Categories
Edukasi

Diskusi Literasi Digital: Pelajar Bebas Berekspresi di Media Sosial Tapi Bertanggung Jawab

MINAHASA – Kebebasan berekspresi dan berpendapat diatur jelas dalam Pasal 28 UUD 1945. Sesuai ketentuan pasal ini, setiap warga negara berhak atas kebebasan berekspresi dan berpendapat. Pasal 28 menjamin kebebasan ini.

“Tapi ingat, di dunia nyata, terlebih lagi di dunia digital, ada aturan lain yang harus dipatuhi dengan ketat,” ujar Eko Pamuji, dosen Universitas Negeri Surabaya, memperkenalkan dirinya sebagai tokoh dalam webinar digital. segmen literasi pendidikan di Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, Kamis (29/8/2024).

Eko Pamuji melanjutkan, dalam berekspresi di ruang digital harus berpegang pada etika dan moral digital yang diatur dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

“Kalau melontarkan kebencian atau menyebarkan kebohongan, di dunia nyata akan dikenakan denda dan hukuman penjara,” kata Eko Pamuji.

Denda dan pidana penjara tentu bisa dihindari di dunia nyata, kata Eko, jika kita terbiasa menjaga diri. Berekspresi secara bebas namun bertanggung jawab.

Bertajuk “Gratis Terbatas: Berekspresi di Media Sosial”, diskusi virtual yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) bersama Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Negeri Sulut ini berlangsung meriah. Ratusan siswa dan tenaga pengajar turut serta menggelar review kelompok (nobar) dari sekolahnya.

Sejumlah sekolah di Kabupaten Minahasa dan sekitarnya menjadi tuan rumah nobar kali ini, antara lain: SMPN 1 Tondano, SMPN 2 Tondano, SMPN 1 Remboken, SMP 5 Langowan, SMPN 6 Langowan, SMPN 1 Kakas, SMPN 2 dan SMPN 4 Kawangkoan, SMPN 2 dan SMPN 3 Tombariri, SMPN 4 Pinelleng dan SMPN 1 Sonder.

Rekan profesional lainnya, dosen universitas, dr. Soetomo Surabaya Meithiana Indrasari menjelaskan perlunya pemutakhiran pemahaman aturan interaksi media sosial. Sebab, banyak warganet kita – termasuk pelajar – yang belum memahami etika dan tata krama digital.

“Sebenarnya risikonya nyata di dunia nyata. Boleh bebas, tapi jangan gegabah. “Tangani konten dan komentar di media sosial, jangan berlebihan,” jelas Meithiana yang juga dosen di Universitas Filipina, dalam diskusi yang dimoderatori Anissa Rilia.

Sementara itu, menurut dosen IAIN Kerinca Jambi Jafar Ahmad, cara aman berekspresi di media sosial adalah dengan bijak memahami hak dan tanggung jawab di ruang digital. Hal ini penting untuk dikuasai oleh pelajar, karena ruang digital telah memberikan dampak besar pada berbagai aspek dunia pendidikan.

“Internet telah merevolusi cara belajar modern menjadi lebih menarik dan menantang. Apalagi cara berekspresi kini semakin meningkat dengan adanya kecerdasan buatan (AI). “Ada aplikasi seperti ChatGPT dan Suno misalnya yang menantang siswa untuk belajar dan berkreasi,” jelas Jafar Ahmad.

Categories
Teknologi

HEADLINE: Muncul Wacana Pembentukan Dewan Media Sosial, Seberapa Butuh?

bachkim24h.com, JAKARTA – Di tengah maraknya perbincangan mengenai tata kelola media sosial di Indonesia, muncul wacana pembentukan Social Media Council (DMS). Diusulkan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), DMS ditujukan sebagai solusi untuk mengurangi dampak negatif penggunaan media sosial dan mengontrol kualitas pengelolaannya.

Namun, seperti pedang bermata dua, pembahasan dewan media sosial membawa dampak positif dan negatif bagi masyarakat. Di sisi lain, banyak pihak yang berharap DMS dapat membantu melindungi pembuat konten dan mengurangi prevalensi perundungan di media sosial.

Di sisi lain, Little khawatir DMS menjadi alat sensor dan pembungkaman.

Kuliah tentang pembentukan dewan media sosial

DMS pertama kali diusulkan kepada Menteri Komunikasi dan Informatika oleh masyarakat dan UNESCO (Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan PBB).

Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie mengatakan pemerintah menyambut baik usulan pembentukan dewan media sosial. “Pemerintah sedang mempertimbangkan pembahasan ini dan terbuka untuk masukan lebih lanjut,” jelas Budi.

Jika terbentuk, DMS akan dibentuk dengan tujuan untuk memastikan akuntabilitas dan kontrol yang lebih besar terhadap kualitas tata kelola media sosial di Indonesia.

Usulan pembentukan dewan media sosial pun menuai banyak pertanyaan dari berbagai pihak. Salah satunya adalah apakah DMS membatasi kebebasan berekspresi di ranah media sosial.

Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kominfo, Usman Kansong pun memberikan tanggapan terkait hal tersebut. Dalam wawancara di televisi, Usman mengatakan pembentukan Dewan Media Sosial masih sebatas gagasan dan perlu dikaji.

“Itu ide, sedang dibahas, jadi perlu segera dikaji. Banyak yang harus dipelajari,” kata Usman saat diwawancarai Dewan Media Sosial.

 

Salah satu yang menjadi kajiannya adalah perlu tidaknya pembentukan Dewan Media Sosial tanpa menyertakan rekomendasi dari komunitas dan UNESCO.

“Kalau sudah terbentuk nanti seperti apa,” ucapnya. Posisi mengenai DMS ini akan berada di bawah pemerintah atau akan menjadi organisasi independen.

Meski merupakan badan independen, Usman mengatakan pembentukan Dewan Media Sosial akan sama dengan Dewan Pers yang dibentuk berdasarkan amanat UU No. 40 Tahun 1999.

Pada saat yang sama, dewan media sosial ini harus dibentuk berdasarkan undang-undang yang disebut UU ITE.

Masalahnya, UU ITE baru revisi kedua dan UU ITE tidak ada mandat untuk membentuk badan independen dalam bentuk apa pun, jelas Usman.

Hal lain yang disoroti berkaitan dengan peran DMS sebagai organisasi di masa depan. Apakah itu bertindak sebagai pengontrol? Apakah peraturan hanya sebatas distribusi? Atau kemampuan untuk memblokir konten?

“Jika (DMS) menjadi badan independen, apakah DMS akan diberi wewenang untuk memutuskan sanksi?” jelas Usman.

Diketahui, pemerintah mempunyai kewenangan untuk mengontrol dunia digital dan memblokir aplikasi yang melanggar aturan.

Tak hanya itu, pemerintah juga dapat memberikan sanksi administratif, seperti denda dan sanksi pidana.

 

Hanya sekedar omongan belaka, namun banyak netizen yang menyatakan keprihatinannya atas nasihat media sosial ini.

Keberadaannya akan menghambat kebebasan berekspresi pengguna internet di bidang media sosial.

Analis media sosial Enda Nasution mengatakan, belum ada masukan dari pemerintah atau menteri terkait pembicaraan DMS.

Oleh karena itu, masih sulit melihat positif atau negatifnya pembentukan Dewan Media Sosial ini, ujarnya saat dihubungi tim bachkim24h.com.

Namun keberadaan Dewan Media Sosial dapat membatasi kebebasan berekspresi masyarakat di Internet.

“Ada satu hal yang tidak diharapkan dari terbentuknya Dewan Media Sosial, yaitu DMS kembali ke era represif dimana masyarakat tidak bisa bebas berpendapat,” kata Enda.

Masyarakat di Indonesia masih banyak yang belum mengetahui secara detail cara kerja DMS, sehingga kami berharap dengan terbentuknya dewan ini akan menjadi forum yang terbuka dan transparan.

“Jika DMS sudah terbentuk nanti, kami berharap dewan ini menjadi forum yang transparan,” ujarnya. Saya berharap kita bisa bertemu di tempat yang semua kalangan mendapat dukungan dari pemerintah,” kata Enda.

Dengan itu, anggota Dewan dan pemilik platform media sosial dapat bertemu untuk membahas isu-isu penting dan strategi jangka panjang mengenai situasi dan permasalahan di media sosial.

 

Indonesia bukanlah negara pertama yang memiliki dewan media sosial. Dewan serupa telah dibentuk di negara-negara lain.

“Di luar negeri, misalnya, ada dewan serupa dengan Pasal 19 yang bekerja di bidang kebebasan berekspresi dan kebebasan berpendapat,” kata Enda.

Menurutnya, dewan mempunyai kewenangan dan informasi untuk mempengaruhi kebijakan pemilik platform.

Enda mengatakan, pencantuman Pasal 19 tidak bisa dibedakan dengan media sosial yang banyak kontennya yang dimoderasi sehingga agak mengganggu kebebasan berekspresi.

 

Dave Laksono, Anggota Komisi I DPR RI Fraksi Golkar mengaku mendengar usulan Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi terkait pembentukan DMS ini.

“Iya saya pernah dengar, tapi saya belum tahu konsep DMSnya seperti apa, saya hanya dengar sepotong-sepotong saja,” kata Dave saat dihubungi bachkim24h.com, Selasa (4/6/2024). . )

Dave mengatakan, pihaknya akan segera meminta klarifikasi lebih lanjut kepada Kominfo terkait pembicaraan pendirian DMS.

Nanti panitia kita berdasarkan undang-undang, saya minta klarifikasi lebih lanjut dari panitia agar kita tahu persis apa tugas dan tanggung jawabnya, ujarnya.

Dave mengatakan DMS tentu memiliki kekhawatiran sebagai regulator yang membatasi pergerakan masyarakat, namun meminta masyarakat tidak terlalu berasumsi.

“Oleh karena itu, kami harus menjelaskan dulu kepada Menkominfo bahwa kami hanya mengusulkan/mengkonsep,” pikirnya.

 

Sementara itu, Anggota Komisi I DPR dari PDIP TB Hasanuddin menjelaskan, ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam rencana pembentukan Dewan Media Sosial atau DMS.

Yang pertama adalah landasan aturan hukum. Ia mengatakan, belum jelas undang-undang mana yang akan dijadikan acuan pembentukan DMS.

“Dalam revisi UU ITE, tidak ada mandat untuk membentuk dewan media sosial,” kata Tubagus kepada bachkim24h.com, Selasa (4/6/2024).

Kedua, Terkait kegiatan tersebut, kabarnya salah satu fungsi Dewan Media Sosial adalah mengatur konten dan menangani perselisihan di media sosial.

Maksud saya, kewenangan dewan ini sangat besar sehingga kita harus benar-benar menyepakati aturan mainnya agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari, ujarnya. Misalnya saja pelanggaran kebebasan berpendapat di media sosial. ” dia berkata.

Terakhir, isu mendesak mengenai pembentukan dewan media sosial. Ia menyimpulkan, urgensi lembaga ini belum kuat.

Padahal, seharusnya Menkominfo kini fokus pada implementasi Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi mengenai pembentukan kewenangan perlindungan data pribadi sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.

“Penting bagi masyarakat untuk segera melakukan pengamanan untuk melindungi informasi pribadi mereka di dunia siber,” tutupnya.

Juga: Memerangi misinformasi dan hoax: DMS berharap dapat memerangi misinformasi dan hoax yang beredar di media sosial dengan memberikan pedoman dan standar konten yang lebih jelas. Lindungi anak-anak: DMS dapat melindungi anak-anak dari konten berbahaya dan penindasan maya di media sosial. Meningkatkan literasi digital: DMS dapat menjadi wadah peningkatan literasi digital masyarakat mengenai penggunaan media sosial yang bertanggung jawab. Penyelesaian Sengketa: DMS dapat membantu menyelesaikan perselisihan antar pengguna media sosial dengan lebih adil dan efisien.

Kelemahan: Kekhawatiran terhadap sensor: Banyak pihak yang khawatir DMS dapat menjadi instrumen sensor dan menghambat kebebasan berekspresi. Struktur dan mekanisme yang tidak jelas: Struktur dan mekanisme tindakan DMS masih belum jelas, sehingga menimbulkan kekhawatiran mengenai potensi penyalahgunaan wewenang. Ketidakefektifan: Beberapa orang berpendapat bahwa DMS tidak efektif dalam memerangi misinformasi dan hoaks.