Categories
Edukasi

Anak Tukang Bubur Ini Lulus Cum Laude di ITB, Penuhi Janji ke Mendiang Ibu

JAKARTA – Begitulah kisah Melly Puspita, putri seorang tukang semprot yang lulus dengan predikat cumlaude dari program studi Teknik Metalurgi ITB. Melly memperoleh IPK 3,6.

Melly patut berbangga karena berhasil lulus dari salah satu kampus terbaik tanah air dengan IPK 3,6 dalam waktu 3,5 tahun. Prestasi tersebut menempatkannya sebagai salah satu mahasiswa terbaik dan mendapat predikat cumlaude.

Baca Juga: Ingin Dapat IPK Cumlaude, Magna Cumlaude dan Summa Cumlaude? Ini adalah nilai minimum

Tiba-tiba, saat namanya diumumkan di ruang sidang skripsi sebagai mahasiswa yang lulus dengan nilai A dan Cum Laude, Melly tak kuasa menahan tangisnya.

Kepala sekolahnya, Imam Santoso yang sangat bangga dengan murid-muridnya, mengunggah momen bahagia Melly di akun Instagram miliknya.

“Melly menangis, tidak bisa berkata-kata, menunggu salah satu momen terpenting dalam hidupnya.” Demikian caption yang ditulis Imam Santoso saat membagikan momen bahagia tersebut.

Baca Juga: Kisah Radit, Seorang Buta yang Lulus Cum Laude Sastra Arab UI

Melly “Optimasi sel surya perovskit berbasis metilamonium timbal iodida (MAPbI3) menggunakan oksida timah sebagai lapisan transpor elektron” atau sel surya perovskit tipe MAPbI3 menggunakan oksida timah sebagai lapisan transpor elektron.

Tepati janji pada mendiang ibumu

Adik bungsunya mengaku tak bisa menahan haru karena akhirnya memenuhi janjinya kepada orang tuanya dan berhasil mendapatkan gelar sarjana dari Institut Teknologi Bandung (ITB).

Terutama janjinya kepada ibunya yang sudah meninggal. Ibu Oey Erni tamat SD.

Baca Juga: Profil Ega Ayu, Juara KIP Kuliah, Lulus UNY Cum Laude

“Saya sangat senang akhirnya bisa menyelesaikan perjuangan kuliah dan pekerjaan terakhir saya dengan hasil yang sangat baik,” kata Puslapdi di lamannya, Minggu (17/3/2024).

Terlahir dari keluarga sederhana, ayah Melly Tan Si Eng hanya mampu mengenyam bangku sekolah dasar. Tan Si Eng bekerja sebagai penjual bubur ayam dari rumahnya di Jalan Pagarsih, Kota Bandung, Jawa Barat.

Namun kondisi lockdown akibat bencana Covid-19 2019-2021 membuat penjualan bubur ayam terhenti. Pasca pandemi, ayahnya berhenti berjualan bubur ayam dan memilih bekerja serabutan sebagai pengecat rumah.

Kedua orang tuanya, meski berpendidikan rendah, sangat menyadari bahwa pendidikan sangat penting dan menjadi kunci utama kesuksesan.