JAKARTA – Hiperinflasi di Zimbabwe mencapai puncaknya pada tahun 2008 dan menjadi salah satu contoh inflasi paling ekstrim secara global. Pada puncaknya, inflasi ekstrem membuat mata uang negara Afrika tersebut hampir tidak berharga.
Saat itu, harga di Zimbabwe meningkat hampir 80.000 kali lipat. Mata uang negara tersebut, dolar Zimbabwe, menjadi tidak berharga sama sekali. Membeli sebutir telur atau gulungan tisu toilet saja sudah menghabiskan banyak uang lokal.
Bank sentral Zimbabwe harus menerbitkan uang kertas masing-masing senilai $100 triliun. Nilai 1 dolar Zimbabwe (ZWD) turun tajam menjadi 1 dolar AS, yang jika dirupiahkan saat itu kurang lebih 11.935 rupiah atau setara dengan 300.000.000.000.000 dolar Zimbabwe atau 300 triliun ZWD.
Berikut beberapa penyebab utama hiperinflasi di Zimbabwe
1. Kebijakan moneter yang buruk
Pemerintah Zimbabwe di bawah Presiden Mugabe pada saat itu sedang mencetak uang secara gila-gilaan untuk menutupi defisit anggarannya. Hal ini menciptakan kelebihan pasokan uang di pasar sehingga menyebabkan nilai mata uang anjlok tajam.
2. Krisis pertanian
Zimbabwe pernah dikenal sebagai “keranjang makanan” di Afrika, namun sektor pertanian terkena dampak buruk dari kebijakan reformasi pertanahan yang dilaksanakan pada akhir tahun 1990an dan awal tahun 2000an. Saat itu, pemerintah menyita tanah petani kulit putih tanpa kompensasi dan mengalihkannya kepada petani lokal. Namun, tanpa keahlian dan modal yang memadai, produksi akan menurun, ketergantungan pada impor meningkat, dan harga pangan melonjak.
3. Kondisi perekonomian global
Fluktuasi harga komoditas di pasar global juga berdampak pada perekonomian Zimbabwe. Ketika harga komoditas seperti tembaga dan emas turun, pendapatan ekspor negara tersebut berkurang. Hal ini antara lain memaksa pemerintahan Mugabe mencetak lebih banyak uang untuk menutupi kesenjangan anggaran.
4. Korupsi dan ketidakstabilan politik
Meluasnya korupsi di pemerintahan dan ketidakstabilan politik telah menyebabkan hilangnya kepercayaan di kalangan investor dan masyarakat. Ketidakpastian politik menyebabkan banyak orang menarik investasi sehingga menyebabkan perekonomian memburuk.
5. Sanksi Internasional
Zimbabwe menghadapi berbagai sanksi internasional atas pelanggaran hak asasi manusia dan pemilu yang dianggap tidak adil. Sanksi-sanksi ini semakin memperburuk kondisi perekonomian dengan mengurangi akses negara terhadap bantuan dan investasi asing.
6. Meningkatnya permintaan barang dan jasa
Ketika inflasi mulai meningkat, konsumen mulai mencari barang dan jasa sebelum harga naik lebih jauh. Peningkatan permintaan tanpa disertai peningkatan pasokan menyebabkan harga terus melonjak.
7. Masyarakat enggan menggunakan mata uang lokal
Ketika dolar Zimbabwe kehilangan nilainya, banyak orang mulai berdagang mata uang asing, seperti dolar AS atau rand Afrika Selatan. Hal ini semakin melemahkan mata uang lokal dan meningkatkan inflasi.
Kombinasi dari faktor-faktor internal dan eksternal yang kompleks ini, ditambah dengan kebijakan moneter yang keliru, krisis pertanian dan ketidakstabilan politik, menyebabkan Zimbabwe mengalami salah satu krisis ekonomi terburuk di zaman modern.
Saat ini, ZWD tidak lagi dicetak atau diakui sebagai mata uang resmi Zimbabwe. Sebaliknya, negara tersebut menggunakan mata uang baru yang didukung oleh emas, yang disebut Emas Zimbabwe atau sering disingkat ZiG.