bachkim24h.com, Jakarta – Insiden Hannah Ballerina Farm menuai kontroversi karena sejumlah pihak menilai Daniel Neeleman, suami Hannah, mungkin memiliki sikap misoginis.
Hal ini karena Daniel tidak menghargai bakat dan dedikasi Hanna dan mungkin memiliki hak istimewa yang tidak adil terhadapnya. Kontroversi ini menunjukkan betapa pentingnya memahami dan mengatasi misogini perempuan di masyarakat.
Tak hanya itu, kejadian Hannah Ballerina Farm juga memicu perdebatan di masyarakat, khususnya terkait konsep misogini dan seksisme. Apa bedanya? Apa yang dimaksud dengan misoginis?
Misogini adalah kebencian atau ketidaksukaan terhadap perempuan atau anak perempuan. Perilaku misoginis dapat diwujudkan dalam berbagai cara, seperti diskriminasi seksual, pencemaran nama baik terhadap perempuan, kekerasan terhadap perempuan, objektifikasi seksual terhadap perempuan. Misogini sering dikaitkan dengan hak istimewa laki-laki, praktik patriarki, dan diskriminasi gender. Apa yang dimaksud dengan seksis?
Seksisme adalah bias atau diskriminasi berdasarkan jenis kelamin atau gender, terutama terhadap perempuan dan anak perempuan.
Meski asal usulnya tidak jelas, menurut Britannica, istilah seksisme muncul dari feminisme gelombang kedua pada tahun 1960-an hingga 1980-an, dan kemungkinan besar terinspirasi dari istilah rasisme (diskriminasi berdasarkan ras) yang digunakan dalam gerakan hak-hak sipil. Apa perbedaan antara misoginis dan seksis?
Meskipun kedua konsep tersebut terkait dengan diskriminasi gender, terdapat perbedaan mendasar di antara keduanya. Misogini melibatkan kebencian atau penghinaan yang mendalam terhadap perempuan, sedangkan seksisme lebih luas dan dapat merujuk pada siapa saja yang mendiskriminasi lawan jenis.
Bentuk ekstrem dari ideologi seksis adalah misogini, atau kebencian terhadap perempuan. Masyarakat yang merajalelanya misogini memiliki tingkat kekerasan terhadap perempuan yang tinggi, seperti kekerasan dalam rumah tangga, pemerkosaan, dan komodifikasi perempuan dan tubuhnya.
Ketika perempuan diperlakukan sebagai properti atau warga negara kelas dua, seringkali mereka diperlakukan secara individual dan institusional.
Misalnya, seorang hakim dan juri (di tingkat institusi) mungkin mengatakan kepada seorang perempuan yang telah diperkosa (di tingkat individu atau pribadi) bahwa dia bersalah karena cara dia berpakaian yang dianggap provokatif.
Pemikiran misoginis diyakini sudah ada sejak zaman dahulu. Misalnya, Aristoteles dengan terkenal berpendapat bahwa perempuan adalah versi laki-laki yang lebih rendah dan cacat. Menurut Britannica, istilah ini diciptakan pada abad ke-17 dan berasal dari kata Yunani misos, yang berarti “benci”, dan gunē, yang berarti “wanita”.
Istilah misogini dipopulerkan oleh feminis gelombang kedua pada tahun 1970an untuk merujuk pada tindakan yang merendahkan perempuan. Misogini biasanya dibedakan dari seksisme terhadap perempuan: misogini ditandai dengan kekerasan seperti pelecehan seksual atau pembunuhan, sedangkan misogini lebih halus.
Namun, selama gelombang keempat feminisme yang dimulai pada awal abad ke-21, misogini hampir dapat dipertukarkan dengan seksisme dan dapat digunakan untuk merujuk pada prasangka terhadap perempuan selain tindakan kekerasan atau kebencian yang ditujukan terhadap perempuan.
Oleh karena itu, misogini memiliki arti berbeda dan melibatkan tingkat intensitas berbeda. Beberapa kamus telah menyesuaikan entri mereka untuk mencerminkan pergeseran semantik ini. Pada tahun 2002, Kamus Bahasa Inggris Oxford mengubah definisi “misogini” menjadi “kebencian atau ketidaksukaan atau prasangka terhadap perempuan”. Belakangan, kamus Merriam-Webster diterbitkan mengikuti jejaknya.
Istilah seksisme awalnya diciptakan untuk meningkatkan kesadaran akan penindasan terhadap anak perempuan dan perempuan, meskipun pada awal abad ke-21 istilah ini terkadang mencakup penindasan terhadap gender lain, termasuk laki-laki, interseks, dan transgender.
Dalam masyarakat, seksisme paling sering diterapkan terhadap perempuan dan anak perempuan. Seksisme berupaya mempertahankan patriarki atau dominasi laki-laki melalui praktik ideologis dan material individu, kelompok, dan institusi yang menindas perempuan dan anak perempuan berdasarkan jenis kelamin atau gender. Penindasan tersebut biasanya berbentuk eksploitasi ekonomi dan dominasi sosial.
Perilaku, kondisi dan sikap seksis memperkuat stereotip peran sosial (gender) berdasarkan jenis kelamin biologis seseorang. Bentuk umum sosialisasi berdasarkan konsep seksis mengajarkan cerita tertentu tentang peran gender tradisional bagi laki-laki dan perempuan.
Menurut pandangan ini, perempuan dan laki-laki dipandang sebagai dua hal yang berlawanan dan memiliki peran yang sangat berbeda dan saling melengkapi: perempuan adalah kaum yang lebih lemah dan kurang mampu dibandingkan laki-laki, terutama dalam hal logika dan penalaran rasional.
Perempuan dianggap hanya cocok untuk pekerjaan rumah tangga dan pekerjaan emosional sehingga tidak bisa menjadi pemimpin yang baik dalam bisnis, politik, atau akademisi.
Meskipun perempuan dipandang secara alami cocok untuk melakukan pekerjaan rumah tangga dan sangat baik sebagai pengasuh, peran mereka sering kali dianggap kurang berharga atau tidak berharga dibandingkan dengan pekerjaan laki-laki.
Studi feminis tentang gender dalam masyarakat memerlukan konsep yang membedakan dan menganalisis kesenjangan sosial antara anak perempuan dan anak laki-laki serta perempuan dan laki-laki tanpa mereduksi perbedaan-perbedaan ini menjadi sebuah takdir biologis.
Konsep seksisme menjelaskan bahwa prasangka dan diskriminasi berdasarkan gender atau jenis kelamin, bukan inferioritas biologis, merupakan hambatan sosial bagi keberhasilan perempuan dan anak perempuan di berbagai bidang.
Mengatasi patriarki di masyarakat berarti membongkar seksisme di masyarakat. Penelitian mengenai seksisme menunjukkan bahwa solusi terhadap ketidaksetaraan gender terletak pada perubahan budaya dan institusi seksis.
Memisahkan gender (dan peran gender serta identitas gender) dari jenis kelamin biologis telah menjadi pencapaian besar feminisme, yang berpendapat bahwa gender seseorang tidak memprediksi kemampuan, kecerdasan, atau kepribadiannya.
Membebaskan perilaku sosial dari determinisme biologis memberi perempuan dan anak perempuan kebebasan yang lebih besar dari peran dan ekspektasi gender yang stereotip.
Keilmuan feminis dapat fokus pada cara dunia sosial menundukkan perempuan dengan mendiskriminasi dan membatasi mereka berdasarkan jenis kelamin biologis atau ekspektasi peran gender sosiokultural mereka.
Gerakan feminis memperjuangkan penghapusan seksisme dan penegakan hak-hak perempuan yang setara di mata hukum. Dengan mengoreksi seksisme dalam institusi dan budaya, perempuan akan mencapai kesetaraan dalam keterwakilan politik, pekerjaan, pendidikan, perselisihan rumah tangga, dan hak-hak reproduksi.
Ironisnya, ternyata perempuan juga bisa menjadi misoginis. Mereka mungkin merasa lebih unggul dari perempuan lain, meremehkan perilaku umum perempuan, atau bahkan menganut keyakinan yang didominasi oleh tatapan laki-laki. Semua hal ini dapat menimbulkan misogini di kalangan perempuan.
Patriarki dan misogini adalah dua konsep yang sering muncul dalam diskusi mengenai kesetaraan gender dan struktur sosial. Memahami patriarki dan misogini merupakan langkah awal yang penting dalam perjuangan kesetaraan gender.
Patriarki berasal dari kata Yunani “patriarhēs” yang berarti “pemerintahan oleh ayah”. Istilah ini mengacu pada sistem sosial di mana laki-laki mengendalikan sebagian besar kekuasaan sosial, ekonomi, politik, dan agama. Dalam sistem patriarki, warisan seringkali diturunkan melalui garis laki-laki sehingga semakin memperkuat dominasi laki-laki di berbagai bidang kehidupan, seperti dikutip CNN pada Senin, 30 Juli 2024.
Sosiolog Amerika terkenal Allan Johnson menjelaskan bahwa patriarki bukan hanya tentang laki-laki atau sekelompok laki-laki tertentu, melainkan masyarakat di mana laki-laki dan perempuan berpartisipasi.
Ia mengatakan bahwa suatu masyarakat dianggap patriarkal jika masyarakat tersebut mendukung hak istimewa laki-laki dengan cara didominasi laki-laki, diidentifikasikan laki-laki, dan berorientasi pada laki-laki. Patriarki juga diorganisir berdasarkan obsesi terhadap kontrol dan memasukkan penindasan terhadap perempuan sebagai aspek utamanya. Misoginis: Kebencian terhadap wanita
Misogini adalah kebencian atau ketidaksukaan terhadap perempuan atau anak perempuan. Perilaku tersebut dapat terjadi dalam berbagai bentuk, seperti diskriminasi seksual, pencemaran nama baik terhadap perempuan, kekerasan terhadap perempuan dan objektifikasi seksual terhadap perempuan.
Misogini sering dikaitkan dengan hak istimewa laki-laki, praktik patriarki, dan diskriminasi gender. Dalam beberapa kasus, misogini bahkan dapat meningkatkan risiko kekerasan terhadap perempuan dan pelecehan seksual.
Dalam masyarakat patriarki, laki-laki sering kali diberi hak istimewa dan wewenang yang lebih tinggi, sementara perempuan disubordinasikan. Hal ini dapat memicu perilaku misoginis karena laki-laki merasa berhak mengontrol dan mengeksploitasi perempuan.
Perbedaan utama antara misoginis dan chauvinis terletak pada intensitas dan motivasi pandangan negatif mereka terhadap perempuan. Misogini melibatkan kebencian yang mendalam, sedangkan chauvinisme lebih merupakan keyakinan akan superioritas laki-laki dan keyakinan bahwa perempuan memerlukan perlindungan.
Seorang chauvinis tetap bisa menunjukkan sikap peduli dan protektif terhadap perempuan, meski didasari oleh keyakinan bahwa perempuan kurang mampu dan membutuhkan bantuan laki-laki.
Menurut PsychCentral, chauvinisme bermula dari keyakinan bahwa laki-laki lebih unggul daripada perempuan. Seorang chauvinis percaya bahwa perempuan pada dasarnya lebih lemah, kurang cerdas, atau kurang mampu dibandingkan laki-laki.
Terlepas dari pandangan ini, kaum chauvinis masih bisa menikmati kebersamaan dengan perempuan dan bahkan melindungi mereka. Sikap protektif tersebut bukan muncul dari rasa hormat terhadap perempuan, namun karena mereka meyakini bahwa perempuan membutuhkan perlindungan atau dukungan dari sebagian besar laki-laki.