Categories
Kesehatan

Penjual Takjil Gunakan Senyawa Berbahaya dalam Produk Pangan, BPOM Ungkap Risikonya

bachkim24h.com, Jakarta Pedagang takjil yang mencari peruntungan saat Ramadhan tak lepas dari pengawasan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Menurut Plt Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Lucia Rizka Andalusia, di antara sekian banyak pedagang takjil masih ada yang nakal karena menggunakan bahan berbahaya. Misalnya pewarna rhodamin b, formalin, dan boraks.

“Beberapa senyawa berbahaya yang digunakan pada makanan siap saji, misalnya pewarna rhodamin b. Kemudian formalin, bersifat pengawet, sehingga tidak mudah basi, tidak mudah basi, terutama pada makanan yang mengandung air, misalnya agar-agar. , mie, dikasih formalin,” kata Lucia saat memaparkan hasil intensifikasi pengawasan pangan selama Ramadhan di Jakarta Pusat, Senin (1/4/2024).

Bahan terlarang lainnya yang ditemukan BPOM dari pedagang nakal adalah boraks. Bahan ini digunakan untuk menciptakan tekstur kenyal pada makanan, misalnya bakso.

Lantas, apa saja bahaya mengonsumsi takjil yang mengandung zat terlarang tersebut?

Senyawa ini tidak aman untuk dikonsumsi manusia. Senyawa ini sering digunakan pada tekstil, sebagai pengawet non-makanan, padahal kita tahu formaldehida digunakan untuk mengawetkan mayat.

“Kerusakannya bermacam-macam, dari yang ringan hingga yang serius. Yang parah, jika dikonsumsi dalam jumlah banyak akan bersifat karsinogenik, bisa menyebabkan kanker,” jelas Lucia.

Sedangkan gejala ringannya bisa berupa mual, muntah, pusing, serta risiko keracunan makanan secara umum.

Produk pangan yang mengandung zat berbahaya jika terus dikonsumsi dapat merugikan masyarakat dan memicu munculnya generasi yang tidak unggul.

“Kalau konsumsinya terus menerus walaupun dalam jumlah sedikit, tentu sangat berbahaya bagi masyarakat dan masa depan Indonesia, generasi muda kita juga tidak sehat dan tidak unggul,” kata Lucia.

Salah satu ciri takjil yang berbahaya adalah tidak dihinggapi lalat. Hal ini terutama berlaku untuk makanan ringan dengan formaldehida.

“Ada lilin yang mengandung zat berbahaya, misalnya formaldehida. Makanan yang terkena formalin, lalat tidak akan hinggap. “Jadi lalat pun ada tandanya tidak diserang,” kata Plt. Deputi Pengawasan Pangan Olahan, Ema Setyawati pada kesempatan yang sama.

Sedangkan makanan yang berwarna, biasanya warnanya sangat terang. Warnanya sangat indah, namun berbahaya.

Lucia juga menjelaskan tentang kemasan takjil yang cantik untuk kemasan makanan.

“Pada dasarnya kami berharap seluruh kemasan adalah kemasan yang tidak mengandung bahan berbahaya dan tidak membahayakan lingkungan. “Kami berharap kemasannya juga terbuat dari plastik yang dapat didaur ulang dan food grade,” kata Lucia Health kepada bachkim24h.com.

Intinya, lanjut Lucia, jika ada makanan panas jangan dimasukkan ke dalam styrofoam atau plastik, karena bisa mengeluarkan zat berbahaya.

Sebelumnya, Lucia mengatakan, sepanjang Ramadhan dan menjelang Idul Fitri 1445 H/2024, BPOM akan kembali menggencarkan pengawasan pangan.

Sejak 4 Maret 2024, petugas BPOM di 76 Unit Pelaksana Teknis (UPT) BPOM yang tersebar di seluruh Indonesia turun lapangan untuk melakukan sidak bersama terhadap sektor dan masyarakat terkait. Kegiatan akan berlanjut hingga 1 minggu setelah Idul Fitri.

Kegiatan pengawasan ini terfokus pada produk pangan olahan dalam kemasan yang tidak memenuhi ketentuan (TMK), seperti tidak ada izin edar (TIE)/ilegal, kadaluarsa, rusak dan pangan takjil buka puasa dengan bahan terlarang.

BPOM mengarahkan pengelolaan fasilitas distribusi yang memiliki rekam jejak buruk, termasuk gudang merek, sejalan dengan tren belanja masyarakat yang sering dilakukan secara online.

Hingga kegiatan peninjauan Tahap IV, pemeriksaan menargetkan 2.208 fasilitas yang terdiri dari 920 fasilitas ritel modern, 867 fasilitas ritel tradisional, 386 gudang distributor, 28 gudang importir, dan 7 gudang e-commerce.

Dari hasil pemeriksaan, kami menemukan 628 fasilitas (28,44%) yang menjual produk TMK berupa makanan TIE, kadaluwarsa, dan basi, dengan total pencarian makanan TMK sebanyak 188.640 kali yang diperkirakan bernilai lebih dari Rp. 2,2 miliar”, jelas Lucy.