Categories
Kesehatan

Tinggal Serumah dengan Anak Kecil, Lansia Berisiko Ketularan Pneumonia

bachkim24h.com, JAKARTA — Kontak sehari-hari dengan anak kecil meningkatkan risiko orang dewasa tertular bakteri penyebab pneumonia. Hasil ini ditemukan dalam sebuah penelitian terbaru.

Dikutip dalam Medical Daily, Senin (8/4/2024), Streptococcus pneumoniae atau pneumococcus merupakan bakteri yang berhubungan dengan infeksi telinga dan sinus serta penyakit kronis seperti pneumonia, sepsis, dan meningitis. Sekitar dua juta kematian setiap tahun di seluruh dunia terkait dengan infeksi pneumokokus, yang terutama menyerang anak-anak di bawah usia dua tahun dan orang dewasa yang lebih tua.

Pneumococcus menyebabkan lebih dari 150.000 rawat inap di Amerika Serikat setiap tahunnya. Ini adalah bakteri penyebab utama pneumonia pada anak-anak, terutama anak di bawah usia lima tahun. Pada orang dewasa, pneumokokus menyebabkan 10 hingga 30 persen kasus pneumonia di masyarakat.

Bakteri pneumokokus biasanya hidup di saluran pernapasan orang sehat dan kemudian ditularkan melalui tetesan pernapasan. Menurut perkiraan CDC, sekitar 20 hingga 60 persen anak-anak usia sekolah mungkin terkolonisasi, sementara hanya lima hingga 10 persen orang dewasa tanpa anak yang terkolonisasi.

Menurut hasil penelitian baru yang akan dipresentasikan pada Kongres Mikrobiologi Klinis dan Penyakit Menular Eropa (ECCMID 2024) di Barcelona, ​​​​Spanyol, orang dewasa di atas usia 60 tahun yang setiap hari bersentuhan dengan anak-anak memiliki risiko enam kali lipat lebih besar. . untuk dijajah dengan bakteri penyebabnya dibandingkan dengan mereka yang tidak melakukan kontak dengan anak-anak.

Untuk memahami infeksi pneumokokus pada orang dewasa berusia 60 tahun ke atas serta risiko tertular penyakit pneumokokus di masyarakat, peneliti melakukan studi longitudinal di New Haven, Connecticut, AS. Pesertanya adalah orang dewasa tanpa anak kecil yang tinggal di rumah.

Sebanyak 183 orang dewasa dengan usia rata-rata 70 tahun dari 93 rumah tangga berpartisipasi dalam penelitian ini. Para peneliti mengumpulkan sampel air liur dan data kuesioner tentang perilaku sosial dan kesehatan setiap dua minggu selama enam kunjungan selama periode 10 minggu.

Categories
Kesehatan

Tidur di Lantai Bisa Menyebabkan Paru-Paru Basah? Mitos Kali Ah!

bachkim24h.com, Jakarta – Mencegah tidur di lantai seringkali dikaitkan dengan risiko penyakit pneumonia, yang secara medis disebut pneumonia atau radang paru-paru.

Namun, tidak ada bukti yang mendukung klaim ini, menurut Dr. Taufik Andrawan SPPD RS Sergito.

Ia menegaskan, belum ada penelitian pasti mengenai hubungan antara tidur di lantai dan pneumonia. Ini juga digunakan untuk mandi malam.

Hal itu ia jelaskan kepada Kementerian Kesehatan RI melalui Instagram acara Radio Kesehatan yang tayang Kamis, 2 Mei 2024 ini.

Pneumonia merupakan peradangan pada paru-paru yang sering disebabkan oleh virus, bakteri, atau jamur. Penyakit ini menyebabkan kantung udara (alveoli) di salah satu atau kedua paru-paru meradang dan terisi cairan atau lendir sehingga menyebabkan penderitanya mati lemas.

Meski tidur di lantai tidak terlalu terkait dengan pneumonia, penggunaan kipas angin dapat meningkatkan risiko infeksi.

“Kita harus ingat bahwa sayap tidak memiliki sistem untuk membersihkan udara, mereka hanya menangkap udara di sekitar kita. Saat kita berada di dalam ruangan, kita tidak mengetahui udaranya seperti apa, langsung debu dan kuman yang ada di dalam ruangan tersebut. tertarik dan terpapar pada kita,” Tawfiq.

 

Selain udara dari daun, partikel seperti debu dan kuman yang ada di dalam ruangan juga ikut tersedot dan masuk ke dalam tubuh.

Otomatis, semakin banyak kuman di dalam ruangan maka risiko terkena pneumonia juga semakin tinggi, ujarnya.

Tawfiq berpesan, jika ada yang sakit sebaiknya tidak menggunakan daunnya karena dapat mempercepat penyebaran kuman di dalam ruangan.

“Ini menjadi catatan, jika ada yang sakit di rumah sebaiknya tidak menggunakan kipas angin, karena dapat mempercepat penyebaran kuman umum,” kata Tawfik.

Dikutip dari yankes.kemenkes.go.id Pneumonia bisa menyerang siapa saja. Namun dua kelompok umur yang paling berisiko adalah anak-anak berusia 2 tahun ke atas, dan orang dewasa berusia 65 tahun ke atas.

Faktor risiko lainnya termasuk: rawat inap. Anda memiliki risiko lebih tinggi terkena pneumonia jika Anda berada di rumah sakit, terutama jika Anda menggunakan ventilator. penyakit kronis Anda mungkin terkena pneumonia jika Anda menderita asma, penyakit paru obstruktif kronik (COPD), atau penyakit jantung. asap Merokok membahayakan tubuh Anda dengan melindunginya dari bakteri dan virus yang menyebabkan pneumonia. Sistem kekebalan tubuh melemah atau tertekan. Orang yang mengidap HIV, pernah menjalani transplantasi organ, atau menerima kemoterapi atau steroid jangka panjang.

Categories
Kesehatan

Menkes Budi: Bila Mau Anak-Anak Sehat, Harus Ada Upaya Preventif Termasuk Imunisasi

bachkim24h.com Jakarta Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mendorong anak-anak untuk mendapatkan vaksinasi lengkap. Vaksin menjaga kesehatan anak dan mencegah penyakit serius.

“Mencegah lebih baik daripada mengobati, lebih baik menyelesaikan permasalahan di Selatan dan Selatan. Lebih baik sekarang daripada terlambat kan? Pada Jumat (3/8/2024), Menteri Kesehatan Budi mengatakan, “Iya, kalau saya lihat rencananya. untuk mencegah anak, keluarga harus dididik.”

Di Indonesia, pemerintah menyediakan 14 jenis vaksin anak. Vaksinasi jenis lainnya gratis, kata Budi, berdasarkan saran ahli.

“Imunisasi di Indonesia itu 11 antigen, dan ketika saya ikut, ditingkatkan menjadi 14 antigen, dan ditambah tiga lagi, sesuai rekomendasi teman ahli.”

“Satu untuk pneumonia PCV, lalu diare rotavirus, lalu kanker serviks HPV. Nah, dua dari tiga, PCV dan rotavirus, virus mana yang paling banyak menyebabkan kematian pada anak-anak kita? Anak-anak kita lebih muda. angka kematian, dan saya ingin menguranginya, jadi jangan malu-malu.”

Selain melakukan vaksinasi, Budi mengajak masyarakat melakukan segala cara untuk mengetahui apakah mereka mengidap penyakit tersebut atau tidak.

Pneumonia dan diare

Infeksi adalah salah satu penyebab utama kematian pada anak kecil. Salah satu penyakit menular yang paling banyak menyerang di Indonesia adalah pneumonia dan diare. Faktanya, vaksin untuk kedua penyakit ini sudah ada.

“Juga agar anak kita sehat, harus dicegah adanya intervensi. Salah satunya dengan imunisasi. Ya, anak-anak kita harus kita imunisasi secara permanen untuk melindungi mereka agar tubuhnya terlindungi dengan baik,” kata Budi.

Pada hari yang sama, Direktur IDAI Piprim Basarah Yanuarso antara lain menjelaskan tentang pelatihan imunisasi.

Menurutnya, workshop tersebut mengundang 30 departemen anak di Indonesia. Selain dokter anak, IDAI mengundang pemangku kepentingan lain seperti guru, ulama, dan lembaga lainnya.

“Bukan hanya dokter, tapi vaksinasi dilakukan oleh keluarga melalui dakwah dan distribusi. Saya kira akan lebih efektif jika vaksin (edukasi) disebarluaskan dalam bahasa mereka,” kata Bibrim.

Biprim yakin jika guru dilibatkan dalam proses pencegahan di sekolah, maka hasilnya akan lebih baik.

“Juga, HVP ini akan ada di sekolah, dan ya, ini akan lebih penting (iklan) daripada dokter. Saya pikir dokter, guru, orang tua, asosiasi orang tua, semua orang harus terlibat.”

Partisipasi semua pihak dalam berbagai bidang akan mengarah pada penerimaan keamanan secara universal tanpa ragu-ragu.

Dalam lokakarya imunisasi ini, Piprim mengajarkan peserta bagaimana berkomunikasi ketika menghadapi masyarakat yang takut terhadap vaksinasi.

“Bagaimana kita menyusun rencana di daerah mereka untuk memperjuangkan keamanan. Jadi sekarang belum selesai, makanya rencana dua tahunan, karena kita tidak mau tabrak lari. Hasil penting bisa kita lihat di akhir.”

Selain itu, Biprim mengatakan keselamatan penting di Indonesia karena situasi tanah air rawan terjadinya kejadian cuaca ekstrem (KLB).

“Kemarin kita kena polio, masih kena difteri, masih kena campak, masih kena rubella. “Hal ini sebagian besar disebabkan oleh rendahnya cakupan (perlindungan) di masyarakat.”

Oversecurity bisa disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah misinformasi yang sampai ke masyarakat sehingga menimbulkan rasa curiga.