Categories
Bisnis

Pertamina EP Subang Field Lepas Liarkan Owa Jawa di Hutan Malabar

JAKARTA – Pertamina EP (PEP) bekerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Daerah Subang dan Yayasan Owa Jawa kembali melepasliarkan Owa Jawa di Hutan Lindung Malabar di Perbukitan Puntang, Bandung Selatan. Peluncuran tersebut dalam rangka memperingati Hari Konservasi Nasional pada 10 Agustus 2024.

“Kami berharap generasi berikutnya owa jawa yang dilepasliarkan akan memulihkan hutan lindung di Malabar dan membangun populasi yang stabil,” kata Senior Manager Site Pertmina EP Subang Nidirga Andri Sisworo dalam pernyataannya. Dikutip Jumat (16/8/2024).

Ia mengatakan, konservasi owa muda termasuk dalam program konservasi keanekaragaman hayati yang dijalankan perusahaan. Peluncuran ini merupakan bagian dari mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) 15, yang bertujuan untuk melestarikan, memulihkan dan mendukung pemanfaatan ekosistem bumi secara berkelanjutan dan menghentikan hilangnya keanekaragaman hayati.

Ia mengatakan, ini merupakan pelepasliaran yang ke-9 dan total ada 42 ekor owa jawa yang sudah dikembalikan ke habitat aslinya. Kontribusi PEP Subang Field meliputi pengenalan habitat, pelepasan, perlindungan dan pemantauan kondisi owa-owa muda agar dapat hidup di habitat aslinya.

Populasi siamang muda yang hanya berjumlah sekitar 2.000 hingga 4.000 ekor di dunia menjadikannya salah satu primata yang paling dilindungi. Owa jawa terdaftar sebagai Terancam Punah di Daftar Merah IUCN, dan juga terdaftar di Appendix 1 CITES. Saat ini persebaran owa jawa hanya terbatas di Pulau Jawa bagian barat sehingga menjadikannya sebagai spesies siamang terlangka di dunia.

Categories
Sains

Selain Pasar Setan, Fakta Baru Soal Keangkeran Hutan Indonesia Terungkap

JAKARTA – Bisa dibilang, hilangnya orang saat mendaki gunung tak pernah hilang dari pemberitaan. Selain dugaan kemunculan Istana Elf dan Pasar Setan, penelitian mengungkap fakta baru.

Sobat super, disorientasi seringkali menjadi penyebab utama pendaki tersesat. Faktanya, disadari atau tidak, hal ini juga sering terjadi pada para pendaki.

Disorientasi menjadi “hilang” ketika seorang pendaki melanjutkan perjalanan tanpa terlebih dahulu melakukan navigasi, sehingga pendaki mengambil jalur yang salah.

Jaringan luas “jalan hantu” ilegal yang tidak tercatat di peta resmi menyebar secara diam-diam melintasi hutan di Indonesia, Malaysia, dan Papua Nugini.

Jaringan jalan yang menakjubkan ini, sepanjang 1,37 juta kilometer (851,000 mil), tiga hingga tujuh kali lebih panjang dari jalan yang terdaftar secara resmi, menyebabkan deforestasi hutan hujan pada tingkat yang mengkhawatirkan.

Sebuah studi yang diterbitkan dalam jurnal Nature Sustainability menyoroti temuan-temuan tersebut, yang merupakan ancaman besar terhadap keanekaragaman hayati dan upaya global untuk memerangi perubahan iklim.

Hutan hujan di Asia Tenggara adalah rumah bagi ekosistem yang paling beragam di dunia, dan penebangan yang tidak terkendali telah menimbulkan dampak buruk terhadap banyak spesies tumbuhan dan hewan.

Selain itu, hutan-hutan ini berperan penting dalam menyerap karbon dioksida dari atmosfer, membantu mengurangi emisi gas rumah kaca dan memerangi pemanasan global. Hilangnya hutan hujan dalam skala besar akan mengganggu keseimbangan iklim yang rapuh dan memperburuk dampak perubahan iklim.

Studi ini menyerukan tindakan segera untuk mengatasi masalah “jalan hantu” ini. Pemantauan yang lebih baik dan penegakan hukum yang lebih ketat diperlukan untuk mencegah pembangunan jalan baru tanpa izin dan penebangan jalan lama yang dapat merusak hutan.

Pada saat yang sama, upaya restorasi hutan dan inisiatif pembangunan berkelanjutan yang bertujuan melindungi hutan dan masyarakat yang penghidupannya bergantung pada hutan sangatlah penting.

Masa depan hutan hujan di Asia Tenggara bergantung pada tindakan yang kita ambil saat ini. Dengan bekerja sama, kita dapat melindungi kekayaan alam ini dan memastikan kekayaan alam ini terus ada untuk generasi mendatang.