bachkim24h.com, Jakarta – Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Dokter Indonesia (PB IDI) DR Dr Moh. Adib Khumaidi menyampaikan terima kasih atas dedikasi Dr. Helmiyadi, Sp.OT sepanjang hidupnya. Dokter berusia 41 tahun itu diketahui meninggal dunia karena serangan jantung saat bekerja sebagai dokter bedah di Mamuju, Sulawesi Barat. Dr. Helmi merupakan bagian dari Medical Influencer PB IDI dan Persatuan Dokter Spesialis Bedah Ortopedi Indonesia (PABOI) yang rutin memberikan edukasi kesehatan kepada masyarakat melalui media sosialnya.
Untuk mengenang jasa Dr. Helmiyadi, PB IDI menghadiahkannya Service Medal.
“Kami juga menghormati Dr. Helmiyadi SpOT dan para dokter tanpa pamrih yang telah berkorban sebesar-besarnya dalam menjalankan tugas, memberikan nyawanya untuk menyelamatkan orang lain,” kata Adib dalam keterangan tertulis yang diperoleh Health bachkim24h.com. Minggu 14 Juli 2024.
“Kami menghormati integritas profesi mereka dan memberikan apresiasi sebesar-besarnya atas komitmen kuat mereka dalam memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas kepada masyarakat Indonesia, meski dengan segala keterbatasan yang mereka hadapi. Akan banyak dokter lain Helmi yang tampil meneruskan perjuangan dan pengabdiannya di daerah,” Ditambahkan Adib.
Adib juga menyoroti ketimpangan distribusi dokter pasca pemberitaan dr. Helmiyadi. Menurut IDI, permasalahan distribusi dokter merupakan permasalahan utama dalam sistem kesehatan Indonesia.
Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah dokter per pasien terendah, yakni 0,4 dokter per 1.000 penduduk. Pada saat yang sama, banyak dokter yang terkonsentrasi di kota, sehingga masyarakat pedesaan dan terpencil tidak memiliki akses terhadap layanan kesehatan yang mereka perlukan.
Hal ini disebabkan kurangnya peralatan medis, obat-obatan dan kurangnya pembangunan. Distribusi dokter dan sumber daya yang tidak merata ini menghambat kemampuan memberikan layanan kesehatan yang berkualitas kepada warganya, terutama di daerah pedesaan dan daerah tertinggal.
“Ini bukan hanya sekedar angka; Ini adalah masalah hidup dan mati. Kurangnya dokter di beberapa daerah membuat banyak masyarakat Indonesia tidak memiliki akses terhadap layanan kesehatan yang baik, dan ini merupakan masalah yang tidak bisa kita abaikan. Kita juga menghadapi kekurangan peralatan medis, obat-obatan dan infrastruktur. Fasilitas kesehatan umum di daerah pedesaan seringkali kekurangan peralatan khusus, sehingga menghambat dokter dalam memberikan layanan yang efektif. “Dan kalau soal obat-obatan, banyak obat-obatan penting yang terbatas sehingga pasien tidak bisa mendapatkan pengobatan yang dibutuhkan. Apalagi masalah pembiayaan melalui JKN-BPJS saja tidak cukup,” jelas Adib.
Adib juga menambahkan, ketimpangan pelayanan kesehatan sejalan dengan ketimpangan pembangunan. Sebagian besar fasilitas kesehatan di negara ini, terutama di daerah pedesaan, tidak mempunyai fasilitas dasar seperti: air bersih, listrik dan sanitasi. Hal ini juga akan berdampak pada kerja pelayanan kesehatan yang tidak dapat optimal. Ketersediaan alat kesehatan, prasarana dan obat-obatan mempengaruhi kualitas dan kapasitas pelayanan kesehatan di suatu wilayah.
Akibat dari semua ini adalah pasien terpaksa melakukan perjalanan jauh untuk mendapatkan pelayanan dan pengobatan medis yang seringkali sangat mahal. Dan dalam beberapa kasus, pasien berada dalam kondisi sakit dan tidak menerima perawatan medis yang diperlukan.
Menurut Adib, permasalahan kesehatan masyarakat ini tidak hanya menjadi permasalahan dan tanggung jawab pemerintah saja, namun memerlukan kontribusi penting dari seluruh elemen tanah air termasuk organisasi khusus, LSM, kelompok pendidikan, swasta, media dan masyarakat serta masyarakat. . dia adalah agen garis depan perubahan dalam reformasi layanan kesehatan.
Peningkatan jumlah dokter di daerah dapat dilakukan melalui program beasiswa dan insentif. Selain itu, pemerintah daerah dan daerah harus berinvestasi pada peralatan medis, obat-obatan dan infrastruktur, untuk memastikan bahwa rumah sakit dan klinik di wilayah tersebut memiliki sumber daya yang mereka perlukan untuk memberikan layanan berkualitas. Menerima juga bantuan keuangan dari pemerintah pusat, daerah dan JKN-BPJS
PB IDI mengingatkan kita bahwa akses terhadap layanan kesehatan yang berkualitas merupakan hak asasi manusia dan setiap orang dapat memperoleh layanan kesehatan yang dibutuhkannya, di mana pun mereka tinggal.
“Mari kita bekerja sama untuk menyelesaikan masalah penting ini. Bersama-sama, tingkatkan kesehatan kita, dan pastikan seluruh masyarakat Indonesia mempunyai akses terhadap layanan medis yang berkualitas. Kita bisa, dan kita harus melakukan ini. “Kita harus all football dalam upaya kita mengubah kesehatan, masa depan negara kita bergantung pada masalah kesehatan ini,” pungkas Adib.