Categories
Bisnis

Prabowo Bakal Mendirikan Badan Penerimaan Negara, Ini Tujuannya

JAKARTA – Presiden terpilih Prabowo Subianto disebut-sebut akan mendirikan lembaga pemungutan pajak negara. Rencana tersebut juga dibenarkan pengusaha sekaligus adik Presiden terpilih Prabowo Subianto, Hashim Djojohadikusumo, saat menghadiri diskusi dialog: Optimisme dunia usaha dalam kerja sama dan menyambut pemerintahan Prabowo-Gibran di Kota Plataran. Hutan, Seniyan, Jakarta, Sabtu (31 Agustus 2024).

Ia mengatakan, Presiden Prabova telah menyetujui pembentukan Departemen Pajak Negara. Namun, dia menegaskan, badan baru tersebut bukan bertujuan untuk berbagi jabatan melainkan untuk meningkatkan pendapatan negara.

“Pak Prabowo-Gibran akan membentuk kementerian atau lembaga baru,” jelasnya. Khususnya Badan Pendapatan Negara.”

Hashim mengatakan, Badan Pendapatan Negara nantinya akan memasukkan pajak bea dan cukai dengan dirjen baru. “Mungkin Departemen Umum PNBP dan Bea Cukai akan fokus pada penerimaan APBN,” jelasnya.

Hashim mengatakan, dalam lima tahun ke depan, pemerintahan Prabowo-Gibran secara bertahap akan menargetkan pendapatan APBN yang saat ini sebesar 12,7% dari produk domestik bruto (PDB).

“Pemerintahan Prabowo-Gibran ingin meningkatkan penerimaan APBN dari 12,7%, secara bertahap tujuan kita dalam 5 tahun ke depan Indonesia bisa setara dengan Vietnam, (khususnya) dari 12,7%, targetnya. Tujuan kita adalah pada tahun 2029 dan 2030, kita Pendapatan APBN sebesar 23 persen sama dengan Vietnam,” jelasnya.

Hashim yakin tujuan tersebut akan tercapai dengan mengatasi kebocoran pendapatan negara dan memperbaiki serta menegakkan peraturan yang ada.

Lebih lanjut, ia mengaku berdasarkan angka dan data baru perekonomian Indonesia, pihaknya optimistis perekonomian Indonesia mampu tumbuh 9%-10% setiap tahunnya.

“Saya sangat, sangat optimis. Saya sangat, sangat optimis,” katanya.

Categories
Bisnis

Prabowo Diminta Pertimbangkan Pemisahan Ditjen Pajak, Bea Cukai dari Kemenkeu

Jakarta – Presiden terpilih Prabowo Subianto diminta mempertimbangkan matang-matang pembentukan Badan Pendapatan Negara (BPN) yang sebaiknya dipisahkan dari Kementerian Keuangan (Kmenkew). Belakangan ini, terdapat kebutuhan untuk memisahkan Direktorat Jenderal Pajak (Dietgen Pajak) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dari Kementerian Keuangan menjadi satu lembaga.

Prabowo diminta menunjuk angka pasti untuk meningkatkan pendapatan pemerintah. Wijyanto Samirin, Ekonom Universitas Paramadina, menilai BPN akan lebih baik jika lebih kuat dan berada langsung di bawah presiden. Sebab, ia melihat pajak merupakan salah satu pendapatan negara yang bisa ditingkatkan oleh lembaga baru tersebut.

“Kementerian Keuangan (Kemenkeu) saat ini sangat kuat, mengelola pendapatan, perbendaharaan, dan ada perusahaan di bawahnya, jadi sudah ditransfer secara berlebihan, pajak yang diperlukan untuk kehidupan negara sampai saat itu. .Sekarang dipegang oleh Dirjen Pajak eselon 1. Tidak terlalu kuat,” kata Samirin dalam debat publik “Dilema Kabinet Prabowo dalam Sistem Serikat Umum”, Kamis (11/72024).

Ia menilai, jika BPN benar-benar terbentuk, maka harus dilakukan perubahan nama. Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dikeluarkan dari Kementerian Keuangan dan dimasukkan dalam lembaga baru.

“Tapi BPN harus hati-hati. Kenapa? Karena pajak itu penting. Kita harus pastikan kalau terjadi tidak ada masalah. Karena langsung ada masalah, itu masalah koordinasi, ini masalah manajemen,” dia dikatakan. “Maka mata uang kita yang sudah lemah akan menjadi lebih buruk.”

Oleh karena itu, Wijayanto mendesak pemerintahan baru membentuk BPN dan Prabowo menjadi Presiden kedelapan RI periode 2024-2029 setelah dilantik pada Oktober 2024. . Mampu memilih orang yang tepat.

“Saya tidak tahu kalau orangnya (Pimpinan BPN) Pak Prabowo ini. Tapi dia harus orang yang stabil, orang yang kuat,” kata Wijayanto.

Categories
Bisnis

Realisasi PNBP Pengelolaan Kelautan Sentuh Rp 305 Miliar

bachkim24h.com, Jakarta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mencatat Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Provinsi dari Pengelolaan Ruang Laut dan Laut mencapai Rp305,03 miliar atau 45,89 persen. “PNBP per 26 Juli berada di angka 45,89 persen. Jadi biasanya panennya lebih cepat di bulan September, Oktober,” kata Sekretaris Jenderal KKP, Kusdiantoro dalam konferensi pers di kantor KKP di Jakarta, Selasa. (30/7/2024).

“Banyak juga perusahaan yang minta dilepas agar pembayarannya ditunda,” ujarnya.

Kusidantoro juga menjelaskan realisasi PNBP DJPKRL periode 2018-2024.

Pada tahun 2018, perolehan PNBP DJPKRL mencapai Rp25,65 miliar atau 918,65%, dan pada tahun 2019 mencapai Rp13,24 miliar atau 442,08%, dan pada tahun 2020 sebesar Rp11,60 miliar atau Rp. 112,59%. Jatuh tempo pada tahun 2021

Selanjutnya pada tahun 2021, realisasi PNBP DJPKRL mencapai Rp33,62 miliar atau 493,02%, dan pada tahun 2022 mencapai Rp383,03 miliar atau 783,18% dan pada tahun 2023 sebesar Rp707,04 miliar atau 212,22%.

“Kalau dilihat dari anggaran kita, PNBP lebih besar dari anggaran yang kita keluarkan. Jadi ada surplus, anggaran kita 400 PNBP 700, jadi kenaikan PNBP meningkat padahal kontribusi dari konsesi PKKPRL itu proses lain, ada Ada 21 jenis izin,” jelas pejabat KKP itu.

Departemen Kelautan dan Perikanan (KKP) mencatat hingga semester I 2024, realisasi investasi sektor perikanan laut baru mencapai Rp5,15 triliun atau 57,22 persen dari target Rp9 triliun.

Oleh karena itu, semester ini kita melampaui target sebesar 50 persen, kata Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Hasil Kelautan dan Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan (PDSPKP KKP) Budi Sulistiyo, dalam konferensi pers kinerja KKP. Pencapaian Semester I 2024, Kantor KKP, Jakarta, Jumat (26/7/2024).

Negara asal investor terbesar di sektor kelautan dan perikanan adalah Hong Kong Rp756,34 miliar, China Rp164,99 miliar, dan Malaysia Rp148,75 miliar.

Selain itu, Budi menyebutkan terdapat 3 provinsi yang menjadi wilayah investasi sektor kelautan dan perikanan, yaitu Provinsi Maluku dengan pangsa 21 persen, DKI Jakarta dengan pangsa 13 persen, Jawa Timur dengan pangsa 21 persen. 11 persen.

Selain itu, Budi juga mengungkapkan realisasi pembiayaan usaha perikanan laut melalui program kredit pada semester I 2024 meningkat sebesar 28,38 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp3,10 triliun.

Sumber pembiayaan kredit program semester 2024 antara lain Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebesar Rp3,64 triliun, dan kredit usaha kecil sebesar Rp364 miliar.

Perolehan KUR berdasarkan sektor usaha antara lain budidaya ikan sebesar Rp1,25 triliun, perdagangan hasil perikanan Rp1,22 triliun, jasa penangkapan ikan Rp245,70 miliar, penangkapan ikan Rp812,09 miliar, pengolahan hasil perikanan Rp96,05 miliar, dan KUR gergaji garam mencapai Rp5,12 miliar.