JAKARTA. Dipercaya bahwa operasi plastik untuk tujuan kecantikan telah digunakan berabad-abad yang lalu oleh bangsa Viking di Eropa. Hal ini diketahui berkat penemuan arkeologi baru-baru ini.
Berdasarkan bukti arkeologi, para peneliti menyimpulkan bahwa bangsa Viking mungkin pernah melakukan praktik serupa dengan operasi plastik sekitar 1.000 tahun yang lalu. Di Swedia, peneliti menemukan bukti adanya tiga tengkorak memanjang yang diyakini telah mengalami deformasi pada masa kanak-kanak, saat tulang tengkorak masih lunak.
Penemuan ini merupakan pertama kalinya Deformasi Tengkorak Buatan, atau ACD, teridentifikasi pada budaya Viking, lapor Daily Mail, Kamis (18 April 2024). ACD sebelumnya diketahui hanya dipraktikkan di wilayah Laut Hitam dan dalam budaya Mesoamerika, penduduk asli Amerika, dan Eurasia.
“Kami tidak tahu di mana ketiga perempuan ini tumbuh dan di mana kepala mereka mengalami cacat. Masih belum jelas apakah praktik ini dilakukan pada masa kanak-kanak anak-anak di wilayah Laut Hitam, dan bagaimana mereka bisa sampai ke Gotland,” kata Matthias Toplak, salah satu pemimpin ekspedisi.
Para peneliti menduga bahwa tengkorak para wanita ini mungkin telah diubah pada tahun pertama kehidupannya dengan membalut kepala bayi dengan perban untuk memanjangkan tengkoraknya. Teknik ini dilakukan saat tulang tengkorak masih cukup lunak untuk dibentuk.
Namun, jika bangsa Viking menggunakan metode yang lebih keras, seperti beban atau tali pengikat, hal itu bisa berakibat fatal bagi perkembangan kognitif anak. Para peneliti menjelaskan bahwa mereka tidak dapat memastikan hal ini hanya berdasarkan tengkoraknya saja, namun Jesse Goldstein, kepala bedah plastik anak, memperingatkan bahwa pendekatan yang lebih ekstrim dapat menimbulkan konsekuensi yang serius.
“Jika cara ini digunakan, bisa berdampak buruk pada otak, apalagi jika dilakukan pada anak usia dini. Namun hal ini sulit dipastikan secara pasti,” ujarnya.
Para peneliti percaya bahwa ACD kemungkinan besar digunakan sebagai tanda status dan kecantikan, dan untuk menunjukkan bahwa para wanita ini melakukan perjalanan jauh. “Tubuh manusia adalah alat komunikasi,” tulis para peneliti dalam jurnal ilmiah mereka.