bachkim24h.com, Jakarta – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menandatangani Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2024 yang membahas kesejahteraan ibu dan anak seribu hari pertama kehidupan (UU KIA).
Undang-undang tersebut dimuat dalam Berita Negara Nomor 98 Tahun 2024, setelah sebelumnya DPR menyetujui pengesahan UU KIA pada 4 Juni 2024.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga menyambut baik disahkannya UU KIA. Selanjutnya, KemenPPPA sebagai lead sector akan segera menyiapkan peraturan turunannya bekerja sama dengan kementerian/lembaga lain.
Bintang mengatakan dalam keterangan resmi yang dirilis pada Jumat, 5 Juli 2024: “Pemberlakuan UU KIA pada seribu hari pertama kehidupan merupakan komitmen pemerintah dalam melindungi dan melaksanakan hak ibu dan anak di Indonesia”.
Bintang menjelaskan: “Sebagai wujud komitmen mewujudkan kesejahteraan ibu dan anak, pemerintah akan segera menyiapkan peraturan turunannya antara lain tiga Peraturan Pemerintah (PP) dan satu Keputusan Presiden”.
Ia menambahkan, KemenPPPA sebagai kementerian yang menangani permasalahan perempuan dan anak berupaya mendorong sinergitas banyak pemangku kepentingan mulai dari tingkat pemerintah, dunia usaha, organisasi, dan masyarakat. Baik perempuan maupun laki-laki sama-sama berkontribusi dalam pengasuhan dan perwujudan generasi emas 2045.
Bintang meyakini, kondisi ibu selama hamil, melahirkan, menyusui, menyusui, pendidikan, atau mengasuh anak merupakan hal yang tidak bisa dilakukan sendiri. Ibu memerlukan perhatian dari banyak pihak.
“Kesejahteraan ibu dan anak, baik fisik, psikis, sosial, ekonomi, dan spiritual, diharapkan dapat tercapai melalui undang-undang ini.”
Bintang juga menyampaikan komitmen pemerintah dalam menerapkan UU KIA pada seribu hari pertama kehidupan dengan melakukan dialog dengan organisasi masyarakat, termasuk Serikat Perempuan.
Keinginan perempuan bekerja sangat penting untuk mengembangkan peraturan turunan yang tidak hanya berpihak pada perempuan tetapi juga menjamin terlaksananya hak-hak ibu bekerja di lingkungan pekerjaan, keluarga, dan sosial.
“Undang-undang ini pada dasarnya menjamin hak-hak anak dalam seribu hari pertama kehidupan serta menetapkan kewajiban ayah, ibu, dan keluarga.”
Sementara itu, para ibu juga membutuhkan ruang untuk memberikan energi pada anaknya saat berada di seribu hari pertama kehidupannya. Oleh karena itu, suami mempunyai kewajiban untuk memberikan dukungan kesehatan, gizi, pemberian ASI, serta memastikan perempuan dan anak mendapatkan layanan kesehatan dan gizi.
Memberikan pertolongan kepada ibu dan menciptakan lingkungan yang sesuai bagi ibu dan anak, baik di keluarga, tempat kerja atau tempat umum, merupakan prasyarat penting bagi kesejahteraan ibu dan anak.
“Karena pada hakikatnya kesehatan ibu dan anak adalah tanggung jawab bersama,” kata Bintang.
Salah satu isi UU KIA yang banyak ditekankan adalah pemberian cuti hamil selama 6 bulan bagi perempuan pekerja.
Ketua Panitia Kerja Pemerintah Penyusunan Undang-Undang KIA (RUU) Lenny N Rosalin menegaskan, rezim cuti melahirkan selama 6 bulan disebutkan secara rinci dalam Pasal 4 Ayat 3 RUU KIA. Dalam kondisi khusus, cuti hamil 6 bulan disetujui.
Cuti hamil berlangsung minimal tiga bulan. Lenny dalam keterangannya juga mengatakan, “Pada dasarnya setiap pekerja yang melahirkan berhak mendapat cuti selama 3 bulan, karena faktanya masih ada perusahaan yang tidak memberikan hak tersebut”.
Rincian lainnya, tambahan cuti diberikan paling lama tiga bulan, dengan syarat khusus yang dibenarkan oleh surat keterangan dokter, tambahnya.
Syarat khusus dalam Pasal 4 ayat (3) adalah gangguan kesehatan ibu, gangguan kesehatan, komplikasi nifas, dan aborsi spontan.
Ada pula kondisi khusus jika anak lahir dengan gangguan kesehatan atau komplikasi.
Oleh karena itu, hak cuti tambahan atau khusus dapat diberikan tidak hanya jika ibu memiliki kondisi khusus, tetapi juga jika anak lahir dengan gangguan atau gangguan kesehatan, jelas Lenny.