Categories
Bisnis

Gapki Minta Polisi Tindak Tegas Pencurian Sawit di Kalteng

bachkim24h.com, JAKARTA – Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) meminta polisi mengambil tindakan tegas terhadap pencurian tandan buah segar (TBS) di perkebunan kelapa sawit di seluruh Indonesia, termasuk Kalimantan Tengah.

Ketua Gepki (Kalteng) Kalimantan Tengah Saiful Paniguru menyatakan, pencurian di perkebunan sawit murni tindak pidana. Kondisi ini mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat sehingga merugikan lingkungan penanaman modal.

Kami telah menerima banyak laporan pencurian TBS dari perusahaan kelapa sawit anggota Gapki di Kalimantan Tengah. Situasinya semakin memprihatinkan. Saya berharap pihak berwenang mengambil tindakan tegas karena ini merupakan tindakan pidana, kata Safful dalam keterangannya di Jakarta. , Selasa (30/4/2024).

Menurut dia, pencurian TBS sawit ini disebabkan salah satu penyebabnya, salah satunya adalah kesalahpahaman masyarakat mengenai penafsiran komitmen perusahaan terhadap kebun plasma (FPKM). Selain itu, klaim lahan perkebunan kelapa sawit yang belum memiliki Hak Guna Usaha (HGU) kerap dijadikan dalih untuk melegitimasi kegiatan kriminal tersebut.

Katanya: Kami prihatin dengan kejadian ini, kami juga mendengar ada pencuri yang mengambil alih kebun-kebun yang bukan milik anggota “Gapek” dan belum mempunyai HGM.

Oleh karena itu, Sadino, pakar hukum Universitas Paramadina, menyatakan perampokan di Kalteng hanyalah tindak pidana dan harus ditindak tegas. Lanjutnya, selain perlu adanya tindakan tegas dari pihak kepolisian, landasan hukum hak atas tanah juga perlu dikaji, khususnya terkait dengan Putusan Mahkamah Konstitusi ke-138 tahun 2015 yang sering disalahartikan.

Ia mengatakan, “Meski tidak memiliki IMP, namun perusahaan peternakan tersebut beroperasi secara legal karena memiliki izin usaha peternakan (IUP).

Sadino menegaskan, keputusan tersebut juga tidak berlaku surut sehingga tidak ada alasan untuk tidak mengambil tindakan hukum terhadap pencuri di perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Tengah.

Sebelumnya, Kapolres Kotawaringin Timur (Kotim) AKBP Sarpani memastikan pihaknya tidak selektif dalam menegakkan UU Penyelesaian Sengketa Pertanahan, termasuk pencurian TBS di perkebunan kelapa sawit. Mencuri TBS merupakan tindakan kriminal. “Kami pasti akan menindaklanjuti setiap laporan penjarahan warga atau perkebunan sawit.”

Saparni meyakinkan, polisi menyadari bahwa segala tindakan pengambilan buah sawit dari perkebunan yang dibudidayakan masyarakat dan perusahaan merupakan tindak pidana yang patut ditindak. Ia mengatakan: “Polisi akan terus menindaklanjuti setiap laporan masyarakat dan perkebunan kelapa sawit secara profesional.”

Lanjutnya, Polsek Kotim juga memastikan sawit hasil curian tidak dijual di lapak pengepul ilegal.

 

Categories
Bisnis

Kantongi Izin Usaha, Pengamat Minta Perkebunan Sawit Dilindungi

bachkim24h.com, Pakar hukum kehutanan Jakarta, Sadino mengingatkan, seluruh perusahaan perkebunan harus dilindungi begitu memperoleh hak atas tanah dan/atau izin usaha perkebunan (IUP) karena ketentuan Pasal 105 UU 39/2014 ditolak. UU 6/2023.

Mengacu pada aturan tersebut, sanksi pidana tidak dapat diterapkan pada Pasal 42 UU 39/2014 terkait kebijakan hak atas tanah, ujarnya, Selasa (23/04/2024) seperti dikutip Antara.

Pernyataan itu disampaikan Sadino menanggapi penilaian lemahnya pengawasan polisi terhadap perkebunan kelapa sawit dan usaha milik masyarakat yang tidak memiliki hak di tingkat HGU.

Akibatnya, dalam dua tahun terakhir, penjarahan buah sawit meningkat di berbagai daerah, termasuk Kalimantan Tengah.

Menurut dia, berdasarkan ketentuan pidana terkait pengelolaan perkebunan sawit, seharusnya ketentuan tersebut dikembalikan ke Pasal 47 UU 39/2014 sebagaimana telah diubah dengan UU 6/2023 tentang Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK).

UU 6/2023 menghapuskan sanksi pidana bagi pelaku perkebunan sawit yang belum mempunyai hak, kata Sadino dalam keterangannya.

Oleh karena itu, lanjutnya, dengan peraturan perundang-undangan yang ada terkait Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138 Tahun 2015 seharusnya tidak lagi diterapkan sanksi pidana, melainkan denda administratif.

Artinya, kata Sedino, seluruh kegiatan perkebunan sebelum adanya putusan Mahkamah Konstitusi tetap sah dan sesuai dengan frasa “hak atas tanah dan/atau izin usaha perkebunan” pada saat memperoleh izin perkebunan.

“Oleh karena itu, hak asasi atas tanah tidak perlu termasuk Hak Guna Usaha (HGU). IUP dan hak asasi lainnya juga mempunyai kekuatan hukum dan tidak melanggar Putusan MK Nomor 138/PUU-XIII/2-15,” tegasnya. .

Menanggapi hal tersebut, Kapolres Kotawaringin Timur (Kotim), AKBP. Sarpani meyakinkan pihaknya tidak akan terlibat dalam penebangan selektif yang dilakukan aparat penegak hukum untuk mengakhiri penjarahan di perkebunan kelapa sawit.

“Setiap laporan pencurian buah sawit yang masuk dari masyarakat dan perusahaan perkebunan kami ikuti tanpa mempermasalahkan izin perusahaan. Setiap pencurian buah sawit merupakan tindak pidana yang perlu ditindaklanjuti,” kata Saparni saat dihubungi.

Kapolres dengan tegas menolak perintah Kapolda yang mewajibkan bantuan hanya untuk perkebunan sawit yang memiliki izin tertentu, seperti HGU.

“Semua laporan terkait tindak pidana pencurian buah sawit kami tindak lanjuti. Selama kurang lebih 2,5 tahun saya melakukan patroli di perkebunan sawit. Ini menunjukkan komitmen kepolisian dalam membantu para petani sawit,” ujarnya.

Menurut dia, selain imbauan masyarakat, Polsek Kotim juga memantau agar buah sawit curian tersebut tidak diperdagangkan di tempat penimbunan ilegal.

“Bahkan kami berkomitmen di sini untuk memutus mata rantai pencurian buah sawit,” ujarnya.

Sebelumnya, Bupati Halikinor Kalimantan Tengah Kotawaringin Timur (Kotim) mengingatkan permasalahan terkait perkebunan kelapa sawit perlu mendapat perhatian serius karena berkaitan dengan kelancaran investasi di daerah yang berdampak pada turunnya perekonomian daerah

Menurut dia, perampokan tersebut bukan berasal dari masyarakat Kotim melainkan dari daerah lain yang kemudian menyebar hingga Kotwaring Timur.

Penjarahan bermula ketika warga meminta plasma kepada perusahaan perkebunan sawit yang wanprestasi, namun kemudian tanaman sawit yang memenuhi kewajiban plasma juga menjadi sasaran, dan tanaman sawit warga juga menjadi sasaran perampokan .