Categories
Bisnis

Kementerian ESDM dan Komisi VII Sepakati Asumsi Dasar Harga Minyak Indonesia Usulan RAPBN 2025, Segini Nilainya

bachkim24h.com, Jakarta – Komite VII DPR RI menyetujui usulan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kementerian ESDM) mengenai asumsi dasar harga minyak mentah Indonesia (ICP). ) untuk rencana anggaran pendapatan dan belanja negara (RAPBN) tahun 2025 di angka USD 80-85 per barel.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif mengatakan angka yang diusulkan didasarkan pada realisasi rata-rata ICP pada Mei 2024 sebesar $81,67 per barel dan mengalami penurunan.

“Dan berdasarkan proyeksi Reuters Poll dan perkiraan energi jangka pendek Amerika Serikat – Administrasi Informasi Energi – Departemen Energi, harga minyak global pada tahun 2025 diperkirakan berada pada kisaran $80,46 hingga $87,79/barel,” katanya. saat menghadiri rapat kerja gabungan dengan Komisi VII DPR RI di Jakarta pada Rabu 19 Juni 2024, demikian keterangan resmi, Jumat (21/06/2024).

Sementara itu, usulan RAPBN 2025 disetujui terkait peningkatan minyak dan gas bumi menjadi 1.603-1.652 juta barel setara minyak per hari (BOEPD).

Rinciannya, kenaikan minyak berada pada kisaran 600-605 ribu BOEPD, dan kenaikan gas bumi sebesar 1.003-1.047 juta BOEPD. Arifin menjelaskan produksi migas terus mengalami penurunan dalam beberapa tahun terakhir, baik secara alami maupun karena adanya unplanned shutdown di beberapa wilayah yang mengakibatkan hilangnya produksi.

“Mei 2024 terjadi penurunan sebesar 172 MMSCFD dan 5.825 BOPD,” imbuhnya.

Meski demikian, Arifin menjelaskan SKK Migas mendorong KKKS untuk melakukan kegiatan pengeboran yang mencapai 950 kali.

Selain itu, masih terdapat empat strategi utama untuk meningkatkan ekstraksi migas, yang pertama adalah strategi peningkatan nilai aset yang ada melalui peningkatan aktivitas pengeboran serta pengembangan dan pengaktifan kembali sumur-sumur yang menganggur.

Strategi kedua adalah transformasi sumber daya menjadi produksi atau melalui proses percepatan rencana pembangunan (POD) dan percepatan proyek migas di sungai, dan strategi ketiga adalah EOR dan Waterflood.

Dan strategi utamanya adalah mengeksplorasi penemuan raksasa tersebut dengan memperbanyak kegiatan eksplorasi di lepas pantai, juga di laut dalam dan Indonesia bagian timur, kata Arifin. 

Sebelumnya, target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 defisit pada kisaran 2,45 hingga 2,82 persen.

Hal itu disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani saat Rapat Paripurna DPR ke-19 Masa Sidang V Tahun 2023-2024, seperti dikutip Antara, Selasa (06/04/2024).

Defisit yang kami umumkan berkisar antara 2,45 persen hingga 2,82 persen yang akan membiayai seluruh program prioritas pemerintahan baru, kata Sri Mulyani.

Sri Mulyani mengatakan APBN 2025 dirancang luas namun tetap fokus dan terukur untuk meningkatkan kapasitas fiskal program pemerintah selanjutnya.

Dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Prinsip Kebijakan Fiskal 2025 (KEM-PPKF), Sri Mulyani menargetkan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) pada kisaran 5,1 hingga 5,5 persen.

Sasaran pertumbuhan ini, katanya, ambisius namun tetap realistis. Sri Mulyani kemudian mengatakan, pemerintah merancang rasio utang dalam margin aman sebesar 37,9 hingga 38,71 persen terhadap PDB untuk menjaga posisi fiskal tetap sehat menyambut pemerintahan baru.

“Pendanaan akan dijaga dan dikelola melalui pembiayaan yang inovatif, prudent, dan berkelanjutan melalui diversifikasi pengelolaan utang Indonesia yang terus menjadi benchmarking global,” ujarnya.

Bendahara Negara mengatakan Kementerian Keuangan akan semaksimal mungkin meningkatkan pembiayaan internal, misalnya melalui Badan Layanan Umum (BLU) dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), guna menjaga rasio utang. Berbagai Fraksi DPR RI menyampaikan tanggapannya terkait KEM-PPKF 2025.

Pemerintah juga mengapresiasi pandangan Fraksi PDI-P, Golkar, Gerindra, Nasdem, Demokrat, PKS, PAN dan PPP mengenai pentingnya optimalisasi pendapatan negara dengan tetap menjaga keberlangsungan dunia usaha dan daya beli masyarakat. , “katanya. dikatakan. .

Sebelumnya pada hari Kamis, harga minyak global naik lagi, melampaui $82 per barel. Harga minyak menuju pertumbuhan minggu kedua berturut-turut. Kenaikan harga minyak dunia disebabkan oleh berkurangnya stok minyak mentah dan minyak olahan.

Berdasarkan CNBC, pada Jumat (21/6/2024), harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) naik 4,7% pada minggu ini, sedangkan patokan global Brent naik 3,7%. Harga mendapat dukungan pada hari Kamis dan perdagangan menguat karena persediaan minyak mentah dan bensin AS turun untuk pertama kalinya dalam beberapa minggu, menunjukkan peningkatan permintaan.

Minyak mentah WTI untuk kontrak Juli dipatok pada $82,17 per barel, naik 60 sen, atau 0,74%. Harga minyak AS naik 14,6% tahun ini.

Minyak mentah Brent untuk kontrak Agustus dipatok pada $85,71 per barel, naik 64 sen, atau 0,75%. Secara year-to-date, tolok ukur global ini naik 11,2%.

Sementara itu, gas alam untuk kontrak Juli diselesaikan pada $2,74 per seribu kaki kubik, turun 5,78%. Harga gas telah meningkat sekitar 9% sejak awal tahun.

 

 

Data yang dirilis oleh Badan Informasi Energi menunjukkan persediaan minyak mentah turun 2,5 juta barel pada pekan lalu. Data tersebut melebihi ekspektasi para analis yang disurvei oleh salah satu lembaga pers internasional.

Sementara stok minyak sulingan atau bensin turun 2,3 juta barel. Analis sebelumnya memperkirakan peningkatan 620.000 barel.

Kepala analisis perminyakan GasBuddy Patrick de Haan menggambarkan penarikan kembali tersebut sebagai sebuah kesalahan trifecta. Ia juga mengingatkan, harga di SPBU kemungkinan akan naik.

Analis JPMorgan mengatakan dalam sebuah catatan kepada kliennya pada hari Kamis bahwa peningkatan musiman dalam permintaan minyak, aktivitas kilang, risiko cuaca, dan perpanjangan pengurangan produksi OPEC+ hingga kuartal ketiga akan menyebabkan pasar mengetat karena penurunan persediaan.

Bank investasi tersebut memperkirakan harga minyak Brent akan mencapai USD 90 per barel pada bulan September seiring pengetatan pasar akibat berkurangnya persediaan.

 

 

Categories
Bisnis

Pertamina Kontribusi 68% Produksi Minyak Mentah di Indonesia

bachkim24h.com, Jakarta – Pertamina merupakan produsen minyak mentah terbesar di Indonesia. Pada akhir tahun 2023, PT Pertamina melalui subholding Hulu Energi akan mencapai tingkat produksi minyak sebesar 566 ribu barel per hari (BOPD) atau 68% dari produksi minyak mentah nasional.

Sedangkan pada tahun 2023, produksi gas dari subholding di atas akan mencapai 33% produksi nasional atau setara 2,766 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD). Dengan demikian, produksi minyak dan gas (migas) Pertamina mencapai 1.044 ribu barel setara minyak per hari (MBOEPD).

Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero), Fajar Joko Santoso mengatakan, grup Pertamina merupakan penyumbang produksi minyak nasional terbesar. Menurut Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), sebagian besar dari 10 perusahaan penghasil minyak terbesar yang beroperasi di Tanah Air merupakan anak perusahaan atau afiliasi Pertamina.

“Pertamina merupakan penyumbang besar produksi minyak Indonesia. Hal ini menunjukkan komitmen kami dalam menjaga ketahanan energi nasional,” kata Fajar dalam keterangan resmi.

Produsen migas terbesar adalahPertamina EP,Pertamina ONWJ,Pertamina Hulu Mahakam, danPertamina Hulu Rokan yang mengambil alih pengoperasian blok Rokan pada Agustus 2021. Blok Rokan terutama mampu menyumbang produksi minyak tertinggi di Indonesia. 161.623 barel.

“Di tangan anak usaha Pertamina, produksi ladang minyak di blok Rokan terus meningkat sehingga bisa berkontribusi signifikan terhadap produksi minyak nasional,” imbuhnya.

Pertamina sebagai perusahaan terdepan di bidang transisi energi berkomitmen mendukung tujuan Net Zero Emission 2060 dengan terus mendorong program-program yang berdampak langsung pada pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Seluruh upaya tersebut sejalan dengan penerapan Environmental, Social and Governance (ESG) di seluruh lini bisnis dan operasi Pertamina.

Sebelumnya disebutkan, Pertamina siap menunaikan tugas pemerintah terkait penyaluran subsidi energi pada 2024. Melalui PT Pertamina Patra Niaga sebagai subholding niaga dan niaga, Pertamina memastikan penyaluran energi bersubsidi menjangkau masyarakat berpenghasilan rendah di seluruh pelosok Tanah Air dengan harga terjangkau.

Pada tahun 2024, Pertamina mengemban tugas penyaluran bahan bakar minyak jenis bahan bakar minyak (JBT) tertentu, minyak tanah dengan kuota 0,5 juta kiloliter, JBT solar dengan kuota 17,8 juta kl, dan tabung elpiji 3 kg. 8,03 juta metrik ton (MT).

Besaran kuota JBT untuk solar dan minyak tanah BPH Migas No. 2000-2008 dll. 89/P3JBT/BPH MIGAS/KOM/2023, sedangkan kuota LPG berdasarkan Keputusan Menteri ESDM No. 446.K/MG.05/DJM/2023. 

Untuk melaksanakan subsidi energi, Pemerintah dan Pertamina telah menandatangani perjanjian subsidi energi untuk tahun 2024.

Isa Rahmatarwata, Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan RI, mengatakan pemerintah mengalokasikan total anggaran subsidi energi sebesar Rp 189,1 triliun pada tahun 2024, yang meliputi subsidi bahan bakar minyak jenis tertentu (JBT), LPG 3 kg. silinder. dan listrik.

 

Dari jumlah tersebut, Rp25,8 triliun dialokasikan untuk subsidi JBT dan Rp87,4 triliun untuk subsidi tabung LPG 3 Kg.

“Ini bukan jumlah yang kecil dan kami ingin menjangkau pihak-pihak yang tepat. Artinya, yang berhak mendapat subsidi harusnya menerima barang bersubsidi, kata Isa pada acara penandatanganan Perjanjian Subsidi Energi 2024 di Jakarta, Kamis (14/3/2024).

Menurut dia, subsidi energi merupakan komitmen pemerintah untuk menjaga daya beli dan produktivitas usaha kecil, yang pada akhirnya akan mendorong pertumbuhan perekonomian nasional.

“Subsidi selalu penting bagi negara kita, karena dengan subsidi, pemerintah bisa langsung berhubungan dengan masyarakat tentang perubahan harga, ketersediaan peralatan, dan lain-lain,” kata Isa dalam sambutannya di acara tersebut.

 

Sebelumnya diberitakan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengumumkan PT Pertamina (Persero) akan berupaya mempertahankan kenaikan harga BBM hingga 1 Maret 2024. Pertamina mengambil kebijakan untuk menjaga harga bahan bakar. Bahkan setelah langkah tersebut diambil pada awal Februari 2024.

Di sisi lain, badan usaha swasta seperti BP-AKR dan Shell Indonesia memilih menaikkan harga BBM di SPBU mereka pada bulan Februari dan Maret.

Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan, kebijakan terkait harga BBM merupakan kebijakan dan tanggung jawab masing-masing badan usaha. Oleh karena itu, pemerintah tidak bisa ikut campur dalam hal ini.

“Di sana aturannya jelas, lapor saja di sini. Kalau masih dalam koridor dan badan usaha BBM. Kami tidak akan ikut campur,” kata Dadan di kantor Kementerian ESDM. Jakarta, Jumat (3/1/2024).

Menurut dia, harga BBM nonsubsidi tentu akan mempengaruhi perubahan harga minyak dunia. Dengan demikian, patokan harga BBM nonsubsidi di pasaran diserahkan kepada masing-masing pelaku ekonomi.

“Adaptasi dari atas ke bawah itu urusan badan usaha,” kata Dadan.

Sebelumnya, Sekretaris Perusahaan PT Pertamina Patra Niaga Irto Ginting mengatakan, ada tiga alasan di balik keputusan Pertamina tidak menaikkan harga BBM pada Maret ini.

 

Pertama, Pertamina melihat harga minyak mentah global masih terkendali. Kedua, Pertamina meyakini transaksi dengan MOPS masih aman. Menurut situs Kementerian Keuangan, Mid Oil Platt’s Singapore atau MOPS adalah harga transaksi jual beli di Singapore Oil Exchange.

Nilai tukar tiga rupee terhadap mata uang asing pada Maret masih terkendali. Berdasarkan laman Ban Indonesia, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS saat ini adalah Rp 15.793 per dolar AS.

Hingga saat ini, pada hari ini tanggal 1 Maret 2024, tidak ada perubahan harga BBM non subsidi, sehingga sama dengan harga sebelumnya atau harga bulan Februari, kata Irto Ginting dalam keterangannya di Jakarta. Jumat (3/1/2024).

Namun, Pertamina secara berkala melakukan evaluasi harga BBM bersubsidi dan non-subsidi. Hal ini untuk memastikan keuntungan perusahaan tetap terjaga

“Kami terus mencermati harga BBM non-subsidi dan melihat tren harga minyak mentah, MOPS, dan nilai tukar. Jika harga BBM non-subsidi tidak ada koreksi, jika MOPS dan nilai tukar naik, ini Yang pasti potensi pendapatan perusahaan,” jelasnya.