bachkim24h.com, Jakarta – Wakil Menteri Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Rahmat Kaimuddin menegaskan pemerintah tidak akan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
Bahkan, pemerintah kini akan meningkatkan kualitas bahan bakar dengan mengurangi kadar sulfur pada bahan bakar baik jenis Pertalite maupun Pertamax.
Luhut Binsar Pandjaitan, di bawah Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, menjelaskan kadar sulfur akan disesuaikan dengan standar Euro 4, kandungan sulfur bahan bakar maksimal harus 50 ppm sesuai regulasi Euro 4.
Sedangkan kadar sulfur pada bahan bakar perlite saat ini mencapai 500 ppm. Tak jauh berbeda, Pertemax memiliki kadar sulfur sebesar 400 ppm.
“Untuk pengenalan BBM Euro 4 dibutuhkan dana yang besar, karena proses dan harganya lebih tinggi. Hal ini tentu memerlukan kompensasi dan dukungan subsidi,” kata Rehmat saat ditemui media, Sabtu (14/9/2024). ).
Dia meyakinkan, pemerintah akan terus memberikan subsidi dan kompensasi BBM. Namun subsidi dan kompensasi harus diperkuat agar benar-benar tersalurkan kepada pihak yang berhak.
Untuk itu, pemerintah memastikan langkah awal yang dilakukan adalah dengan membatasi penyaluran BBM bersubsidi yang saat ini dilakukan oleh PT Pertamina (Persero). Langkah registrasi kode QR yang diterapkan Pertamina merupakan langkah awal dalam penyaluran BBM bersubsidi yang tepat sasaran.
Sebelumnya, koalisi masyarakat sipil dan para ahli meminta pemerintah segera menerapkan kebijakan bahan bakar rendah sulfur. Langkah ini merupakan bagian dari tindakan keras pemerintah terhadap polusi udara.
Dorongan ini menyusul rencana pemerintah untuk menyelaraskan standar bahan bakar dengan ketentuan rendah sulfur Euro 4 yang dituangkan dalam Peraturan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 20 Tahun 2017.
Rencana tersebut telah beberapa kali disampaikan sejak Juni 2024 oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
“Situasinya sangat mendesak karena kualitas udara semakin buruk. Seluruh parameter yang digunakan untuk mengukur kualitas udara menunjukkan penurunan, sehingga situasi di kota-kota besar Indonesia, khususnya wilayah Jabodetabek, sudah memasuki fase krisis,” kata pihak perusahaan. direktur eksekutif. Ketua Komite Penghapusan Bensin mengutip Ahmed Safrudin Antara.
Sementara itu, Profesor Budi Haryanto, Guru Besar Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, mengatakan kepada DKI Jakarta bahwa polusi udara berdampak langsung terhadap kesehatan.
Pada tahun 2010, tercatat lebih dari separuh penyakit pernafasan di Jakarta disebabkan langsung oleh polusi udara, dan tren ini terus meningkat setiap tahunnya.
Sebagian besar kualitas solar dan bensin yang saat ini beredar di pasaran tidak memenuhi standar Euro 4/IV karena kandungan sulfurnya terlalu tinggi.
Lebih lanjut, Budi mengatakan kandungan sulfur yang tinggi menjadi penyumbang pencemaran udara yang cukup besar, mengingat gas buang mobil merupakan penyumbang pencemaran terbesar di perkotaan, khususnya di Jabodetabek.
Indonesia sendiri telah mengatur penerapan standar Euro4 sejak tahun 2017 melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2017 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Namun penerapannya hanya pada sisi teknologi otomotif, sementara pasokan bahan bakar beredar di pasar Indonesia, terutama yang bersubsidi. BBM masih jauh dari standar Euro 4.
“Jika kita bisa mulai membersihkan pasokan BBM di pasar mulai sekarang hingga tahun 2028, kita bisa menurunkan angka kejadian pneumonia akibat polusi udara di Jakarta hingga lebih dari sepertiga angka kejadian saat ini,” kata Budi.
Koalisi masyarakat sipil dan para ahli berharap pemerintah bergerak cepat menerapkan kebijakan bahan bakar ramah lingkungan. Menurut mereka, langkah kebijakan strategis harus diambil untuk menyediakan bahan bakar ramah lingkungan bagi Pertamina.