Categories
Bisnis

Wamen Investasi Siapkan Insentif Bea Masuk untuk Impor Pertanian

bachkim24h.com, Jakarta – Wakil Menteri Investasi Elliott mengungkap rencana pemerintah memberikan insentif impor kepada perusahaan pertanian. 

Elliott mengatakan kebijakan seperti itu harus diterapkan untuk mendukung program ketahanan pangan dan energi seperti yang saat ini sedang berlangsung di Merau. Mengembangkan perkebunan gula yang terintegrasi dengan industri gula, bioetanol dan pembangkit energi. 

Di sektor pertanian, pembebasan pajak impor diberikan untuk pertanian perkebunan mekanisasi terutama dalam rangka ketahanan pangan dan energi.

“Belum ada fasilitas impor mesin dan peralatan untuk sektor pertanian. (Saat ini) kita harus melalui proses normal dan membayar pajak impor. Padahal, permintaan kita ke depan adalah meningkatkan ketahanan pangan dan ketahanan energi pada khususnya. . Sektor pertanian kita adalah sektor yang diuntungkan. Ini salah satu yang bisa dimasuki,” kata Elliott, Sabtu (20/07/2024).

Pada kesempatan yang sama, Elliott juga membeberkan perkembangan investasi perkebunan gula dan industri gula di Merau. Dikatakannya, saat ini klaster III tebu seluas 2 juta hektare di Kabupaten Merauke masih dalam tahap pengembangan. 

“Dalam pembangunan industri gula klaster 3 ini direncanakan akan dibangun 5 pabrik dan mengintegrasikannya dengan bioetanol. Perusahaan yang beroperasi telah menyiapkan infrastruktur dan dana untuk pelatihan di kerajaan Merau, dengan melibatkan masyarakat setempat.” katanya  

“Selain itu, Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) juga telah dikembangkan bekerja sama dengan Sugar Research Australia (SRA),” tambah Elliott.

Melihat evolusi investasi yang sedang berlangsung, Elliott mengapresiasi pentingnya perusahaan dalam mengimplementasikan rencananya.

“Kita sudah lihat bagaimana fasilitas yang disiapkan. Standar yang disiapkan jauh lebih baik dibandingkan fasilitas di Australia. Jadi kita lihat keseriusan pelaku usaha,” ujarnya.

Rencana investasi perkebunan tebu pada swasembada gula dan bioetanol klaster 3 di Merauke (Papua Selatan) berjumlah USD 5,62 miliar atau setara Rp 83,27 triliun. 

 

 

Investasi tersebut antara lain pembangunan perkebunan gula dengan teknologi mekanisasi pertanian senilai Rp29,2 miliar, pembangunan pabrik gula dan bioetanol senilai Rp53,8 miliar, pembangunan pusat pelatihan sumber daya manusia senilai Rp120 miliar, serta pembangunan fasilitas penelitian dan inovasi. Rp 150 miliar per tahun. 

Nomor 15 Tahun 2024 Berdasarkan Keputusan Presiden (CAPRES) Kabupaten Merauke di Papua Selatan tentang Kelompok Percepatan Swasembada Gula dan Bioetanol pada tanggal 19 April 2024, dibentuk gugus tugas ini untuk mempercepat investasi gula. Produk terintegrasi dengan industri gula, bioetanol dan pembangkit listrik di Kabupaten Merauke, Papua Selatan. 

Terdapat lima klaster wilayah dengan luas lebih dari 2 juta hektare yang akan menjadi kawasan terpadu pengembangan swasembada bioetanol tebu. Klaster 1 dan 2 mencakup luas sekitar 1.000.000 ha, Klaster 3 seluas 504.373 ha, dan Klaster 4 seluas 400.000 ha.

Sebelumnya, ekonom yang tergabung dalam Institute for Economic and Financial Development (INDEF) menyoroti niat pemerintah bersiap mengenakan pajak impor tambahan terhadap berbagai produk impor. Salah satunya adalah Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) terhadap impor keramik. 

Rencana penerapan kebijakan bea masuk antidumping muncul setelah Komisi Anti Dumping Indonesia (KADI) merekomendasikan kepada BMAD untuk mengenakan bea masuk maksimal 199,98 persen terhadap impor ubin keramik asal China.

Direktur Kerja Sama Internasional INDEF Imaduddin Abdullah menilai kebijakan BMAD yang berlebihan dan tanpa dukungan data yang kuat akan menghambat upaya membangun industri dalam negeri yang berdaya saing dan mampu bersaing secara global. 

Menurut dia, beberapa penelitian menunjukkan penerapan bea masuk yang terlalu tinggi tidak efektif karena dapat menimbulkan trade diversion. Oleh karena itu, impor dari negara yang tidak dikenakan BMAD akan terus meningkat. 

“Selanjutnya, pengenaan BMAD yang berlebihan akan menyebabkan kenaikan harga di tingkat konsumen yang pada akhirnya merugikan kesejahteraan konsumen,” kata Imaduddin dalam keterangan tertulis INDEF kepada bachkim24h.com, Rabu (17/7/2024).

Pemberian BMAD oleh AS pada produk impor Tiongkok tidak mengurangi jumlah impor keramik. Malah impor dari India dan Vietnam justru meningkat, imbuhnya.

Sementara itu, Andry Satrio Nugroho, Kepala Pusat Industri, Perdagangan dan Investasi INDEF, mengatakan hasil analisis KADI untuk merekomendasikan BMAD tidak kuat dan tidak mendesak karena beberapa alasan.

Sebab, kata dia, data yang disajikan dalam laporan KADI menunjukkan tren impor ubin keramik mengalami penurunan sebesar 9,55 persen, sedangkan impor dari China mengalami penurunan sebesar 0,56 persen. 

Sementara itu, penjualan perusahaan dalam negeri pemohon masing-masing meningkat sebesar 0,12 persen dan 22,19 persen. Di sisi lain, industri keramik dalam negeri juga sedang dalam tahap ekspansi dengan produksi meningkat 4,52 persen dan arus kas tumbuh positif.

Sementara tren kapasitas terpasang meningkat 15,74 persen, meski tren penjualan dalam negeri meningkat 12,02 persen. 

“Berbagai fakta yang tersaji dalam laporan KADI benar-benar menunjukkan bahwa industri keramik belum berada pada titik cedera,” tambah Andrey.

Andrey juga mempertanyakan hasil kajian dan pengenaan BMAD, karena hasil Mei BMAD berubah 6,61-155,48 persen, sedangkan hasil KADI 100,12-199,88 persen. 

“Perubahan besaran statistik tersebut patut dipertanyakan dan KADI harus bisa memberikan penjelasan yang transparan,” tutupnya. 

 

Sebelumnya, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan tujuh perusahaan ubin keramik tutup usaha atau bangkrut. Hal itu merupakan dampak dari kenaikan harga gas dan besarnya impor dari Tiongkok.

Eshadi Hanafi, Ketua Kelompok Kerja Pengembangan Industri Keramik dan Kaca Kementerian Perindustrian, menyampaikan hal tersebut pada Selasa (16/07/2024) saat diskusi INDEF pada Uji Coba Rencana Kebijakan Keramik BMAD di Jakarta.

“Jadi yang mulai parah, industri keramik kita terus turun karena harga gas naik, jadi sebelum 2015 kita sangat sukses, sangat kompetitif, bahkan pada utilisasi 90 persen, kemudian mulai turun dan turun. persaingan, kami tidak bisa bersaing dalam harga dan ini menjadi lebih buruk karena impor yang murah,” kata Ashadi.

Dari pemaparannya, Ashady menilai meningkatnya impor ubin keramik yang membanjiri pasar dalam negeri, khususnya dari China, berdampak pada tujuh perusahaan industri ubin keramik yang menghentikan produksinya.

Oleh karena itu, akhirnya pada tahun 2016 Kementerian Perindustrian mulai mendorong pembentukan hambatan perdagangan internasional melalui trade compensation seperti Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP), serta pemberlakuan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) untuk safeguard dalam negeri. Industri keramik.

Berikut daftar tujuh perusahaan ubin keramik yang menghentikan produksinya: PT Indopenta Sakti Teguh PT Industri Multikeramik Indoagung Asosiasi PT Keramik Indonesia – Cileungsi PT KIA Serpih Mas – Cileungsi PT Ika Maestro Industri PT Industri Keramik Selamat Jamata Jama