Categories
Kesehatan

Menkes Budi: Mahasiswa PPDS Berbasis RS Tidak Perlu Bayar Kuliah tapi Dapat Gaji

bachkim24h.com, Presiden DKI Jakarta Joko Widodo bersama Kementerian Kesehatan (Kemenkes) meluncurkan Program Pelatihan Dokter Spesialis (PPDS) berbasis Rumah Sakit Penyelenggara Induk (RSPPU) atau rumah sakit pendidikan berbasis rumah sakit.

Menurut Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadin, tidak ada biaya yang dibebankan kepada pelajar atau warga di RSPPU. Bahkan, warga mendapat tunjangan yang sama dengan karyawan lainnya.

“Pendidikan para ahli sama dengan pendidikan para ahli di seluruh dunia. Tidak perlu bayar biaya sekolah, tidak perlu bayar biaya pendaftaran,” kata Budi saat peluncuran RSPPU di Rumah Sakit Anak dan Bersalin Harapan Kita, Jakarta Barat, Senin, 6 Mei 2024.

“Mereka menjadi pekerja kontrak di rumah sakit tersebut, sehingga mendapat tunjangan (gaji) yang sama dengan pekerja lainnya,” kata Budi.

Budi menjelaskan, RSPPU merupakan program untuk mengatasi kekurangan dokter spesialis di Indonesia.

“Kami memiliki kekurangan 29.000 tenaga ahli yang perlu kami distribusikan di tingkat daerah/kota.”

Menurut Budi, salah satu penyebab kurangnya dokter spesialis adalah karena Indonesia hanya memiliki 2.700 dokter spesialis per tahun. Sekarang permintaannya 29.000. Meskipun permintaan ini dapat dipenuhi dalam waktu 10 tahun, RSPPU bertujuan untuk melatih para spesialis lebih cepat, dalam lima tahun.

“Makanya kami membuka pelatihan di rumah sakit dan universitas karena ini sudah menjadi praktik umum di seluruh dunia,” jelas Budi.

Sementara itu, Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengatakan, tidak masuk akal jika segala jenis peralatan di puskesmas dan rumah sakit tidak ada dokter spesialisnya.

“Ketika saya berkunjung ke daerah itu dalam enam bulan terakhir, saya suka mengunjungi puskesmas. Saya senang punya peralatan seperti USG, dan di rumah sakit ada laboratorium MRI, monografi, dan kateter,” kata Jokowi dalam pidatonya.

“Tetapi keluhan utama di provinsi adalah kurangnya tenaga ahli,” lanjutnya.

“Ini merupakan tugas besar bagi Indonesia,” kata Jokowi. Ingatlah bahwa rasio dokter terhadap jumlah penduduk di negara ini adalah 0,47 per 1000 orang.

Dengan rasio tersebut, Indonesia menempati peringkat 147 dunia dan peringkat 9 Asia.

Artinya masuk ke tiga besar, tapi dari bawah.

Sejauh ini, lanjut Jokowi, Indonesia membutuhkan 124.000 dokter umum dan 29.000 dokter spesialis.

“Tidak kurang, jangan diisi. Jangan sampai peralatan yang ada dipakai karena tenaga ahlinya tidak ada, kata Jokowi.

Sejauh ini, Indonesia hanya memiliki 2,7 juta tenaga ahli per tahun, jumlah yang sangat kecil.

Masalah lain yang dihadapi para ahli adalah distribusinya yang tidak merata. Rata-rata, 59% pakar berbasis di Java.

Jadi harus ada terobosan, kita harus mulai, kita harus berani memulai, kita harus mempunyai aspirasi yang tinggi dan berstandar internasional, kata Jokowi.

Terobosan RSPPU adalah sertifikasi bagi dokter spesialis maupun dokter umum yang ingin menjadi ahli di bidangnya.

“Saat ini hampir semua lulusan spesialis berasal dari kota, karena spesialis dari daerah sangat sulit masuk, lulus dan diterima, dan persentasenya sangat rendah,” mereka dapat menegaskan.

Budi juga berharap dokter spesialis di daerah 3T (daerah trafiking, daerah perbatasan dan daerah terluar) segera diangkat menjadi PNS.

Dijelaskan Jokowi, Budi juga menyebut jumlah dokter spesialis masih kurang karena rendahnya produksi, yakni 2.700 dokter spesialis per tahun. Sekarang permintaannya 29.000.

Sebagai perbandingan, Inggris, dengan populasi 50 juta jiwa, menghasilkan 12.000 dokter spesialis setiap tahunnya, lima kali lebih banyak dari Indonesia.

Categories
Kesehatan

Peserta PPDS di Negara Tetangga Digaji, Berapa Nominalnya?

bachkim24h.com, Jakarta Sepekan terakhir ramai diperbincangkan mengenai hasil evaluasi kesehatan jiwa peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di 28 rumah sakit. Hasil penelitian menunjukkan 2.716 mahasiswa Program Pendidikan Dokter Khusus (PPDS) menunjukkan gejala depresi.

Ketua Jaringan Dokter Muda Indonesia (JDN), Tommy Dharmawan mengatakan, kasus depresi pada penderita PPDS juga banyak ditemukan di luar negeri. Menurut wawancara dan pengalaman, masalah keuangan bisa menjadi salah satu penyebab depresi.

“Tidak terbayarnya PPDS menjadi penyebab tertekannya PPDS,” kata Tommy dalam pertemuan daring dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pada Jumat (19/4/2024).

Sayangnya, Indonesia menjadi satu-satunya negara yang tidak membayar PPDS.

“Indonesia satu-satunya negara di dunia yang tidak membayar PPDS. Sebaliknya, Undang-Undang Pendidikan Dokter tahun 2013 menyatakan bahwa pemerintah harus membayar PPDS,” kata Tommy.

Lalu berapa besaran yang harus diterima PPDS?

Dalam hal ini, Tommy tidak menyebutkan angka pastinya. Namun mereka mengambil sampel dari negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia.

“Di Singapura gaji PPDSnya sekitar S$2.650 (sekitar Rp 31,6 juta), tapi itu negara maju,” ujarnya. 

“Mungkin ada negara lain yang bisa dijadikan proksi, misalnya negara berkembang seperti Malaysia sekitar Rp15 juta. Tapi Indonesia tentunya punya kearifan lokal tersendiri dalam hal besaran donasinya,” kata Tommy.

Melihat kesejahteraan para dokter, dokter, dan PPDS, Tommy mengaku masih sangat sedih.

“Kesehatan para dokter termasuk PPDS, khususnya dokter, sangat mengecewakan jika kita melihat negara. Jadi kekecewaan itu hanya satu isu, saya kira kita perlu mengangkat isu kesehatan para dokter, PPDS.”

“Mungkin orang mengira dokter-dokter ini baik-baik saja, bagaimana mereka mendapat uang karena uangnya cukup. Meski mungkin tidak bisa, tapi sudah ada dalam UU Pendidikan Kedokteran bahwa PPDS harus dibiayai, kata Tommy.

Tommy pun menjelaskan mengapa upah sangat penting bagi PPDS.

 “Peserta PPDS itu umurnya pertengahan 20-an, sudah menikah, jadi ya, mereka butuh uang untuk hidup sehari-hari,” kata Tommy.

“Kalau dia tidak punya uang, bagaimana dia bisa hidup, bagaimana dia bisa berkeluarga, bagaimana dia bisa membiayai kebutuhannya.”

Bahkan, lanjut Tommy, permasalahan keuangan yang dihadapi mahasiswa PPDS bisa berujung pada kekerasan di kalangan generasi muda.

“Kekurangan uang bisa menjadi sasaran intimidasi bagi generasi muda. Jika tidak mempunyai uang, mereka bisa meminta untuk membeli makanan, atau membeli lapangan sepak bola (sewa dibayar). Saya pikir ini adalah hal-hal yang pantas untuk dilihat. ”  

Ia menambahkan, PPDS di seluruh dunia menerima pembayaran dari rumah sakit yang dioperasikannya. Saat ini Indonesia menjadi satu-satunya negara di dunia yang tidak membayar PPDS.