bachkim24h.com, Jakarta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memperkuat pengawasan terhadap makanan olahan sebelum, saat, dan setelah Ramadhan.
Hal ini merupakan upaya untuk meningkatkan keamanan pangan dengan membatasi pengawasan terhadap tempat distribusi makanan. Dan juga untuk menjaga kesehatan masyarakat dari kemungkinan peningkatan peredaran produk pangan yang tidak memenuhi ketentuan (TMK) menjelang Ramadhan dan Idul Fitri 1445 H.
“Pada Ramadhan 2024 ini, pengawasan dilakukan serentak di 76 UPT BPOM se-Indonesia untuk mengantisipasi peredaran pangan yang tidak sesuai ketentuan. “Ini adalah produk yang tidak ada izin edarnya, sudah kadaluarsa dan rusak,” kata Plt. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Lucia Rizka Andalusia di Jakarta Pusat, Senin (4 Januari 2024).
Eskalasi dilakukan dalam enam tahap sejak 4 Maret hingga 17 April 2024. Eskalasi kini memasuki tahap keempat dan BPOM melaporkan dari 2.208 lokasi, 1.580 atau 72 persen sudah patuh. Dan 628, atau 28 persen, dari fasilitas tersebut tidak mematuhi peraturan.
“Jumlah fasilitas yang tidak mematuhi ketentuan tersebut mengalami penurunan signifikan dibandingkan tahun lalu – sebesar 13,14 persen.”
Terdapat lima jenis fasilitas yaitu fasilitas ritel tradisional, gudang importir, fasilitas ritel modern, gudang distributor, dan gudang e-commerce. Situs yang paling banyak menemukan produk tidak patuh adalah situs ritel tradisional dengan rincian sebagai berikut: 32.149 produk kadaluwarsa. 12.737 unit rusak. Tanpa izin edar (TIE) 15.123 pcs.
Di lokasi ritel tradisional, 31,81 persen produk tidak patuh, belum ditambah dengan data empat lokasi lainnya yang berjumlah 188.649 produk.
Menurut Lucia, total nilai hasil administrasi ini sebesar Rp 2.294.164.250 dengan rincian tanpa izin edar Rp 1.342.499.370. Jumlah kadaluwarsa adalah Rp 411.638.636. Rusak 540.026.244 rupee.
Makanan yang tidak patuh bermacam-macam jenisnya. Pada pangan yang belum memiliki izin edar, jenis pangannya berbeda-beda di setiap daerah.
“Ada 43 persen produk pangan yang tidak memiliki izin untuk dijual, baik produk lokal maupun impor. Untuk produk impor berupa olahan coklat, rempah-rempah, permen, dan lain-lain. “Lokal adalah olahan biji-bijian dan makanan ringan.”
Sedangkan jenis makanan kadaluwarsa antara lain jeli, minuman bubuk, bumbu dapur, mie, dan pasta.
Sedangkan makanan yang terkena dampak antara lain makanan olahan dalam kaleng, mie, pasta, susu krim, dan susu UHT steril.
Lucia menambahkan, barang tanpa izin impor banyak ditemukan di kota-kota besar seperti Jakarta.
“Tentu saja karena penduduk Jakarta memiliki kebutuhan terhadap produk impor yang relatif tinggi. “Jakarta juga menjadi pusat perdagangan dimana banyak barang masuk melalui pelabuhan, bandara dan bagasi penumpang.”
Selain itu, masih adanya jalur ilegal yang memerlukan pengendalian lebih hati-hati, terutama di kawasan perbatasan.
Penerapan pengendalian makanan yang lebih baik selama Ramadhan juga sedang dilakukan untuk toko online.
Penguatan pengawasan dilakukan melalui Cyber Patrol. Dari patroli tersebut, BPOM menemukan 17.856 tautan ke platform e-commerce yang menjual produk makanan tanpa izin edar, dengan perkiraan nilai ekonomi Rp31,8 miliar (Rp31.857.883.004).
“Banyak yang disebarluaskan secara online, dan tentunya BPOM perlu terus mencermati temuan tersebut. Upaya yang dilakukan antara lain dengan memberikan imbauan, peringatan, dan memerintahkan distributor mengembalikan produk ke pemasok.
“Jika diperlukan, kami juga melaksanakan perintah pemusnahan produk pangan yang rusak, kadaluwarsa, serta menjamin keamanan produk tanpa izin edar,” jelas Lucia.