan algoritma tentang cara melakukan pengobatan preventif tuberkulosis bagi mereka yang bersentuhan dengan tuberkulosis. pasien”. , kelompok ODHA dan kelompok risiko tinggi lainnya.

Saya berharap jumlah orang yang berobat untuk mencegah TBC di negara kita terus bertambah banyak, sehingga masyarakat di Indonesia benar-benar terlindungi dari penyakit TBC yang setiap jamnya menyebabkan 16 orang meninggal di Indonesia, sungguh miris sekali.

 

Prof. Tjandra Yoga Aditama

Direktur Studi Sarjana Universitas YARSI / Profesor FKUI / Mantan Direktur Penyakit Menular WHO untuk Asia Tenggara

Categories
Kesehatan

Upaya Kemenkes Tanggulangi Kasus TB di Indonesia

bachkim24h.com, Jakarta – Data Global TB Report 2023 menunjukkan Indonesia menjadi negara kedua dengan jumlah kasus tuberkulosis (TB) tertinggi setelah India. Diperkirakan 1.060.000 kasus dan 134.000 kematian akibat TBC terjadi di negara ini setiap tahunnya.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) Kementerian Kesehatan Masyarakat (Kemenkes) dr. Imran Pambudi mengatakan peningkatan deteksi TBC pada tahun 2023 meningkat menjadi 77% yaitu 820.789 kasus, dengan 134.528 kasus TBC terdeteksi pada anak. Peningkatan deteksi ini merupakan hal yang baik dalam upaya pemberantasan TBC.

“Penemuan kasus ini bagus karena bisa kita tangani secara langsung dan bisa segera diobati agar tidak menular ke orang lain,” kata Direktur P2PM dalam temu media melalui zoom meeting, Jumat (22/3). /). ) 2024).

Pencegahan TBC, kata Imran, ada dalam Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2021. Menurutnya, Indonesia merupakan satu-satunya negara yang mengadakan pemilihan presiden terkait TBC.

“Satu-satunya negara yang mempunyai Perpres terkait TBC adalah Indonesia, karena kata Presiden, masalah TBC bukan hanya masalah kesehatan saja, tapi harusnya berbagai kementerian dan sektor juga ikut bertanggung jawab,” ujarnya. Mempercepat Pengobatan TBC

Upaya percepatan pengendalian TBC di Indonesia dilakukan melalui beberapa pilar yaitu pencegahan, promosi kesehatan, deteksi, pengobatan dan surveilans, serta di berbagai sektor.

Pertama, pencegahan tuberkulosis dengan mengadakan pertemuan kesadaran untuk memperluas pemberian terapi pencegahan. Kedua, promosi kesehatan dengan melaksanakan kampanye TBC komunitas dan multisektoral pada peringatan TBC dan hari kesehatan nasional.

Ketiga, deteksi, pengobatan, dan surveilans dengan penemuan kasus aktif pada kontak rumah tangga dan populasi berisiko, seperti Lapas/Rutan pada tahun 2022-2023. Pemerintah juga meluncurkan penggunaan rezim pengobatan BPaL/M secara nasional mulai Januari 2024 setelah penerapan awal di 4 provinsi.

Keempat, kolaborasi multisektoral yaitu diselenggarakannya High Level TB Meeting (HLM) untuk memantau keterlibatan 19 kementerian dalam upaya pemberantasan TBC, serta pembentukan Forum Kemitraan Percepatan Pengendalian TBC (WKPTB) yang melibatkan 19 kementerian. kementerian dan 35 mitra.

Upaya lain yang dilakukan Kementerian Kesehatan melalui P2PM yaitu pertemuan dengan Kementerian Koordinator PMK dan kementerian lain untuk membahas rumah singgah bagi pasien TB resistan obat (DR), pelatihan TBC, yaitu kegiatan pendampingan bagi tenaga kesehatan TBC. program (dokter, perawat, apoteker, teknisi laboratorium), dan optimalisasi deteksi kasus TBC melalui kegiatan skrining dan penelusuran kontak kolaboratif dengan kader/komunitas.

Pelatihan daring bagi petugas kesehatan melalui platform e-learning TBC, lokakarya komunikasi motivasi bagi organisasi penyintas TBC, dan lokakarya perencanaan logistik program TBC.

Ketua KOPI TB Pusat Prof. dr. Erlina Burhan yang juga menjadi narasumber pada konferensi pers tersebut menjelaskan, penyakit TBC dapat diobati dan dicegah melalui Terapi Pencegahan Tuberkulosis (TPT).

“TPT merupakan pengobatan yang diberikan kepada seseorang yang terinfeksi Mycobacterium tuberkulosis dan berisiko terkena TBC,” kata Prof. Erlina.

Dampak TPT dalam eliminasi tuberkulosis adalah dapat menurunkan risiko tuberkulosis sebesar 24-86% pada seluruh populasi berisiko, termasuk yang terdiagnosis tuberkulosis laten. Hal ini mengurangi risiko TBC atau kematian akibat TBC pada pasien HIV yang memakai ARV secara teratur hingga 60%. Pasien anak yang mengonsumsi TPT mengurangi risiko TBC hingga 82%. kata Prof. Erlina.

Laporan investasi kasus terkini menegaskan bahwa pelaksanaan skrining TBC yang dibarengi dengan terapi pencegahan TBC (TPT) mempunyai potensi besar dalam menurunkan jumlah kasus dan kematian TBC. Laporan ini menyoroti bahwa investasi di bidang kesehatan masyarakat sangat penting untuk memenuhi kebutuhan populasi rentan dan mencapai tujuan global untuk mengakhiri TBC.