bachkim24h.com, Jakarta – Komisi Komunikasi Federal AS (FCC) setuju untuk melarang robocall yang menggunakan teknologi kloning suara.
Larangan itu muncul setelah panggilan otomatis menggunakan teknologi suara yang dihasilkan AI yang konon milik Joe Biden diduga menggunakan manipulasi suara untuk menyesatkan pemilih selama tahun pemilihan presiden AS.
“Hari ini Komisi Komunikasi Federal mengumumkan bahwa mereka akan melarang panggilan menggunakan audio yang dihasilkan kecerdasan buatan berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen Telepon,” kata FCC dalam pengumumannya, Sabtu (10/2/2024), seperti dikutip 9To5Mac.
Menurut FCC, pembatasan ini akan berlaku sesegera mungkin.
“Aturan ini melarang teknologi kloning suara yang digunakan dalam robocall palsu yang menargetkan konsumen,” kata FCC.
Dengan cara ini, penasihat hukum negara bagian di seluruh Amerika Serikat dapat mengambil tindakan terhadap pelaku kejahatan di balik panggilan otomatis yang menggunakan audio yang dihasilkan AI.
CBS News sebelumnya melaporkan bahwa 25,000 robocall telah dilakukan di New Hampshire menggunakan suara palsu untuk menyesatkan pemilih.
FCC melakukan ini sebelum pemilihan presiden. bulan lalu Panggilan telepon otomatis dengan suara peniru Presiden Biden Mendorong pemilih untuk tidak memilih partai tersebut. di New Hampshire Diperkirakan antara 5.000 dan 25.000 panggilan telepon dilakukan dengan menggunakan suara palsu untuk Joe Biden.
Sementara itu Jaksa Agung New Hampshire mengatakan: “Rekaman yang dibuat oleh AI yang menyerupai presiden telah dikaitkan dengan dua perusahaan di Texas. dan penyelidikan masih berlangsung.”
Melarang panggilan otomatis atau robocall yang menggunakan suara kloning tidak secara otomatis mencegah insiden penipuan serupa di masa mendatang.
Oleh karena itu, FCC mengizinkan jaksa penuntut negara untuk memungut denda dari pelanggar.
Pada saat yang sama, pengembangan AI menjadi semakin kompleks. Jika di Amerika Serikat Peniru Joe Biden digunakan untuk menyesatkan pemilih AS di Indonesia. Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika Nesar Patria mengatakan ada ancaman AI generatif untuk membuat konten palsu.
Neser Patria mengimbau masyarakat lebih waspada terhadap konten palsu yang menggunakan kecerdasan buatan kreatif.
Pasalnya, saat ini banyak sekali konten palsu yang dibuat dengan menggunakan kecerdasan buatan (AI) atau teknologi AI generatif.
Nesar juga mengingatkan masyarakat bahwa kemampuan berpikir kritis bisa diperoleh. Mereka harus mampu menghindari kepalsuan.
“Berpikir kritis adalah hal terpenting yang dapat mencegah terjadinya penipuan. Karena penipuan lebih kompleks dan bentuknya berbeda-beda,” kata Nesar pada diskusi panel di Yogyakarta, Kamis pekan lalu.
Nezar mengatakan AI generatif dapat membuat konten palsu yang terlihat realistis. Dan itu membuat peristiwa yang tidak pernah terjadi tampak nyata dan mungkin terjadi.
Dia mencontohkan konten video yang menampilkan Presiden Joko Widodo dalam bahasa Mandarin dan Arab. Itu dibuat menggunakan teknologi AI Deepfake.
“Kedengarannya sama. wajah yang sama Gerakan bibirnya sama. Semua sama. Tapi itu hoax,” kata Wamenkominfo. Dikatakan pada konferensi pers, Jumat (26/2/2018) 1/2024)
Wamenkominfo menilai penyalahgunaan keahlian teknis dapat dengan mudah mempengaruhi warga untuk mengikuti situasi pihak yang tidak bertanggung jawab. Lebih-lebih lagi, Tidak semua lapisan masyarakat mempunyai kemampuan mengolah informasi secara logis.
“Elemen masyarakat tertentu bisa dengan mudah mengenalinya palsu. Karena ada beberapa hal yang tidak masuk akal. Itu tidak wajar,” kata Nesar.
“Tapi ada elemen lain. Di masyarakat kita tidak ada kepekaan seperti itu. Mereka menerima informasi palsu,” tutupnya.
Nesar menekankan masyarakat harus selalu berhati-hati. dan periksa sumber resmi untuk keakuratan informasi apa pun. yang mereka terima Menurutnya, inilah pentingnya literasi digital.
“Jangan langsung mengambil kesimpulan dan mempercayai hal-hal yang sensasional dan terlalu bagus untuk menjadi kenyataan. Sampai kami digiring untuk mempercayainya,” kata Wakil Menteri Perhubungan dan Penerangan. “Kami akan cek lagi ke sumber sebenarnya untuk mengetahui kebenaran informasi tersebut.”
Menciptakan ruang digital yang aman, efektif, dan inklusif memerlukan prinsip selain pemikiran kritis. “Memberdayakan masyarakat melalui keterampilan pemecahan masalah, transparansi, dan literasi kritis. atau pendidikan,” kata Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika.