Categories
Kesehatan

Cut Intan Nabila Alami Kekerasan dari Suami, Kenapa Korban KDRT Bisa Bertahan Bertahun-tahun?

bachkim24h.com, Jakarta Mantan pemain anggar Kat Intan Nabila akhirnya mengungkap ke publik bahwa dirinya menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (DVD) selama lima tahun pernikahannya.

Dalam video yang diunggah di akun Instagram pribadinya, suami Kat Inten Nabila, Armor Toreador, terlihat berulang kali memukul istrinya. Pria bersenjata itu terdengar meneriaki Kat Intan dalam rekaman CCTV.

Menurut Kat Intan, ini bukan kali pertama suaminya melakukan kekerasan. Hingga akhirnya pada 13 Agustus 2024 ia berani membeberkan ke publik keadaan sebenarnya pernikahannya.

Wanita kelahiran 2001 ini juga menuturkan, selama lima tahun menikah, ia siap bertahan demi anak. “Selama ini saya bertahan karena anak-anak saya,” ujarnya.

Ia pun berharap suaminya bisa berubah. Namun, dia terus melakukan kekerasan terhadapnya. Kini Sharyon telah ditangkap polisi untuk mempertanggungjawabkan tindak pidana yang dilakukannya. Alasan bertahan hidup untuk anak-anak

Orang awam yang tidak berada dalam hubungan kekerasan dalam rumah tangga akan bertanya-tanya bagaimana bisa bertahan dalam hubungan yang penuh kekerasan begitu lama, apalagi memiliki lebih dari satu anak.

Seperti Kat Nabila yang bertahan demi anak-anaknya, banyak perempuan lain yang terkena dampak KDRT memiliki alasan yang sama seperti yang disoroti psikolog Apni Indriani.

Bagi sebagian besar pasangan – terutama bagi perempuan yang terkena dampak kekerasan dalam rumah tangga – mereka rela mengorbankan diri (pengorbanan) agar anak-anaknya merasa memiliki keluarga yang utuh dimana ada ayah dan ibu.

Ini yang biasanya membuat mereka bisa bertahan,” kata Afni melalui telepon.

Dari hasil tes Afni, banyak pasiennya yang memiliki tingkat cinta yang rendah terhadap pasangannya. Namun, alasan demi kepentingan anak menyebabkan para korban KDRT ini tetap bertahan.

“Jadi lebih pada pertunangan. Korban ini sudah menyerahkan diri sehingga kalau anaknya ditanya temannya, dia akan bercerita tentang bapak dan ibunya,” kata Afeni saat dihubungi Health bachkim24h.com.

 

Selain anak, faktor lain yang membuat pasangan, dalam hal ini perempuan, tetap menikah juga karena nilai-nilai yang ada di masyarakat. Mulai dari nilai-nilai budaya, nilai-nilai agama yang diajarkan kepada perempuan untuk dipupuk dan yang berupaya melestarikan serta memperbaiki keluarga, demikian disampaikan psikolog klinis Nirmala Ika.

Kemudian, sebagian perempuan akan merasakan rasa takut ketika memutuskan putus dengan suami yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga karena kuatnya stigma terhadap janda.

“Kalau cerai, stigma masyarakat terhadap janda jelek banget, jadi ada saja yang menghina,” kata Ike. 

 

Faktor lain yang membuat perempuan berusaha sekuat tenaga untuk bertahan dalam hubungan dengan kekerasan dalam rumah tangga adalah faktor finansial.

Meski zaman sudah berubah ketika perempuan juga bisa mencari nafkah, namun masih ada kesan bahwa laki-lakilah yang memberi penghasilan.

Kesannya laki-laki mencari nafkah, perempuan di rumah mengurus anak dan rumah, kesannya perempuan tidak bisa mencari nafkah, Ika misalnya.

Selain itu, ada banyak pertimbangan ketika seorang wanita meninggalkan hubungan dalam hal keuangan. “Dalam benak para korban KDRT, jika mereka berpisah, lalu siapa yang akan membiayai anak-anaknya?

 

Ika juga mengungkapkan, faktor lain yang membuat mereka bertahan adalah faktor internal korban KDRT. Mereka yang sejak kecil sudah terbiasa melihat ayah dan ibu bertengkar, mungkin akan beranggapan bahwa pernikahan itu seperti itu.

“Terbiasa sejak kecil melihat ayah dan ibu bertengkar, orang ini akan menganggap pernikahan itu seperti itu,” kata Ike dalam percakapan telepon dengan Health bachkim24h.com.

 

Faktor lain yang membuat seseorang tetap bertahan dalam pernikahan yang penuh dengan kekerasan dalam rumah tangga adalah tidak kehilangan orang yang disayangi atau dicintai selain sang suami.

“Sampai saat ini korban belum pernah bertemu dengan orang yang mencintainya atau setidaknya mencintainya sebagai pasangan, sehingga korban akan merasa tidak ingin kehilangan dirinya. Korban ini akan sangat dekat dengan pasangannya,” ujarnya. Saya lari.

Oleh karena itu, bagi korban KDRT, banyak hal yang membuat pasangan tidak mungkin bisa melepaskan diri begitu saja dari pasangannya.

“Dia tidak bisa melepaskan sesuatu yang sesederhana itu. Baginya, orang itu membuatnya bahagia,” kata Ike.

 

Anggota Parlemen Perlindungan Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Ratna Susyanavati meminta para korban berani melaporkan kasus kekerasan yang dialaminya tanpa takut mendapat stigma dari masyarakat.

Ratna pun mengapresiasi keberanian mantan pemain anggar itu angkat bicara soal kasus kekerasan yang dilakukan suaminya.

“Kita sudah tidak bisa lagi menoleransi kekerasan terhadap perempuan dan anak sebagai kelompok rentan. Apalagi kekerasan ini terjadi di tempat yang seharusnya paling aman dan dilakukan oleh orang-orang terdekat korban,” kata Ratna dalam siaran persnya, Rabu (8/10). 14/8/2024).

“Korban harus berani berbicara agar haknya terwujud dan pelaku dihukum berat sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.” Di sisi lain, kita sebagai masyarakat dan pemerintah harus memberikan dukungan dan pelayanan yang mengutamakan kepentingan. korban”, kata Ratna di Jakarta.