bachkim24h.com, Ada kabar menggembirakan dari sektor manufaktur Jakarta. PT Sri Rejeki Isman (Sritex), produsen tekstil dan produk tekstil, akhirnya dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Kota Semarang.
Keputusan pailit itu diambil setelah mengabulkan permintaan salah satu kreditur perusahaan tekstil itu yang berupaya membatalkan perjanjian damai untuk menunda kewajiban pembayaran utang yang telah disepakati sebelumnya.
Haruno Patriadi, Juru Bicara Pengadilan Niaga Kota Semarang di Semarang, Rabu, membenarkan keputusan yang mengakibatkan PT Shritex bangkrut.
Menurut dia, putusan sidang yang dilakukan Ketua Hakim Muhammad Anshar Majeed telah menyelesaikan tuntutan PT Indo Bharat Rayon sebagai debitur PT Shritex. “Sesuai dengan permohonan pemohon. Batalkan PKPU Shanti Yojana pada Januari 2022,” ujarnya.
Dalam putusan itu, kata dia, ditunjuk seorang kurator dan hakim pengawas. “Selanjutnya Wali Amanat akan mengagendakan pertemuan dengan para debitur,” imbuhnya.
Sebelumnya, pada Januari 2022, PT Shritex digugat oleh debiturnya, CV Prima Carya, yang mengajukan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU).
Pengadilan Niaga Kota Semarang mengabulkan perkara PKPU terhadap PT Shritex dan tiga perusahaan tekstil lainnya.
Seiring berjalannya waktu, Sritex kembali digugat oleh PT Indo Bharat Rayon karena dianggap gagal memenuhi kewajiban pembayaran utang yang telah disepakati.
Emiten tekstil PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex buka suara dengan menyebut perusahaannya bangkrut.
Chief Financial Officer Sritex Wali Salam menjelaskan, perusahaannya belum bangkrut dan masih beroperasi. “Itu tidak benar, karena perseroan masih menjalankan usahanya dan belum ada keputusan pailit yang diambil oleh pengadilan,” kata Vallee dalam keterangan resmi keterbukaan informasi, dikutip Selasa (25/6/2024) ini.
Namun diakui Valley, kinerja perseroan saat ini mengalami penurunan pendapatan yang cukup tajam karena beberapa faktor, yakni dampak COVID-19 terhadap perang.
Hal ini menciptakan persaingan yang ketat dalam industri tekstil global. Setelah itu, kelebihan pasokan tekstil di China menyebabkan harga turun.
“Produk dumping tersebut terutama ditujukan ke negara-negara di luar Eropa dan China yang memiliki peraturan impor fleksibel, salah satunya Indonesia,” jelasnya.
Akibat ketentuan itu, Valley mengungkapkan, perseroan meminta keleluasaan kepada kreditur dan mayoritas menyetujui. Restrukturisasi ini diselesaikan dengan penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
Restrukturisasi yang dilakukan oleh PKPU telah selesai dan mempunyai kekuatan hukum tetap sesuai dengan putusan PKPU tanggal 25 Januari 2022 tentang Perkara PKPU Nomor 12/Pdt-Sus-PKPU/2021/PN Niaga Semarang, lanjut Weli.
Valley menambahkan, perseroan terus menjaga kelangsungan bisnis dan operasional dengan menggunakan kas internal dan dukungan sponsor.