Categories
Teknologi

HEADLINE: Muncul Wacana Pembentukan Dewan Media Sosial, Seberapa Butuh?

bachkim24h.com, JAKARTA – Di tengah maraknya perbincangan mengenai tata kelola media sosial di Indonesia, muncul wacana pembentukan Social Media Council (DMS). Diusulkan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), DMS ditujukan sebagai solusi untuk mengurangi dampak negatif penggunaan media sosial dan mengontrol kualitas pengelolaannya.

Namun, seperti pedang bermata dua, pembahasan dewan media sosial membawa dampak positif dan negatif bagi masyarakat. Di sisi lain, banyak pihak yang berharap DMS dapat membantu melindungi pembuat konten dan mengurangi prevalensi perundungan di media sosial.

Di sisi lain, Little khawatir DMS menjadi alat sensor dan pembungkaman.

Kuliah tentang pembentukan dewan media sosial

DMS pertama kali diusulkan kepada Menteri Komunikasi dan Informatika oleh masyarakat dan UNESCO (Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan PBB).

Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie mengatakan pemerintah menyambut baik usulan pembentukan dewan media sosial. “Pemerintah sedang mempertimbangkan pembahasan ini dan terbuka untuk masukan lebih lanjut,” jelas Budi.

Jika terbentuk, DMS akan dibentuk dengan tujuan untuk memastikan akuntabilitas dan kontrol yang lebih besar terhadap kualitas tata kelola media sosial di Indonesia.

Usulan pembentukan dewan media sosial pun menuai banyak pertanyaan dari berbagai pihak. Salah satunya adalah apakah DMS membatasi kebebasan berekspresi di ranah media sosial.

Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kominfo, Usman Kansong pun memberikan tanggapan terkait hal tersebut. Dalam wawancara di televisi, Usman mengatakan pembentukan Dewan Media Sosial masih sebatas gagasan dan perlu dikaji.

“Itu ide, sedang dibahas, jadi perlu segera dikaji. Banyak yang harus dipelajari,” kata Usman saat diwawancarai Dewan Media Sosial.

 

Salah satu yang menjadi kajiannya adalah perlu tidaknya pembentukan Dewan Media Sosial tanpa menyertakan rekomendasi dari komunitas dan UNESCO.

“Kalau sudah terbentuk nanti seperti apa,” ucapnya. Posisi mengenai DMS ini akan berada di bawah pemerintah atau akan menjadi organisasi independen.

Meski merupakan badan independen, Usman mengatakan pembentukan Dewan Media Sosial akan sama dengan Dewan Pers yang dibentuk berdasarkan amanat UU No. 40 Tahun 1999.

Pada saat yang sama, dewan media sosial ini harus dibentuk berdasarkan undang-undang yang disebut UU ITE.

Masalahnya, UU ITE baru revisi kedua dan UU ITE tidak ada mandat untuk membentuk badan independen dalam bentuk apa pun, jelas Usman.

Hal lain yang disoroti berkaitan dengan peran DMS sebagai organisasi di masa depan. Apakah itu bertindak sebagai pengontrol? Apakah peraturan hanya sebatas distribusi? Atau kemampuan untuk memblokir konten?

“Jika (DMS) menjadi badan independen, apakah DMS akan diberi wewenang untuk memutuskan sanksi?” jelas Usman.

Diketahui, pemerintah mempunyai kewenangan untuk mengontrol dunia digital dan memblokir aplikasi yang melanggar aturan.

Tak hanya itu, pemerintah juga dapat memberikan sanksi administratif, seperti denda dan sanksi pidana.

 

Hanya sekedar omongan belaka, namun banyak netizen yang menyatakan keprihatinannya atas nasihat media sosial ini.

Keberadaannya akan menghambat kebebasan berekspresi pengguna internet di bidang media sosial.

Analis media sosial Enda Nasution mengatakan, belum ada masukan dari pemerintah atau menteri terkait pembicaraan DMS.

Oleh karena itu, masih sulit melihat positif atau negatifnya pembentukan Dewan Media Sosial ini, ujarnya saat dihubungi tim bachkim24h.com.

Namun keberadaan Dewan Media Sosial dapat membatasi kebebasan berekspresi masyarakat di Internet.

“Ada satu hal yang tidak diharapkan dari terbentuknya Dewan Media Sosial, yaitu DMS kembali ke era represif dimana masyarakat tidak bisa bebas berpendapat,” kata Enda.

Masyarakat di Indonesia masih banyak yang belum mengetahui secara detail cara kerja DMS, sehingga kami berharap dengan terbentuknya dewan ini akan menjadi forum yang terbuka dan transparan.

“Jika DMS sudah terbentuk nanti, kami berharap dewan ini menjadi forum yang transparan,” ujarnya. Saya berharap kita bisa bertemu di tempat yang semua kalangan mendapat dukungan dari pemerintah,” kata Enda.

Dengan itu, anggota Dewan dan pemilik platform media sosial dapat bertemu untuk membahas isu-isu penting dan strategi jangka panjang mengenai situasi dan permasalahan di media sosial.

 

Indonesia bukanlah negara pertama yang memiliki dewan media sosial. Dewan serupa telah dibentuk di negara-negara lain.

“Di luar negeri, misalnya, ada dewan serupa dengan Pasal 19 yang bekerja di bidang kebebasan berekspresi dan kebebasan berpendapat,” kata Enda.

Menurutnya, dewan mempunyai kewenangan dan informasi untuk mempengaruhi kebijakan pemilik platform.

Enda mengatakan, pencantuman Pasal 19 tidak bisa dibedakan dengan media sosial yang banyak kontennya yang dimoderasi sehingga agak mengganggu kebebasan berekspresi.

 

Dave Laksono, Anggota Komisi I DPR RI Fraksi Golkar mengaku mendengar usulan Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi terkait pembentukan DMS ini.

“Iya saya pernah dengar, tapi saya belum tahu konsep DMSnya seperti apa, saya hanya dengar sepotong-sepotong saja,” kata Dave saat dihubungi bachkim24h.com, Selasa (4/6/2024). . )

Dave mengatakan, pihaknya akan segera meminta klarifikasi lebih lanjut kepada Kominfo terkait pembicaraan pendirian DMS.

Nanti panitia kita berdasarkan undang-undang, saya minta klarifikasi lebih lanjut dari panitia agar kita tahu persis apa tugas dan tanggung jawabnya, ujarnya.

Dave mengatakan DMS tentu memiliki kekhawatiran sebagai regulator yang membatasi pergerakan masyarakat, namun meminta masyarakat tidak terlalu berasumsi.

“Oleh karena itu, kami harus menjelaskan dulu kepada Menkominfo bahwa kami hanya mengusulkan/mengkonsep,” pikirnya.

 

Sementara itu, Anggota Komisi I DPR dari PDIP TB Hasanuddin menjelaskan, ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam rencana pembentukan Dewan Media Sosial atau DMS.

Yang pertama adalah landasan aturan hukum. Ia mengatakan, belum jelas undang-undang mana yang akan dijadikan acuan pembentukan DMS.

“Dalam revisi UU ITE, tidak ada mandat untuk membentuk dewan media sosial,” kata Tubagus kepada bachkim24h.com, Selasa (4/6/2024).

Kedua, Terkait kegiatan tersebut, kabarnya salah satu fungsi Dewan Media Sosial adalah mengatur konten dan menangani perselisihan di media sosial.

Maksud saya, kewenangan dewan ini sangat besar sehingga kita harus benar-benar menyepakati aturan mainnya agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari, ujarnya. Misalnya saja pelanggaran kebebasan berpendapat di media sosial. ” dia berkata.

Terakhir, isu mendesak mengenai pembentukan dewan media sosial. Ia menyimpulkan, urgensi lembaga ini belum kuat.

Padahal, seharusnya Menkominfo kini fokus pada implementasi Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi mengenai pembentukan kewenangan perlindungan data pribadi sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.

“Penting bagi masyarakat untuk segera melakukan pengamanan untuk melindungi informasi pribadi mereka di dunia siber,” tutupnya.

Juga: Memerangi misinformasi dan hoax: DMS berharap dapat memerangi misinformasi dan hoax yang beredar di media sosial dengan memberikan pedoman dan standar konten yang lebih jelas. Lindungi anak-anak: DMS dapat melindungi anak-anak dari konten berbahaya dan penindasan maya di media sosial. Meningkatkan literasi digital: DMS dapat menjadi wadah peningkatan literasi digital masyarakat mengenai penggunaan media sosial yang bertanggung jawab. Penyelesaian Sengketa: DMS dapat membantu menyelesaikan perselisihan antar pengguna media sosial dengan lebih adil dan efisien.

Kelemahan: Kekhawatiran terhadap sensor: Banyak pihak yang khawatir DMS dapat menjadi instrumen sensor dan menghambat kebebasan berekspresi. Struktur dan mekanisme yang tidak jelas: Struktur dan mekanisme tindakan DMS masih belum jelas, sehingga menimbulkan kekhawatiran mengenai potensi penyalahgunaan wewenang. Ketidakefektifan: Beberapa orang berpendapat bahwa DMS tidak efektif dalam memerangi misinformasi dan hoaks.

Categories
Teknologi

Serangan Siber Makin Canggih di 2024: Waspada Hacker Incar Cloud dan Manfaatkan AI

bachkim24h.com, Jakarta – CrowdStrike merilis laporan yang menunjukkan kondisi keamanan internet pada tahun 2024 menunjukkan peningkatan pesat.

Dalam survei yang dilakukan oleh CrowdStrike 2024 Global Threat Report, perusahaan mengidentifikasi peningkatan signifikan dalam kecepatan dan kemudahan serangan siber.

Tak hanya itu, banyak peretas atau penjahat dunia maya kini fokus mengeksploitasi infrastruktur cloud dan mencuri data.

Berdasarkan laporan CrowdStrike, pada Rabu (28/2/2024), rata-rata waktu peretasan berkurang signifikan dari 84 menit menjadi 62 menit, dan peretasan tercepat hanya 2 menit 7 detik.

“Tahun 2023 mewakili pendekatan global multi-sektor yang belum pernah terjadi sebelumnya,” kata Adam Meyers, direktur kontraterorisme CrowdStrike.

Kemampuan cloud dan penambangan data penjahat dunia maya terus berkembang, dan mereka bereksperimen dengan teknologi baru seperti AI untuk meningkatkan efisiensi dan kecepatan serangan.

Terdapat juga peningkatan serangan cyber “hands to keyboard”, yang kini mencapai 60% karena penyalahgunaan data pribadi.

Karena semakin banyak perusahaan mulai bekerja dari mana saja (WFA) dan berbasis cloud, peretas sering menyerang layanan.

Secara khusus, serangan cloud meningkat sebesar 75 persen dan masalah “cloud care” meningkat sebesar 110 persen.

Kemampuan untuk menyalahgunakan kecerdasan buatan juga meningkat, untuk melemahkan pertahanan dan melancarkan serangan yang kuat.

Dengan berlangsungnya pemilu di Indonesia dan Amerika Serikat tahun ini, banyak penjahat yang menjadi sasaran utama mereka dalam menyebarkan misinformasi dan disinformasi.

Bagaimana caranya agar Anda tidak menjadi korban dunia maya? CrowdStrike menawarkan beberapa fitur, antara lain:

Program keamanan siber dipengaruhi oleh intelijen ancaman dan pengawasan. Perlindungan data pribadi dan infrastruktur. Visibilitas yang lebih baik di area rentan.

CrowdStrike menawarkan solusi keamanan siber yang berfokus pada penjahat siber, termasuk:

Peretas berbasis intelijen. Analisis manusia. Teknologi canggih untuk memecahkan banyak masalah.

Kerumunan XDR Falcon:

Ini menggabungkan kemampuan CrowdStrike Falcon Intelligence dengan tim ahli CrowdStrike Falcon OverWatch. Mempercepat investigasi, deteksi ancaman, dan penindasan serangan.

Peretas Rusia dan Korea Utara dikatakan menggunakan alat kecerdasan buatan (AI) untuk melakukan serangan dunia maya.

Hal ini diungkapkan oleh Microsoft dan OpenAI, di mana kedua perusahaan tersebut menggambarkan bagaimana peretas yang terkait dengan pemerintah asing menggunakan GAI.

Menurut Engadget, pada Jumat (16/2/2024), peretas yang disponsori pemerintah menggunakan GAI untuk mengungkap kode, mencari informasi di situs terbuka, membuat email phishing, dan menukar dokumen.

OpenAI, perusahaan pembuat ChatGPT, mengatakan pihaknya memblokir akses grup tersebut ke sistem GAI setelah mengetahui bahwa grup tersebut menggunakan alatnya.

Salah satu kelompok hacker adalah Blizzard Forest (Bear Fancy atau APT 12). Mereka dilaporkan menggunakan platform OpenAI.

Para penjahat dunia maya ini menggunakan alat OpenAI “terutama untuk penelitian mendalam mengenai protokol komunikasi satelit dan teknologi radar.”

“Tidak hanya itu, mereka juga menggunakan alat OpenAI untuk mendukung dokumen online,” kata perusahaan tersebut.

Sebagai tindakan pencegahan, Microsoft mengatakan pihaknya melacak 300 kelompok peretas, termasuk 160 kelompok yang didukung oleh negara tertentu.

Berdasarkan informasi tersebut, OpenAI saat ini berupaya mengidentifikasi pelaku serangan siber dan menutup akunnya.

Di sisi lain, sekelompok peretas menerbitkan 200.000 dokumen (informasi) di web gelap, mengatakan bahwa dokumen tersebut berisi nomor ponsel, alamat email, dan informasi pribadi pengguna pasar Facebook.

Tim BleepingComputer meninjau beberapa data yang dipublikasikan yang menghubungkan alamat email dan nomor telepon dengan dokumen rahasia dengan data yang disediakan oleh IntelBroker, seorang peretas penjahat dunia maya.

IntelBroker melaporkan bahwa bagian dari database Facebook Market dicuri oleh seseorang yang menggunakan akun Discord “algoatson” setelah meretas sistem akun Meta.

Pada hari Kamis, 15/02/2024, IntelBroker melaporkan: “Pada bulan Oktober 2023, penjahat dunia maya yang dikenal sebagai ‘algoatson’ di Discord, ‘menyusup’ penyedia layanan cloud Facebook dan mencuri beberapa” Basis data pengguna berisi 200.000 pengguna”. ).