Categories
Bisnis

Pertamina Kontribusi 68% Produksi Minyak Mentah di Indonesia

bachkim24h.com, Jakarta – Pertamina merupakan produsen minyak mentah terbesar di Indonesia. Pada akhir tahun 2023, PT Pertamina melalui subholding Hulu Energi akan mencapai tingkat produksi minyak sebesar 566 ribu barel per hari (BOPD) atau 68% dari produksi minyak mentah nasional.

Sedangkan pada tahun 2023, produksi gas dari subholding di atas akan mencapai 33% produksi nasional atau setara 2,766 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD). Dengan demikian, produksi minyak dan gas (migas) Pertamina mencapai 1.044 ribu barel setara minyak per hari (MBOEPD).

Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero), Fajar Joko Santoso mengatakan, grup Pertamina merupakan penyumbang produksi minyak nasional terbesar. Menurut Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), sebagian besar dari 10 perusahaan penghasil minyak terbesar yang beroperasi di Tanah Air merupakan anak perusahaan atau afiliasi Pertamina.

“Pertamina merupakan penyumbang besar produksi minyak Indonesia. Hal ini menunjukkan komitmen kami dalam menjaga ketahanan energi nasional,” kata Fajar dalam keterangan resmi.

Produsen migas terbesar adalahPertamina EP,Pertamina ONWJ,Pertamina Hulu Mahakam, danPertamina Hulu Rokan yang mengambil alih pengoperasian blok Rokan pada Agustus 2021. Blok Rokan terutama mampu menyumbang produksi minyak tertinggi di Indonesia. 161.623 barel.

“Di tangan anak usaha Pertamina, produksi ladang minyak di blok Rokan terus meningkat sehingga bisa berkontribusi signifikan terhadap produksi minyak nasional,” imbuhnya.

Pertamina sebagai perusahaan terdepan di bidang transisi energi berkomitmen mendukung tujuan Net Zero Emission 2060 dengan terus mendorong program-program yang berdampak langsung pada pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Seluruh upaya tersebut sejalan dengan penerapan Environmental, Social and Governance (ESG) di seluruh lini bisnis dan operasi Pertamina.

Sebelumnya disebutkan, Pertamina siap menunaikan tugas pemerintah terkait penyaluran subsidi energi pada 2024. Melalui PT Pertamina Patra Niaga sebagai subholding niaga dan niaga, Pertamina memastikan penyaluran energi bersubsidi menjangkau masyarakat berpenghasilan rendah di seluruh pelosok Tanah Air dengan harga terjangkau.

Pada tahun 2024, Pertamina mengemban tugas penyaluran bahan bakar minyak jenis bahan bakar minyak (JBT) tertentu, minyak tanah dengan kuota 0,5 juta kiloliter, JBT solar dengan kuota 17,8 juta kl, dan tabung elpiji 3 kg. 8,03 juta metrik ton (MT).

Besaran kuota JBT untuk solar dan minyak tanah BPH Migas No. 2000-2008 dll. 89/P3JBT/BPH MIGAS/KOM/2023, sedangkan kuota LPG berdasarkan Keputusan Menteri ESDM No. 446.K/MG.05/DJM/2023. 

Untuk melaksanakan subsidi energi, Pemerintah dan Pertamina telah menandatangani perjanjian subsidi energi untuk tahun 2024.

Isa Rahmatarwata, Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan RI, mengatakan pemerintah mengalokasikan total anggaran subsidi energi sebesar Rp 189,1 triliun pada tahun 2024, yang meliputi subsidi bahan bakar minyak jenis tertentu (JBT), LPG 3 kg. silinder. dan listrik.

 

Dari jumlah tersebut, Rp25,8 triliun dialokasikan untuk subsidi JBT dan Rp87,4 triliun untuk subsidi tabung LPG 3 Kg.

“Ini bukan jumlah yang kecil dan kami ingin menjangkau pihak-pihak yang tepat. Artinya, yang berhak mendapat subsidi harusnya menerima barang bersubsidi, kata Isa pada acara penandatanganan Perjanjian Subsidi Energi 2024 di Jakarta, Kamis (14/3/2024).

Menurut dia, subsidi energi merupakan komitmen pemerintah untuk menjaga daya beli dan produktivitas usaha kecil, yang pada akhirnya akan mendorong pertumbuhan perekonomian nasional.

“Subsidi selalu penting bagi negara kita, karena dengan subsidi, pemerintah bisa langsung berhubungan dengan masyarakat tentang perubahan harga, ketersediaan peralatan, dan lain-lain,” kata Isa dalam sambutannya di acara tersebut.

 

Sebelumnya diberitakan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengumumkan PT Pertamina (Persero) akan berupaya mempertahankan kenaikan harga BBM hingga 1 Maret 2024. Pertamina mengambil kebijakan untuk menjaga harga bahan bakar. Bahkan setelah langkah tersebut diambil pada awal Februari 2024.

Di sisi lain, badan usaha swasta seperti BP-AKR dan Shell Indonesia memilih menaikkan harga BBM di SPBU mereka pada bulan Februari dan Maret.

Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan, kebijakan terkait harga BBM merupakan kebijakan dan tanggung jawab masing-masing badan usaha. Oleh karena itu, pemerintah tidak bisa ikut campur dalam hal ini.

“Di sana aturannya jelas, lapor saja di sini. Kalau masih dalam koridor dan badan usaha BBM. Kami tidak akan ikut campur,” kata Dadan di kantor Kementerian ESDM. Jakarta, Jumat (3/1/2024).

Menurut dia, harga BBM nonsubsidi tentu akan mempengaruhi perubahan harga minyak dunia. Dengan demikian, patokan harga BBM nonsubsidi di pasaran diserahkan kepada masing-masing pelaku ekonomi.

“Adaptasi dari atas ke bawah itu urusan badan usaha,” kata Dadan.

Sebelumnya, Sekretaris Perusahaan PT Pertamina Patra Niaga Irto Ginting mengatakan, ada tiga alasan di balik keputusan Pertamina tidak menaikkan harga BBM pada Maret ini.

 

Pertama, Pertamina melihat harga minyak mentah global masih terkendali. Kedua, Pertamina meyakini transaksi dengan MOPS masih aman. Menurut situs Kementerian Keuangan, Mid Oil Platt’s Singapore atau MOPS adalah harga transaksi jual beli di Singapore Oil Exchange.

Nilai tukar tiga rupee terhadap mata uang asing pada Maret masih terkendali. Berdasarkan laman Ban Indonesia, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS saat ini adalah Rp 15.793 per dolar AS.

Hingga saat ini, pada hari ini tanggal 1 Maret 2024, tidak ada perubahan harga BBM non subsidi, sehingga sama dengan harga sebelumnya atau harga bulan Februari, kata Irto Ginting dalam keterangannya di Jakarta. Jumat (3/1/2024).

Namun, Pertamina secara berkala melakukan evaluasi harga BBM bersubsidi dan non-subsidi. Hal ini untuk memastikan keuntungan perusahaan tetap terjaga

“Kami terus mencermati harga BBM non-subsidi dan melihat tren harga minyak mentah, MOPS, dan nilai tukar. Jika harga BBM non-subsidi tidak ada koreksi, jika MOPS dan nilai tukar naik, ini Yang pasti potensi pendapatan perusahaan,” jelasnya.