Categories
Kesehatan

Autisme pada Anak Tak Selalu Terkait Faktor Genetik, Apa Saja?

bachkim24h.com, Jakarta Dokter spesialis anak, ahli saraf dari Rumah Sakit Pusat Otak Nasional (RSPON), dr. Mahar Mardjono Jakarta, Roy Amardiyanto mengatakan, tidak selalu gen mempengaruhi gangguan spektrum autisme secara terpisah.

Roy mengatakan, menurut penelitian, 70 persen autisme disebabkan oleh faktor genetik. Namun, gen yang dimaksud tidak spesifik atau bervariasi.

Jadi sampai saat ini kita belum bisa menyimpulkan bahwa itu adalah faktor genetik, kata Roy secara online, mengutip Antara.

Ada pula penelitian yang menyebutkan bahwa autisme muncul karena penyakit saat hamil, melahirkan dan/atau bayi lahir kecil (di bawah 1,5 kilogram).

Artinya semua itu hanya dugaan saja, tapi tidak ada buktinya, lanjut Roy mengutip Antara.

Jika seorang anak memiliki gangguan spektrum autisme

Roy mengimbau para orang tua tidak perlu khawatir jika memiliki anak autis. Anak autis dapat ditangani dengan baik bila orang tua segera membawa anaknya ke dokter spesialis anak atau dokter spesialis saraf anak.

Roy menegaskan, autisme bukanlah suatu penyakit, melainkan berbagai kelainan, sehingga kelainan tersebut bisa ringan atau berat.

Senada dengan Roy, Ketua Komisioner Komisi Disabilitas Nasional (NDC) Dante Rigmalia menegaskan bahwa hakikat autisme bukanlah bagian dari suatu penyakit, melainkan masalah perkembangan saraf, sehingga pengobatan tidak diharapkan dapat menyembuhkannya.

Menurutnya, penyandang autisme dapat mempunyai kesempatan untuk mengembangkan kehidupannya dan mandiri dengan menciptakan jati diri yang utuh.

“Solusi pertama bagi penderita autis adalah dengan mengetahui sejak awal bagaimana kondisi autis tersebut. Dari identifikasi dan analisa yang dilakukan oleh dokter spesialis maka akan dijadikan bahan ajar bagi teman autis. akan tepat dan sesuai,” kata Dante.

 

Autisme merupakan suatu kondisi disabilitas yang menyebabkan penderitanya mempunyai permasalahan fungsional pada 3 bidang yaitu interaksi sosial, komunikasi, serta perilaku dan respon.

Sebagai guru pendidikan luar biasa Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Dr.dr. Riksma Nurakmi, MP, kondisi ini bersifat abadi dan tidak dapat disembuhkan.

Kondisi ini akan berlangsung seumur hidup, sehingga belum ada obat yang bisa menyembuhkan anak yang mengidap penyakit tersebut, kata Riksma dalam seminar daring di Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA).