Categories
Kesehatan

Penyebab Marissa Haque Meninggal Jadi Sorotan, Kenali Bedanya Henti Jantung vs Serangan Jantung

bachkim24h.com, Jakarta – Kepergian mendadak Marissa Haque pada Rabu 2 Oktober 2024 mengejutkan banyak orang. Aktor, politisi, dan pelajar ini tidak pernah mengeluhkan penyakit serius sebelum kematiannya. Namun kisah tak terduga tersebut menimbulkan banyak pertanyaan, terutama mengenai penyebab kematiannya.

Menurut Shahnaz Haque, adik Marissa, pihak keluarga meyakini Marissa Haque meninggal karena serangan jantung. Usai pemakaman, Shahnaz berkata, “Kami menduga itu serangan jantung. Serangan jantung dan penyakit jantung itu berbeda ya. Kami tidak punya riwayat penyakit jantung.”

Kata-kata ini dengan cepat menarik banyak perhatian, apalagi kata membuat jantung berdebar-debar dan membuat jantung berdebar-debar seringkali disalah artikan dengan hal yang sama. Namun kenyataannya kedua hal ini sangatlah berbeda. Lantas, apa perbedaan serangan jantung dan serangan jantung? Apa yang dimaksud dengan henti jantung?

Serangan jantung, juga dikenal sebagai serangan jantung, terjadi ketika jantung berhenti berdetak secara tiba-tiba. Artinya darah tidak mengalir ke seluruh tubuh, termasuk otak dan organ vital lainnya.

Oleh karena itu, seseorang yang terkena serangan jantung akan kehilangan kesadaran dan jantungnya tidak terdeteksi.

Dokter spesialis kardiovaskular Vito Damay menjelaskan, serangan jantung seringkali disebabkan oleh masalah pada sistem kelistrikan jantung, seperti aritmia yang fatal. Apa yang dimaksud dengan henti jantung?

Menurut Vito, henti jantung adalah saat jantung berhenti bekerja dan merupakan keadaan darurat medis yang memerlukan intervensi segera, seperti resusitasi jantung paru (CPR) atau penggunaan defibrilator.

Serangan jantung biasanya terjadi tanpa peringatan dan seringkali berujung pada kematian jika tidak ditangani dengan cepat. Penyakit yang disebut juga dengan Sudden Cardiac Death (SCD) ini menyebabkan kematian mendadak, bahkan saat tidur, seperti yang diduga dialami Marissa Haque.

Sedangkan serangan jantung atau infark miokard merupakan penyakit yang terjadi ketika darah mengalir melalui pembuluh darah jantung. Penyumbatan ini disebabkan oleh tersumbatnya aliran darah ke arteri sehingga memutus pasokan oksigen ke jantung.

Serangan jantung merusak sebagian otot jantung, namun tidak selalu menyebabkan serangan jantung. “Serangan jantung adalah masalah peredaran darah, sedangkan serangan jantung adalah masalah kelistrikan yang menyebabkan jantung berhenti tiba-tiba,” ujarnya.

Namun jika serangan jantung tidak segera ditangani, dapat menyebabkan gangguan jantung yang pada akhirnya berujung pada serangan jantung.

 

Meninggalnya Marissa Haque menimbulkan banyak pertanyaan, apalagi tidak ada tanda-tanda awal penyakitnya. Vito menegaskan, serangan jantung seringkali terjadi tanpa gejala atau riwayat penyakit jantung.

Lebih lanjut Vito menjelaskan, banyak pembuluh darah tersumbat yang tidak terdiagnosis dan akhirnya berujung pada kematian mendadak. Kebanyakan wanita tidak mau memeriksakan diri secara rutin karena merasa sehat. Padahal, pemeriksaan kesehatan secara rutin sangat penting untuk mendeteksi adanya gangguan jantung.

 

Kemampuan melakukan Resusitasi Jantung Paru (RJP) sangat penting terutama pada saat serangan jantung mendadak.

Menurut Dr. Jetty R. H. Sedyawan, Sp.Jp, intervensi dini dapat meningkatkan peluang korban untuk bertahan hidup sekaligus melindungi otaknya dari kerusakan. Namun, agar dapat melakukan CPR dengan baik, diperlukan pemahaman mendalam mengenai langkah-langkahnya.

Vani Purbayu, Instruktur Pertolongan Pertama di Paramedic Medicine One, menjelaskan lima langkah kunci dalam DRCAB, akronim yang merangkum langkah-langkah dasar CPR. Berikut rinciannya: 1. Kesadaran lingkungan (Bahaya)

Langkah pertama adalah memastikan lingkungan aman untuk membantu korban. Hal ini penting untuk menghindari kerugian lebih lanjut bagi dirinya dan orang lain di sekitarnya. Jika situasinya jelas, tim penyelamat bisa mulai mendekati korban. Pada pertengahan tahun 2017, Vani mengatakan: “Pastikan tidak ada bahaya seperti sengatan listrik atau kecelakaan lain yang dapat membahayakan keselamatan.”

 

Setelah menjaga keselamatan, penyelamat harus memeriksa korban. Penilaian ini dilakukan dengan menelepon korban atau menepuk bahu korban untuk melihat apakah ada respons. Jika korban tidak memberikan respons, segera minta orang lain untuk memanggil ambulans dan mendapatkan AED (Automatic External Defibrillator), jika tersedia.

Penting juga untuk memeriksa apakah korban masih bernapas. Carilah gerakan di dada korban untuk mengetahui tanda-tanda pernapasan. Jika korban tidak bernapas, CPR harus segera dilakukan.

 

Langkah ketiga adalah melakukan kompresi dada untuk membantu aliran darah. Pada orang dewasa, kompresi dada dilakukan dengan cara menekan bagian tengah dada sebanyak 30 kali hingga kedalaman 5-6 cm.

“Kompresi pada dada ini akan membantu mengalirkan darah pembawa oksigen ke seluruh tubuh,” kata Vani. Pastikan korban terlentang pada permukaan yang kokoh agar kompresi efektif.

 

Setelah peti dikeluarkan, langkah selanjutnya adalah membuka korban. Tekniknya adalah dengan meletakkan satu tangan di dahi korban sambil mengangkat pipi dengan jari. Hal ini membantu saluran nafas untuk memasukkan udara ke paru-paru korban saat diberikan pernafasan.

 

Langkah terakhir adalah memberikan dukungan pernapasan. Dia meniupkan udara ke dalam mulut korban sebanyak dua kali, masing-masing tiupan berlangsung selama satu detik. Pastikan dada korban terlihat terangkat sebagai tanda masuknya udara. Alat bantu pernapasan ini memberikan oksigen yang dibutuhkan tubuh korban untuk bertahan hidup.

Categories
Kesehatan

FASTEMI, Terobosan Kemenkes untuk Penanganan Darurat Serangan Jantung di Daerah Terpencil

bachkim24h.com, Jakarta – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI meluncurkan program inovatif bernama FASTEMI (Strategi Farmakologi Agresif untuk Penatalaksanaan ST-Elevation Myocardial Infarction/STEMI).

Tujuan dari program ini adalah memberikan pertolongan cepat kepada masyarakat yang berisiko tinggi terkena penyakit jantung, khususnya serangan jantung jenis STEMI.

Saat ini program FASTEMI sedang dalam tahap percontohan di Kabupaten Sukabom, Jawa Barat dan Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat. Inisiatif untuk menjangkau daerah-daerah terpencil

Kepala program percontohan proyek FASTEMI, Dr. Jenis serangan jantung Isman Firdaus, Sp.JP(K), FIHA, FESC, FSCAI, STEMI merupakan kondisi kritis akibat oklusi total arteri koroner yang berisiko menimbulkan komplikasi serius dan kematian. Hingga saat ini, STEMI hanya ditangani di rumah sakit besar yang memiliki laboratorium kateterisasi untuk membuka pembuluh darah yang tersumbat.

“Inisiatif program FASTEMI ini dimaksudkan sebagai upaya pertolongan pertama bagi pasien serangan jantung tipe STEMI di daerah terpencil, jauh dari kota besar,” jelas Dr. langit Akses terhadap pengobatan dengan obat fibrinolitik

Salah satu capaian program FASTEMI adalah penggunaan obat antikoagulan (fibrinolitik) seperti tenecteplase. Obat ini disiapkan di puskesmas atau rumah sakit setempat yang tidak mempunyai laboratorium yang sehat. Dengan sekali suntikan, obat ini dapat membantu membuka sumbatan pembuluh darah jantung, memberikan pertolongan pertama yang penting sebelum mengirim pasien ke rumah sakit besar.

Lanjut dokter, obat fibrinolitik disiapkan di puskesmas atau rumah sakit yang tidak memiliki laboratorium kateterisasi, sehingga jika pasien terkena serangan jantung STEMI bisa segera disuntik. langit 

 

Untuk mendukung suksesnya program ini, Kementerian Kesehatan juga fokus pada pelatihan dan penyiapan sumber daya manusia (SDM) di puskesmas. Pelatihan tersebut meliputi pemberian Tencteplase serta penggunaan peralatan darurat seperti defibrillator dan peralatan EKG.

“Konsep program FASTEMI adalah yang pertama dilakukan adalah pendidikan. Seorang dokter mengatakan: Adanya pelatihan tenaga kesehatan di puskesmas karena mungkin saja ada tenaga kesehatan yang tidak terlatih dalam penatalaksanaan pasien serangan jantung di puskesmas. langit

 

Program FASTEMI juga didukung oleh pusat telemedis bernama KOMEN (konsultasi kesehatan online), yang memungkinkan puskesmas setempat berkoordinasi dengan rumah sakit pendukung. Fasilitas ini memungkinkan hasil EKG dikonsultasikan dengan ahli jantung untuk memastikan diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat.

 

Program FASTEMI saat ini sedang dilaksanakan dalam tahap uji coba karena persiapan dan pelatihan fasilitas dokter lokal di wilayah Sukaboom dan wilayah Pasaman Barat. Jika berhasil, program ini akan diperluas ke 34 provinsi di Indonesia untuk mengurangi kematian akibat serangan jantung.

Harapannya bisa menurunkan angka kematian akibat serangan jantung. Pada akhirnya dokter ini berkata: Oleh karena itu, pada pasien serangan jantung yang mengalami penyumbatan total pada pembuluh jantung, pertolongan pertama dapat dilakukan di puskesmas. langit

Program FASTEMI merupakan langkah penting dalam meningkatkan akses terhadap layanan kesehatan bagi masyarakat yang tinggal di daerah terpencil dan memastikan bahwa mereka menerima perawatan yang cepat dan tepat pada saat serangan jantung darurat.

Categories
Kesehatan

Dokter Sebut Alat AED Penting untuk Pertolongan Pertama Cegah Kematian Mendadak

bachkim24h.com, JAKARTA – Dokter jantung dr Utojo Lubiantoro mengatakan kematian mendadak pebulu tangkis asal China ini menjadi pembelajaran bagi para profesional kesehatan tentang pentingnya AED (Automated External Defibrillator). Alat ini bisa menjadi pertolongan pertama yang menyelamatkan nyawa.

“Ketika seorang atlet mengalami kolaps, alat ini dapat segera mendeteksi berbagai jenis serangan jantung yang terjadi untuk mencegah kematian pemainnya,” ujar dokter lulusan Universitas Indonesia ini. Dalam wawancara online. Jakarta, Rabu (3/7/2024).

Utojo mengatakan, alat tersebut sebaiknya digunakan di setiap instansi pemerintah, khususnya fasilitas olahraga yang sering menggelar kompetisi tingkat tinggi.

Ditempelkan pada tubuh pasien, perangkat ini berfungsi sebagai perekam EKG jantung yang dapat mendeteksi detak jantung pasien sehingga tenaga medis dapat memantau tindakan medis di kemudian hari.

Jika terjadi serangan jantung, jika terjadi fibrilasi dan takikardia ventrikel, sebaiknya dilakukan serangan jantung dengan defibrilator. Namun jika jantung membesar, segera dilakukan resusitasi jantung paru (CPR) untuk menyuplai oksigen ke jantung.

“Tidak semua aritmia itu elektrik, hanya fibrilasi atau takikardia ventrikel, kalau datar baru CPR, pakai respirator, ventilator dan sebagainya, itu hanya 5-10 menit pertama,” jelas Utojo.

Penanganan yang segera dapat menyelamatkan nyawa, karena jika dilakukan lebih awal, dapat terjadi kerusakan otak dan kematian otak.

Jika menemukan seseorang pingsan saat darurat di tempat umum, Utojo menyarankan untuk melakukan tindakan darurat, seperti memeriksa denyut nadi dan menggunakan AED untuk mendeteksi detak jantung.

Anggota Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) ini juga menyarankan generasi muda untuk rutin memeriksakan jantung untuk memastikan tidak ada gangguan jantung yang bisa menyebabkan kematian.