bachkim24h.com, Jakarta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menawarkan investasi pada produk kelautan dan perikanan. Selain peluang yang muncul, Fortune Business Insight memperkirakan besarnya pasar produk ikan global akan mencapai USD 605,46 miliar atau setara Rp 9.723 triliun (kurs 16.060 per USD) pada tahun 2029.
“Peluang di hilir perikanan sangat besar, artinya jika kita tidak berpartisipasi maka kita akan ketinggalan di tahun 2029,” ujar Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP), Budi Sulistiyo dari Bisnis Akuakultur Indonesia. Forum yang dikutip Selasa (7/5/2024).
Budi menjelaskan, dari sisi permintaan, produk berkualitas, bergizi, dan bernilai tambah menjadi kata kunci yang saat ini banyak dicari di pasar. Oleh karena itu, produk yang bertanda traceable, ramah lingkungan, berkelanjutan, siap santap, siap masak, dan siap saji lebih banyak diminati konsumen.
Artinya konsumen kita semakin pintar karena menginginkan produk yang berkualitas dan berkelanjutan, kata Budi.
Tak hanya itu, pada sisi piramida nilai tambah, Budi melihat produk ikan bisa diolah menjadi varian produk yang berbeda. Mulai dari bahan mentah yang bisa langsung dimasak, pakan ternak setelah diolah, produk kesehatan, kosmetik, hingga obat-obatan.
Menurut dia, CCP juga merespons permintaan pasar dengan terus menyediakan bahan baku dan sesuai standar baik jenis, ukuran, maupun kualitas. Budi mencontohkan sertifikasi Good Manufacturing Practice (GMP) yang menunjukkan industri manufaktur menerapkan praktik yang baik.
“Belum disebutkan, teman-teman KKP juga khawatir dengan kualitas di hulu, misalnya sertifikat CBIB, CPIB, dll,” jelas Budi.
Dalam kesempatan tersebut Budi memaparkan analisis daya saing 5 barang prioritas tersebut. Pasar udang global misalnya pada tahun 2023 sebesar US$60,4 miliar. Disusul rumput laut sebesar US$16,7 miliar, nila sebesar US$13,9 miliar, dan kepiting sebesar US$879 miliar, serta lobster yang mencapai US$7,2 miliar pada tahun yang sama.
Sedangkan pangsa pasar Indonesia di pasar global mencapai 16,4% untuk rumput laut, kemudian 9,7% untuk nila, dan 6,7% untuk udang pada tahun 2022. “Kita hanya punya 1,9% rajungan dan rajungan, serta 0 lobster, potensi 0,5% untuk terus berkembang, ” kata Budi.
Oleh karena itu, untuk meningkatkan minat investasi di sektor kelautan dan perikanan, pemerintah telah menyiapkan banyak insentif. Termasuk keringanan pajak berupa keringanan Pajak Penghasilan (PPh) atas nilai investasi atau sebesar 5% per tahun selama 6 tahun. Kemudian tunjangan investasi berupa pengurangan laba bersih sebesar 60% dari jumlah investasi selama 6 tahun atau 10% per tahun.
Budi memastikan jajarannya juga siap membantu para pelaku usaha agar bisa mengakses insentif tersebut.
“Pengurusan izin usaha juga semakin mudah melalui sistem perizinan berusaha yang terintegrasi secara elektronik sehingga menyederhanakan prosedur, meningkatkan efisiensi dan transparansi,” tegas Budi.
Sebagai informasi, realisasi investasi kelautan dan perikanan mencapai Rp12,07 triliun pada tahun 2023. Jumlah tersebut meningkat 38,02% dibandingkan tahun lalu sebesar Rp8,75 triliun. Budi mengatakan, sektor usaha pengolahan merupakan sektor terbesar yang menyerap investasi (38,56%), disusul pertanian (26,63%), perdagangan (20,25%), perikanan (12,41%) dan jasa perikanan (1,97%).
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengaku sedang mempersiapkan rencana pembangunan infrastruktur berupa data terintegrasi. Data ini dapat digunakan untuk mendorong pembangunan dan investasi di bidang kelautan dan perikanan Indonesia.
“Kami berencana mengembangkan infrastruktur Ocean Big Data yang bertujuan untuk mengontrol, memantau, menyediakan data terkini dan menyiapkan sistem pendukung keputusan,” kata Trenggono.