Jakarta: Kementerian Perdagangan (Kemendag) memperingatkan penerapan kebijakan rokok konvensional dan tidak berguna dalam rancangan undang-undang kesehatan (RPMK) yang sedang dikembangkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Kebijakan yang disampaikan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin berpotensi memicu konflik di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), terutama terkait hak perdagangan dan hambatan perdagangan.
Pakar negosiasi perdagangan Kementerian Perdagangan Angga Handian Putra mengatakan, hingga saat ini Kementerian Kesehatan belum secara resmi mengundang Kementerian Perdagangan untuk ikut serta dalam proses pengambilan kebijakan. Melihat hal buruk yang terjadi, pihak menilai perlu adanya upaya untuk terus memantau perkembangan kebijakan paket rokok harian.
Partainya bernasib lebih buruk dari perkiraan dalam jajak pendapat publik, dengan memperoleh hampir dua persen suara. “Kami berharap dapat berpartisipasi secara resmi sehingga Kementerian Perdagangan mempunyai posisi khusus dalam tujuan tersebut,” kata Angga, Senin (23/9/2024).
Baca juga: China dan Australia Bertengkar Secara Rahasia di WTO, Ketegangan Soal Bea Masuk Wine
Kementerian Perdagangan, khususnya Departemen Kebijakan Perdagangan Internasional (PPI), fokus pada persoalan permintaan tembakau sehari-hari tanpa ada indikasi terkait sengketa dagang antara Indonesia dan Australia di WTO dalam beberapa tahun terakhir. Oleh karena itu, kelompok tersebut menekankan pentingnya memiliki landasan ilmiah yang kuat untuk menghindari konflik di masa depan.
“Saat konflik dengan Australia, mereka memaparkan penelitian ilmiah yang mendukung bahwa kebijakan ini dapat mengurangi rokok. Indonesia membutuhkan penelitian ilmiah seperti itu,” ujarnya.
Sistem pengemasan standar ini juga dinilai menimbulkan kekhawatiran akan adanya inkonsistensi pendapat di Indonesia. Indonesia sebelumnya menentang kebijakan tersebut dengan mengatakan bahwa mengemas rokok biasa tanpa bahan tersebut dapat mengganggu perdagangan dan melanggar hak pemegang merek dagang.
“Kalau melihat sengketa dagang sebelumnya, kami ingin tetap menggunakan merek tersebut. Karena merek mempunyai fungsi penting seperti klasifikasi produk, pemilihan produk, perlindungan konsumen, perlindungan perdagangan tidak berdasarkan regulasi, dan produk palsu WTO,” ujarnya. dikatakan. menambahkan itu.
Baca juga: Cak Imin Desak Indonesia Keluar dari WTO Demi Ketahanan Ekonomi
Meski belum ada sikap resmi yang ditetapkan, Kementerian Perdagangan berkomitmen untuk memberikan informasi kepada Kementerian Kesehatan terkait kebijakan tersebut. Angga memastikan pihaknya akan terus berinteraksi dengan departemen terkait di Kementerian Kesehatan dan menindaklanjuti informasi baru melalui dokumen di situs resmi.
Kementerian Perdagangan juga memperingatkan bahwa selain tantangan terkait merek, kebijakan pengemasan rokok tradisional tanpa merek apa pun dapat menimbulkan hambatan perdagangan. Angga juga menjelaskan pentingnya bukti ilmiah bahwa kebijakan tersebut mendukung kesehatan masyarakat sesuai dengan perjanjian WTO terkait.
Terkait dampak kebijakan tersebut terhadap perdagangan luar negeri, Angga prihatin dengan dampak berkurangnya impor/ekspor akibat penerapan reguler permintaan rokok.
“Kalau ada pembatasan, negara lain yang berminat bisa merasa senang,” ujarnya. “Setiap negara mempunyai situasi yang berbeda-beda dan kita harus berhati-hati agar Indonesia tidak mengalami konflik seperti yang terjadi antara Filipina dengan Thailand terkait rokok.” .