Categories
Bisnis

LRT Jabodebek Tambah 28 Perjalanan, Waktu Tunggu Kereta jadi 5,5 Menit

bachkim24h.com, Jakarta PT KAl (Persero) menambah 28 perjalanan LRT Jabodebek per hari mulai Mei 2024. Penambahan ini membuat jumlah perjalanan LRT Jabodebek pada hari kerja dari sebelumnya 308 perjalanan menjadi 336 perjalanan per hari.

Kebijakan ini diterapkan sebagai respons terhadap kebutuhan pengguna yang terus meningkat. Setelah melayani lebih dari 3,8 juta penumpang pada kuartal I 2024, KAl memperkirakan jumlah pengendara LRT Jabodebek akan terus meningkat setiap bulannya.

Dengan bertambahnya jumlah perjalanan LRT di Jabodebek, waktu tunggu antar kereta pun berkurang. Dengan pendekatan 336 perjalanan, waktu tempuh LRT Jabodebek dikurangi menjadi 5,5 menit pada jam sibuk pada rute Cawang-Dukuh Atas dan 11 menit pada rute Jati Mulya-Cawang dan Harjamukti-Cawang.

Direktur Humas LRT Jabodebek Mahendro Trang Bawono membenarkan upaya ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas layanan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pengguna. Masyarakat juga diimbau menggunakan transportasi umum untuk mengurangi kemacetan dan polusi udara.

“Setelah melakukan evaluasi menyeluruh, kami menemukan bahwa tren pengguna harian LRT Jabodebek terus meningkat setiap bulannya. Hal ini tidak hanya mencerminkan kepercayaan masyarakat terhadap layanan kami, tetapi juga menjadi alasan utama keputusan resor untuk menghimbau jumlah perjalanan dan memperbaiki cara kerja kita,” ujarnya, Senin (06/05/2024).

Dengan bertambahnya jumlah perjalanan, waktu pemberangkatan LRT Jabodebek dari Stasiun Dukuh Atas paling lambat adalah pada malam hari. Mulai bulan Mei, waktu keberangkatan terakhir LRT Jabodebek dari Stasiun Dukuh Atas adalah pukul 22.16 WIB untuk Jati Mulya dan pukul 22.21 WIB untuk Harjamukti.

Dukungan tersebut terlihat seiring dengan pemberlakuan tarif promosi LRT Jabodebek hingga akhir Mei 2024.

Lebih lanjut, Mahendro berharap seiring meningkatnya perjalanan, minat masyarakat untuk menggunakan LRT Jabodebek juga meningkat.

“Kami mengajak seluruh masyarakat untuk turut serta menggunakan transportasi umum sebagai solusi mengurangi kemacetan dan merasakan kenyamanan perjalanan di LRT Jabodebek,” tutup Mahendro.

Tarif KRL Jabodetabek tidak mengalami penyesuaian atau kenaikan apa pun sejak tahun 2016. KRL Jabodetabek merupakan layanan angkutan umum yang bersifat public service obligat (PSO) atau disubsidi pemerintah.

Faktanya, survei terhadap pengguna KRL Jabodetabek yang dilakukan oleh LM FEUI (2016) mengungkapkan bahwa 63,78% penumpang KRL Jabodetabek memiliki pendapatan Rp 3-7 juta per bulan.

Wakil Presiden Bidang Pemberdayaan dan Penguatan Masyarakat juga memaparkan hasil survei yang dilakukan Yayasan Konsumen Indonesia (YLKI)-BKT (BKT) Kementerian Perhubungan pada tahun 2021 Komunitas Transportasi (MTI), Djoko Setijowarno.

Hasil penelitian menunjukkan penumpang yang berpendapatan kurang dari 4 juta dollar per bulan sebanyak 56,06%, sedangkan yang berpendapatan lebih dari 4 juta dollar per bulan sebanyak 43,94%.

Mayoritas pengguna KRL Jabodetabek berprofesi sebagai pekerja lepas dengan penghasilan maksimal Rp 4 juta, kata Djoko dalam keterangan tertulis, Kamis (5/2/2024).

 Seperti diketahui, rata-rata upah minimum regional (UMR) Jabodetabek juga mengalami penyesuaian atau kenaikan setiap tahunnya. Saat ini UMR DKI Jakarta Rp 5.067.381, Kota Bogor Rp 4.813.988, Kota Depok Rp 4.878.612, Kota Tangerang Rp 4.760.289, Kota Tangsel Rp 4.670.791, dan Kota Bekasi Rp 5.343.430.

Mengutip penelitian Dwi Ardianta, Hengki Purwoto, dan Agunan Samosir dalam Jurnal Manajemen Transportasi & Logistik Trisakti (Juli 2022), Djoko menambahkan, subsidi PSO KRL Jabodetabek tidak tepat sasaran karena sekitar 60% pengusaha termasuk golongan kaya.

“Volume penumpang KRL Jabodetabek tidak terpengaruh dengan adanya penyesuaian/kenaikan tarif, khususnya pada kelompok mampu. Karakteristik penumpang didominasi kalangan atas dan jenis perjalanan KA bersifat inelastis,” imbuhnya.

Nilai elastis KRL Jabodetabek tergantung pada sifat perjalanan, sifat penumpang, sifat dan pelayanan kota, serta luas dan proses perubahan tarif, kata Djoko.

 

Menurut Kementerian Kelautan dan Investasi (Februari 2024), sebanyak 6,704 juta penduduk Jabodetabek membutuhkan penyediaan layanan angkutan umum setiap harinya.

Jumlah penumpang angkutan umum (penumpang harian) Transjakarta sebanyak 1,17 juta penumpang (2023), KRL Jabodetabek 952.000 penumpang, MRT Jakarta 278.955 penumpang (2023), LRT Jabodebek 54.117 penumpang (2023, 2023 penumpang) LRT02 Jakarta. , Trans Jabodetabek 55.442 penumpang (2022), Sambungan JR 6.948 penumpang (2022) dan Trans Pakuan ke Bogor 11.317 penumpang (2023).

“Jumlah penduduk yang dapat didukung angkutan umum dalam jarak 500 meter dari hub sebanyak 7,97 juta orang. Total per hari 2,532 juta orang,” jelas Djoko.

Pada tahun 2023, pemerintah melalui DIPA Kementerian Keuangan telah menetapkan PSO untuk perkeretaapian senilai $3,5 triliun. Sebanyak 1,6 triliun (0,48%) diberikan untuk PSO KRL Jabodetabek.

“Namun pada tahun yang sama, anggaran bus di 36 provinsi hanya dialokasikan Rp 177 miliar, 11% dari PSO KRL Jabodetabek, justru tidak berimbang. Indonesia jauh lebih kecil dibandingkan jumlah penduduk Jabodetabek,” keluhnya.

“Jika ada penyesuaian tarif KRL Jabodetabek, anggaran PSO KA bisa dibalik untuk menambah anggaran bus perintis yang beroperasi lintas pulau agar tidak terjadi ketimpangan anggaran,” kata Djoko.