Categories
Kesehatan

Anak Muda Enggan Cepat-Cepat Nikah, Apa karena Beban Hidup Makin Tinggi?

bachkim24h.com, Jakarta Badan Nasional Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) memandang penurunan usia menikah sebagai isu baru di tengah upaya menekan penyebaran pola asuh.

Deputi Bidang Advokasi, Organisasi dan Informasi (Adpin) BKKBN Sukaryo Teguh Santoso mengatakan, pihaknya belum memiliki informasi atau penelitian mengenai fenomena menurunnya pernikahan di berbagai daerah. Namun, dia berharap data terkait penurunan usia menikah dikaji secara mendalam.

“Harus jelas sumber informasinya, apakah lembaga yang menyelenggarakan perkawinan mengatakannya atau tidak. Ada KUA (Urusan Agama), gereja, dan lembaga lainnya,” ujarnya dalam siaran pers, Selasa (12/1/2024). .

“Baik perkawinannya dicatatkan sekarang atau tidak, karena ada perkawinan yang dilakukan secara terpisah, padahal hukum kita melindungi hukum yang baik,” imbuhnya.

Sukaryo lalu mengutarakan alasan anak muda masa kini enggan segera menikah.

Beberapa di antaranya berbicara tentang aspek psikologis, sosial, dan ekonomi yang perlu dikaji. Pasalnya, terdapat perbedaan pendapat bahwa bertambahnya beban hidup membuat masyarakat kurang tertarik untuk menikah.

“Sebenarnya sebaliknya, berdasarkan penelitian saya di Jabar, orang menikah karena ada masalah keuangan dalam keluarga. Makanya menikah. Saya kurang begitu paham dengan fenomena itu sekarang,” jelas Sukaryo.

Sukaryo Teguh pun menduga ada alasan lain yang menyebabkan masyarakat enggan menikah. Itu karena mereka mempunyai skill yang bagus.

“Jadi, saya tidak ingin mempersulitnya,” ujarnya.

Meski demikian, Sukaryo meminta agar apa yang disampaikan harus didukung dengan informasi yang baik.

“Untuk melihat fenomena penurunan jumlah perkawinan yang terjadi saat ini, sebaiknya dikaji dari berbagai sudut pandang dan sumber yang berbeda-beda, agar terlihat jelas perubahannya dimana di gereja-gereja juga terdapat perkawinan yang dicakup dalam pencatatan perang saudara,” katanya.

Dibalik viralnya fenomena pernikahan yang mulai terjadi, Sukaryo Teguh mengingatkan, ada hal penting lain yang perlu diperhatikan.

“Yang tamtama itu sudah menikah, tapi apakah yang menikah sama dengan yang belum menikah?”

Sukaryo menilai perubahan penolakan pernikahan pada generasi muda tidak bersifat permanen, meski tetap perlu mendapat perhatian khusus.

“Tapi kalau berhubungan seks di luar nikah, tapi berhubungan seks di luar nikah, itu yang memang perlu dicegah, harus hati-hati.

Jika melihat situasi di beberapa negara yang usia menikahnya semakin rendah atau bahkan generasi mudanya belum mau menikah, terdapat fenomena usia melakukan hubungan seks di luar nikah yang semakin rendah.

Sukaryo mengatakan, pendataan Age Spesifik Fertilitas (ASFR) 10-15 tahun sudah dimulai belakangan ini. Faktanya, angka tersebut tidak ada lima atau 10 tahun yang lalu.

Artinya, hubungan seks di luar nikah lebih mungkin terjadi, katanya.

Ia menegaskan, pihak-pihak terkait harus mewaspadai hubungan seksual di luar nikah yang kini menjadi isu yang berkembang. 

“Perlu kita waspadai karena nantinya akan menimbulkan konflik dalam keluarga yang akhirnya berujung pada perceraian,” tutupnya.

Sebelumnya diberitakan, angka pernikahan di Indonesia akan menurun pada tahun 2023 dan menjadi angka terendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, yakni sebanyak 1.577.255.

Data tersebut tertuang dalam Sensus Indonesia 2024 Volume 52 yang baru-baru ini diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).

Pada tahun 2021, jumlah pernikahan sebanyak 1.742.049 jiwa. Sedangkan pada tahun 2022 angka pernikahan turun menjadi 1.705.348.

Categories
Sains

Teori Perkawinan Ganda, Ilmuwan Ungkap Motif Baru Wanita Selingkuh

JAKARTA – Selingkuh tidak selalu dilakukan oleh laki-laki. Wanita juga terbukti tidak jujur ​​dalam situasi tertentu. Tak hanya berdasarkan asumsi, mereka terang-terangan mengakui hal tersebut saat menjadi responden kajian ilmiah.

Menariknya lagi, alasan wanita selingkuh tidak selalu berkaitan dengan materi. Para peneliti menemukan bahwa wanita selingkuh karena mereka menginginkan “gen yang baik” untuk keturunannya. Hal ini dikenal dengan teori pernikahan jamak.

Kenyataannya, perempuan cenderung mencari pasangan selingkuh yang lebih menarik untuk memperbaiki keturunan mereka, namun tetap bersama pasangan sah mereka, yang akan menjadi orang tua yang lebih baik. Namun, beberapa responden menyatakan bahwa penyebab perselingkuhan adalah karena rasa bosan atau kurangnya perhatian dari pasangannya.

Diberitakan Daily Mail, Rabu (31/7/2024), studi tentang motif perselingkuhan perempuan dilakukan oleh peneliti Australia dan Inggris terhadap 254 responden heteroseksual, 116 di antaranya adalah perempuan. Para peneliti meminta mereka untuk menilai daya tarik fisik, pribadi, dan orang tua terhadap kedua pasangan.

Peserta diminta menilai daya tarik fisik dengan mengatakan, “Dia terlihat sangat seksi”, “Saya tidak suka penampilannya”, atau “Dia agak jelek”.

Sebuah studi yang diterbitkan dalam jurnal Evolution and Human Behavior menemukan bahwa wanita menilai daya tarik fisik pasangannya yang selingkuh 1,93 poin lebih tinggi dibandingkan pasangan sahnya. Sedangkan minat orang tua lebih rendah sebesar 3,33 poin.

Temuan ini mendukung teori poligami, di mana perempuan berbuat curang untuk mendapatkan gen yang baik sambil memercayai pasangan utamanya sebagai orang tua yang baik. Namun, para peneliti melaporkan bahwa mereka tidak menemukan bukti bahwa partisipan lebih memilih pasangan yang selingkuh dibandingkan pasangan jangka panjang.

“Perselingkuhan adalah sebuah taktik yang memiliki sejumlah strategi yang konsisten secara evolusi, termasuk memperoleh sumber daya tambahan, beralih ke pasangan utama baru dan, khususnya dalam penelitian kami, mencapai keuntungan genetik untuk keturunannya,” Maken Murphy, seorang mahasiswa pascasarjana di University of Melbourne kata Psypost.

“Tetapi meskipun manusia berevolusi untuk berbuat curang, bukan berarti kita harus berbuat curang, dan kebanyakan orang tidak melakukannya.”