bachkim24h.com, Jakarta Membangun infrastruktur yang ramah terhadap perempuan dan anak menjadi kunci keberhasilan penurunan stunting.
Menurut Wakil Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Wamendukbangga)/Wakil Presiden BKKBN Ratu Ayu Isyana Bagoes Oka, dukungan pembangunan infrastruktur untuk mencegah stunting sangat diperlukan. Tidak lain adalah untuk mencapai tujuan Asta Cita Presiden yang keempat dalam hal pengembangan sumber daya manusia (SDM). Serta upaya mencapai generasi emas pada tahun 2045.
“Untuk mencapai masa keemasan tahun 2045, keluargalah yang harus diintervensi,” kata Agus Harimurti Yudhoyono, Menteri Prasarana Ketahanan Bencana yang dipimpin Menko, Selasa (14/1/2024), di Jakarta.
Merujuk data Kementerian Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan/BKKBN, Isyana menunjukkan terdapat 1.933.048 Keluarga Risiko Stunting (KRS) yang tidak memiliki cukup air minum primer. Lalu ada NOK 3.760.390 tanpa toilet layak dan NOK 5.552.495 dengan rumah tidak berpenghuni.
Ia juga berbicara tentang gerakan orang tua untuk mencegah stunting. Serta pentingnya dukungan pembangunan infrastruktur dari kementerian terkait untuk kegiatan pencegahan dan pengendalian stunting di Indonesia.
“Anggaran kita terbatas dan perlu dukungan banyak pihak,” kata Isyana saat memaparkan data terkini 8.682.170 Keluarga Risiko Stunting (KRS) dari 42.990.996 rumah tangga sasaran.
Dalam upaya mengatasi stunting, prioritas strategis yang perlu segera dibenahi adalah pembangunan infrastruktur air bersih dan sanitasi.
Menko AHY dan Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Pratikno mengamini.
“Kesehatan masyarakat memerlukan air bersih dan kebersihan yang baik. Jika kita tidak meningkatkan kebersihan dan air bersih, kita akan sulit mengurangi angka stunting. “Ini bukan hanya soal gizi, tapi juga infrastruktur,” kata Pratikno.
Meliputi program-program seperti pembangunan infrastruktur dasar kesehatan, ruang terbuka bagi ibu dan anak, serta program terkait kebencanaan.
Guna mempercepat pelaksanaan program tersebut, kedua menteri koordinator sepakat untuk segera membentuk kelompok kerja bersama (pokja).
“Kelompok kerja kecil lintas kementerian/lembaga terkait melakukan sinkronisasi program kerja utama,” kata AHY.
Pertemuan tersebut juga mengangkat isu pembangunan perkotaan yang mudah dibicarakan oleh para penyandang disabilitas. Hal inilah yang menjadi salah satu fokus Pratikno.
Ia mengatakan, pembangunan infrastruktur bersama harus menjadi komitmen pemerintah.
“Ingat bahwa infrastruktur yang baik berperan penting dalam menciptakan ruang bersama bagi semua kelompok, terutama bagi kelompok rentan seperti anak-anak, perempuan, lansia, dan penyandang disabilitas,” ujarnya.
Pratikno juga menyebutkan pentingnya peran infrastruktur dalam mengatasi permasalahan kesehatan seperti TBC yang seringkali disebabkan oleh kondisi perumahan yang tidak memadai dan lingkungan yang tidak sehat.
Menurut Pratikno, lingkungan yang bersih berperan penting dalam mengurangi risiko penyakit seperti TBC.
“Perumahan yang baik, lingkungan yang bersih, dan infrastruktur yang memadai sangat penting untuk mengurangi risiko penyakit seperti TBC,” kata Pratikno.
Di sisi lain, infrastruktur yang buruk akan terus memperburuk masalah kesehatan masyarakat.
Terkait bencana alam, Pratikno menegaskan keseriusan pemerintah dalam membangun infrastruktur yang kuat. Artinya, tidak hanya mampu menahan bencana, namun juga berfungsi meredam dampaknya.
Sehingga dapat melindungi masyarakat dan mempercepat pemulihan pascabencana.
“Jangan sampai mereka yang sudah menyelamatkan dan memperbaiki keadaan keuangannya terpuruk karena bencana. – Kita harus bisa mengurangi risiko gempa bumi, tsunami, banjir dan tanah longsor, tambahnya.