JAKARTA – Selingkuh tidak selalu dilakukan oleh laki-laki. Wanita juga terbukti tidak jujur dalam situasi tertentu. Tak hanya berdasarkan asumsi, mereka terang-terangan mengakui hal tersebut saat menjadi responden kajian ilmiah.
Menariknya lagi, alasan wanita selingkuh tidak selalu berkaitan dengan materi. Para peneliti menemukan bahwa wanita selingkuh karena mereka menginginkan “gen yang baik” untuk keturunannya. Hal ini dikenal dengan teori pernikahan jamak.
Kenyataannya, perempuan cenderung mencari pasangan selingkuh yang lebih menarik untuk memperbaiki keturunan mereka, namun tetap bersama pasangan sah mereka, yang akan menjadi orang tua yang lebih baik. Namun, beberapa responden menyatakan bahwa penyebab perselingkuhan adalah karena rasa bosan atau kurangnya perhatian dari pasangannya.
Diberitakan Daily Mail, Rabu (31/7/2024), studi tentang motif perselingkuhan perempuan dilakukan oleh peneliti Australia dan Inggris terhadap 254 responden heteroseksual, 116 di antaranya adalah perempuan. Para peneliti meminta mereka untuk menilai daya tarik fisik, pribadi, dan orang tua terhadap kedua pasangan.
Peserta diminta menilai daya tarik fisik dengan mengatakan, “Dia terlihat sangat seksi”, “Saya tidak suka penampilannya”, atau “Dia agak jelek”.
Sebuah studi yang diterbitkan dalam jurnal Evolution and Human Behavior menemukan bahwa wanita menilai daya tarik fisik pasangannya yang selingkuh 1,93 poin lebih tinggi dibandingkan pasangan sahnya. Sedangkan minat orang tua lebih rendah sebesar 3,33 poin.
Temuan ini mendukung teori poligami, di mana perempuan berbuat curang untuk mendapatkan gen yang baik sambil memercayai pasangan utamanya sebagai orang tua yang baik. Namun, para peneliti melaporkan bahwa mereka tidak menemukan bukti bahwa partisipan lebih memilih pasangan yang selingkuh dibandingkan pasangan jangka panjang.
“Perselingkuhan adalah sebuah taktik yang memiliki sejumlah strategi yang konsisten secara evolusi, termasuk memperoleh sumber daya tambahan, beralih ke pasangan utama baru dan, khususnya dalam penelitian kami, mencapai keuntungan genetik untuk keturunannya,” Maken Murphy, seorang mahasiswa pascasarjana di University of Melbourne kata Psypost.
“Tetapi meskipun manusia berevolusi untuk berbuat curang, bukan berarti kita harus berbuat curang, dan kebanyakan orang tidak melakukannya.”