Categories
Kesehatan

Lebih Baik Bikin MPASI Sendiri daripada Beli Pinggir Jalan

bachkim24h.com, Jakarta Direktur Departemen Kesehatan dan Penyakit Metabolik (IDAI) Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) DR. Titis Prawitasari mengaku ragu dengan kebersihan dan nilai gizi dari makanan tambahan susu formula (MPASI) yang dijual di jalanan.

Menurut Titis, sebaiknya MPASI yang diberikan kepada anak dilakukan langsung di rumah. Ibu, ayah atau orang yang dapat dipercaya memastikan MPASI dengan memastikan proses produksinya terhindar dari berbagai penyakit. Maka komposisi makanan juga bisa diperhatikan dengan baik. 

Sedangkan nilai gizi MPASI dijual dengan cara yang tidak diketahui, seperti sayur-sayuran dan protein hewani yang dikandungnya.

“Anda harus melihat ini dari sudut pandang mikronutrien, ini sangat buruk.” Meskipun labelnya mengatakan ayam-bayam, brokoli-salmon, ini sering ditemukan di desa-desa, tab ? atau bisnis rumahan?” kata Titis, Sabtu lalu di IDAI.

Faktor lainnya adalah metode MPASI tidak bisa dijamin bersih karena kemungkinan makanan tersebut belum melalui proses produksi.

Mengingat makanan tersebut sudah lama dijual di jalanan dan di luar ruangan, maka dikhawatirkan penyakit Titis juga menjadi klaim organik MPASI di jalanan. Organik maksudnya.

“Kalau organik menurut definisi BPOM, bisa diakui organik. Namun jika perusahaan dalam negeri, hal ini patut dipertanyakan karena izinnya berasal dari dinas setempat dan bukan dari BPOM. Ini harus diukur,” kata Titis, kata Antara.

Sementara itu, Titis mengimbau seluruh orang tua untuk tidak memberikan MPASI sebelum anaknya berusia enam bulan.

Pemberian MPASI sebelum waktunya dapat menyebabkan sistem pencernaan bayi tertutup atau tersumbat karena bayi tidak mampu mencerna makanan kasar untuk usianya.

“Sarannya kalau dia belum siap kita harus memberinya minum karena dia hanya bisa bernapas dan menelan, tidak bisa mencerna. Pertama, ambil makanannya dari depan ke belakang biar halus,” kata Titis.

Menurut situs IDAI, berikut tanda-tanda anak siap menerima MPASI: Refleks ekstrusi (menjulurkan lidah) sangat berkurang atau tidak ada. Kemampuan untuk menegakkan kepala. Tidak dapat duduk dan menyeimbangkan diri dengan sedikit bantuan sambil meraih benda di dekatnya dengan tangan.

Sejak usia 6 bulan, kebutuhan nutrisi anak baik makronutrien maupun mikronutrien sudah tidak bisa lagi dipenuhi hanya dari ASI saja. Selain itu, keterampilan makan (oromotorik) terus meningkat dan bayi mulai menyukai makanan bebas susu. 

Oleh karena itu, memulai pemberian MPASI pada waktu yang tepat akan berdampak positif terhadap kebutuhan gizi serta tumbuh kembang anak.

Selain ASI, perkenalkan makanan tertentu secara bertahap baik jenis, jumlah, frekuensi, tekstur, dan konsistensinya hingga seluruh kebutuhan nutrisi bayi tercukupi melalui makanan.

Masa peralihan antara 6 hingga 23 bulan ini merupakan masa yang kurang baik bagi tumbuh kembang anak karena tidak mendapat asupan makanan yang cukup baik yang baik maupun yang berlimpah sehingga dapat terjadi gizi buruk.

Categories
Kesehatan

Alasan Bayi di Bawah 6 Bulan Tidak Boleh Diberi Makan Pisang

bachkim24h.com, Jakarta – Sebagai orang tua tentunya kita ingin memberikan yang terbaik bagi anak kita, termasuk pemberian makanan pendamping ASI (MPASI). Pisang dengan rasa manis alaminya sering dianggap sebagai makanan penutup yang sehat dan mudah diberikan kepada anak-anak.

Namun, Titis Prawitasari, SpA(K), selaku Ketua Satker Koordinasi Gizi & Penyakit Metabolik IDAI, mencontohkan bahaya pemberian pisang pada anak di bawah 6 bulan.

Pisang yang diberikan pada anak di bawah usia 6 bulan dapat menyebabkan benzoar atau tumpukan makanan yang tidak tercerna di saluran pencernaan.

“Kemudian saluran cernanya tersumbat. Jadi ada penyumbatan seperti itu,” kata Titis pada Seminar Lay IDAI MPASI di Jakarta (22/6/2024).

Apalagi pemberian pisang dapat menyebabkan anak terserang stroke karena belum mampu mengolah permukaan yang kasar dan keras seperti pisang. 

Titis juga memperhatikan banyak ibu yang memberinya pisang untuk dikunyah. Kemudian ibu akan mengunyah pisang tersebut dengan tujuan untuk dicerna dan diberikan kepada bayi.

“Tidak menutup kemungkinan juga penularannya dari ibu ke anaknya,” jelasnya. Dan perlu diingat bahwa anak-anak belum memiliki daya tahan tubuh yang terbaik, sehingga kemungkinan tertular akan tinggi.

Oleh karena itu, Titis menganjurkan agar anak di bawah usia 6 bulan hanya diberikan cairan karena belum memiliki kemampuan mengolah makanan di mulutnya. “Dia tidak bisa menghisap dan menelan begitu saja. Dia tidak bisa mengunyah.”

Titis mengatakan, pemberian pisang pada bayi usia 6 bulan diperbolehkan karena dikatakan sudah siap. “Tetapi yang kurang dari itu, misalnya 2 atau 4 bulan, sebaiknya tidak dilakukan.”

Titis juga mengatakan bahwa Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO merekomendasikan pemberian pisang kepada anak berusia 6 bulan ke atas. “Yang merekomendasikan 6 bulan atau lebih. Kenapa? Karena bagus.”

Namun, para orang tua disarankan menjadikan pisang sebagai satu-satunya makanan untuk anak. Namun harus dibarengi dengan makanan bergizi lainnya. 

“Jadi kalau hanya pisang saja, dari segi komposisinya saja belum cukup, dari segi makanannya juga belum cukup. Jadi tidak bisa hanya pisang saja.”

Memberikan pisang pada anak usia 3 bulan atau kurang dari 6 bulan tidak dianjurkan, karena dapat menyebabkan anak tersedak dan menyumbat saluran pencernaannya. 

Anak di bawah 6 bulan disarankan hanya mengonsumsi makanan cair agar mudah dicerna dan tanpa risiko kesehatan yang serius.

Pemberian pisang sebagai makanan pendamping ASI baru bisa diberikan saat anak berusia 6 bulan ke atas.