Categories
Teknologi

Startup Italia iGenius Gandeng Nvidia Siap Lahirkan Pusat Data AI Raksasa

bachkim24h.com, JAKARTA – Perusahaan startup Italia iGenius bersama Nvidia berencana memperkenalkan salah satu sistem kecerdasan buatan terbesar di dunia dengan menggunakan server terbaru Nvidia. Proyek ambisius tersebut dikatakan akan beroperasi pada pertengahan tahun 2025 di sebuah pusat data di Italia selatan.

IGenius akan membangun pusat data yang mampu menampung 80 server terkuat Nvidia, yang disebut mesin GB200 NVL72, yang masing-masing akan memiliki 72 chip Blackwell dari raksasa teknologi tersebut. Perusahaan start-up tidak mengungkapkan biaya investasi proyek tersebut. Namun, CEO iGenius Ulyan Sharko mengatakan perusahaannya telah mengumpulkan 650 juta euro untuk keseluruhan tahun 2024 dan sedang mencari modal tambahan untuk proyek sistem komputer AI yang disebut Colosseum.

Berbeda dengan pesaingnya seperti kecerdasan buatan, iGenius berfokus pada pengembangan model perangkat lunak AI sumber terbuka untuk chatbot yang dijual di industri seperti perbankan dan layanan kesehatan. AI jenis ini juga dikelola langsung oleh pelanggan menggunakan infrastruktur mereka sendiri.

Untuk proyek Coliseum, iGenius juga menggunakan berbagai perangkat lunak Nvidia, termasuk Nvidia NIMS, yang berfungsi sebagai gudang perangkat lunak untuk model AI. Artinya model AI yang dikembangkan melalui Colosseum dapat dengan mudah didistribusikan ke perusahaan yang menggunakan chip Nvidia.

Beberapa model yang diprogram dapat memiliki hingga 1 triliun parameter, menurut salah satu tolok ukur kecerdasan buatan saat ini. “Sekarang, hanya dengan mengklik satu tombol, mereka dapat mengunduh grafik dari katalog Nvidia dan mengimplementasikannya dalam aplikasi mereka,” kata Sharko, seperti dilansir Reuters, Jumat (12/06/2024).

Charlie Boyle, wakil presiden dan manajer umum sistem DGX di Nvidia, mengatakan Colosseum akan menjadi salah satu penerapan server inti Nvidia terbesar di dunia. Beberapa tim software dan hardware Nvidia bekerja langsung dengan iGenius agar sistem dapat berjalan sesuai rencana,” ujarnya.

 

Categories
Teknologi

NVIDIA Terjerat Kasus Hak Cipta Generatif AI karena Gunakan Dataset Tanpa Izin

bachkim24h.com, Jakarta – Penulis buku menggugat NVIDIA atas platform kecerdasan buatan (AI) miliknya, NeMo, bahasa pemrograman yang memungkinkan perusahaan membuat dan melatih chatbot.

Penulis buku ini mengklaim bahwa NVIDIA menggunakan kumpulan data dari berbagai buku untuk melatih kemampuan AI NeMo tanpa izin dari penulis masing-masing.

Dikutip dari Engadget, Kamis (14/3/2024), penulis buku Abdi Nazemian, Brian Keene, dan Stewart O’Nan menuntut NVIDIA membayar kompensasi dan menghapus semua salinan dataset Book3, yang digunakan NeMo untuk menjalankan Model Bahasa Besar (LLM) pada.

Penulis berasumsi bahwa dataset yang dikumpulkan NVIDIA berasal dari data yang disalin dari perpustakaan data bernama The Library yang terdiri dari 196.640 buku bajakan.

Penulis menyatakan: “Singkatnya, NVIDIA mengakui bahwa pelatihan model NeMo Megatron didasarkan pada salinan kumpulan data The Pile.”

Menanggapi pengumuman tersebut, NVIDIA menyatakan menghormati hak pembuat konten dan mematuhi undang-undang hak cipta.

“Kami menghormati hak semua pencipta karya dan percaya bahwa kami menciptakan NeMo sepenuhnya mematuhi undang-undang hak cipta,” kata NVIDIA kepada The Wall Street Journal.

NVIDIA bukan satu-satunya perusahaan yang dituntut karena pelanggaran hak cipta terhadap AI generatif. Setahun yang lalu, OpenAI dan Microsoft digugat oleh penulis cerita non-fiksi.

Mereka mengklaim bahwa OpenAI dan Microsoft menghasilkan uang dari karya mereka, namun perusahaan tersebut menolak membayar royalti kepada penulisnya.

Sementara itu, seorang mantan insinyur Google baru-baru ini ditangkap di California, AS. Penangkapan terjadi setelah mantan insinyur tersebut mencuri lebih dari 500 file berisi rahasia dagang kecerdasan buatan (AI).

Data yang dicuri nantinya akan digunakan untuk menguntungkan perusahaan teknologi saingan Google di Tiongkok.

Dalam dakwaan yang diajukan ke pengadilan federal di California, jaksa menuduh Linwei Ding mengunggah rahasia dagang dari laptop Google ke akun penyimpanan cloud pribadinya.

Dokumen yang dicuri Ding berisi pertanyaan tentang infrastruktur kecerdasan buatan Google. Ia mengunggahnya ke akun pribadinya dalam kurun waktu setahun, mulai Mei 2022 hingga Mei 2023.

Seorang warga negara Tiongkok berusia 38 tahun yang bergabung dengan Google pada tahun 2019 ditangkap di Newark, California dan didakwa dengan empat tuduhan pencurian rahasia dagang.

Jika terbukti bersalah, Ding menghadapi hukuman hingga 10 tahun penjara dan denda hingga $250.000 (sekitar 3,9 miliar rupiah) untuk setiap dakwaan.

“Kami menerapkan langkah-langkah keamanan yang ketat untuk mencegah pencurian informasi bisnis rahasia dan rahasia dagang kami,” kata juru bicara Google Jose Castaneda, Sabtu, seperti dikutip Engadget.

Perkembangan kasus ini terjadi di tengah meningkatnya ketegangan antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok di tengah tren kecerdasan buatan.

Di sisi lain, Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika Nezar Patria mengimbau masyarakat mewaspadai konten palsu yang dibuat menggunakan teknologi kecerdasan buatan (AI) generatif.

Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika mengkritisi kecerdikan teknologi yang dapat dengan mudah memanipulasi manusia.

Apalagi menurutnya, tidak semua masyarakat mempunyai kemampuan cerdas dalam mengolah informasi yang diterimanya.

“Dalam berpikir kritis, ini yang terpenting bagi kita untuk bisa menghalau penipuan.” Sebab penipuan sekarang sudah lebih canggih dan bentuknya berbeda-beda,” ujarnya.

Menurutnya, kecerdasan buatan generatif menghasilkan konten palsu yang terlihat autentik, bahkan bisa membuat peristiwa yang tidak pernah terjadi maupun peristiwa yang memang terjadi terlihat autentik.

Oleh karena itu Nezar Patria menegaskan agar masyarakat selalu berhati-hati dan mengecek sumber resmi terkait kebenaran informasi yang diterimanya.

“Di situlah menurut saya literasi digital itu penting.” Jangan cepat percaya pada sesuatu yang menggugah emosi, sesuatu yang “terlalu bagus untuk menjadi kenyataan”, sehingga kita tersesat di dalamnya. Mari kita cek kembali ke sumber terpercaya apakah informasinya benar,” tutupnya.