bachkim24h.com, fenomena Jakarta Doppelganger mengacu pada anggapan bahwa setiap orang bisa saja memiliki “kembaran” yang identik secara fisik meski berbeda latar belakang dan kehidupan. Dalam bahasa Jerman, “doppelganger” diterjemahkan sebagai “ganda”, yang mencerminkan kehadiran atau penampilan orang yang hidup. Kata tersebut kerap dikaitkan dengan gagasan tentang sosok jahat yang berusaha menghancurkan kehidupan siapa pun yang bertemu dengan sosok seperti dirinya.
Di Indonesia sendiri, kita bisa menemukan contoh fenomena serupa seperti YouTuber Nessie Judge yang memiliki kemiripan dengan pembuat konten TikTok @soykiron. Meskipun dalam beberapa cerita dan kepercayaan, doppelganger diyakini sebagai penglihatan buruk atau hal-hal jahat, dalam budaya populer modern, konsepnya sangat mirip sehingga wajah masih digunakan untuk menggambarkan dua orang asing yang terlihat seperti saudara kembar.
Fenomena doppelganger juga menginspirasi banyak cerita dan karya seni dalam budaya populer. Contohnya ada dalam buku “Dr. Jekyll and Mr. Hyde” karya Robert Louis Stevenson, di mana dua karakter, Dr. Baik Jekyll dan kamu. Hyde yang jahat. Dalam ceritanya, doppelganger digambarkan sebagai perwujudan dua sisi kepribadian yang berlawanan. Berikut ulasan lebih lanjut mengenai fenomena doppelganger yang dirangkum bachkim24h.com pada Jumat (22/3/2023) dari berbagai sumber.
Dari sudut pandang ilmiah, fenomena doppelganger menjadi topik menarik bagi para peneliti di bidang biomedis dan genetika untuk memahami kemiripan fisik dan genetik antara individu yang memiliki kemiripan wajah. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh sekelompok ilmuwan di Barcelona, Spanyol memberikan informasi menarik mengenai fenomena tersebut.
Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Cell Report pada 23 Agustus 2022 menunjukkan bahwa individu dengan wajah serupa, yang sering disebut doppelganger, juga memiliki kesamaan genetik dan gaya hidup. Penelitian ini melibatkan 16 pasang wajah serupa yang dipilih dari proyek fotografi Francois Brunelle, yang mengumpulkan foto-foto orang serupa dari seluruh dunia.
Dalam studi tersebut, wajah peserta dicocokkan menggunakan tiga algoritme pengenalan wajah berbasis kecerdasan buatan (AI) yang berbeda: jaringan saraf Custom-Net, algoritme MatConvNet, dan API wajah Microsoft Oxford Project. Dengan demikian, 16 dari total 32 pasangan calon memenuhi kriteria individu sejenis berdasarkan ketiga algoritma tersebut.
Yang menarik dari penelitian ini adalah pasangan doppelganger tidak hanya mirip secara fisik, tapi juga mirip secara genetik. Setidaknya sembilan dari 16 pasangan yang dianalisis menunjukkan kesamaan genetik yang signifikan dari 19.277 variasi genetik yang dianalisis, meskipun mereka tidak memiliki hubungan setidaknya tiga derajat kekerabatan.
Selain itu, penelitian ini juga menemukan bahwa pasangan doppelganger memiliki kebiasaan gaya hidup yang serupa. Dengan menggunakan kuesioner yang mencakup 64 parameter terkait kebiasaan dan gaya hidup seperti merokok, minum, preferensi alkohol, dan alergi, para peneliti menemukan bahwa pasangan bilateral sering kali memiliki kebiasaan.
Dari temuan tersebut dapat disimpulkan bahwa fenomena doppelganger tidak hanya berkaitan dengan kemiripan fisik saja, namun juga mencakup faktor genetik dan kebiasaan gaya hidup. Penelitian ini memberikan wawasan baru tentang bagaimana ciri-ciri molekuler mempengaruhi struktur wajah manusia, dan bagaimana kesamaan genetik dan gaya hidup dapat diprediksi untuk lebih memahami manusia.
Dalam mitologi, doppelganger dianggap sebagai fenomena menakutkan, karena dikaitkan dengan kehadiran jahat dan nasib tragis. Menurut Britannica, setiap orang setidaknya memiliki tujuh anak kembar yang tersebar di seluruh dunia.
Meski menarik, legenda mengatakan bahwa memiliki saudara kembar membawa nasib buruk dan bencana. Legenda ini merupakan bagian dari kepercayaan Jerman, di mana melihat doppelganger sendiri dianggap sebagai tanda akan datangnya kematian dalam waktu dekat. Sekaligus, jika orang lain melihat anak kembar kita, itu pertanda akan datangnya bencana dan nasib buruk.
Perlu dicatat bahwa dalam cerita ini, si doppelganger bukanlah hantu atau makhluk gaib. Mereka adalah orang-orang biasa yang bentuk fisiknya sama dengan kita. Namun, legenda yang diturunkan dari generasi ke generasi telah menimbulkan kekhawatiran tentang aura misterius dan doppelganger, sehingga banyak orang sebisa mungkin menghindarinya.
Dalam konteks mitologi, doppelganger mewakili aspek kepercayaan manusia terhadap nasib dan takdir. Fenomena ini merupakan cerminan ketakutan akan ketidakpastian masa depan dan kekuatan-kekuatan yang mengendalikan kehidupan manusia. Meski tidak ada bukti ilmiah yang mendukung mitos doppelganger, keberadaan mereka tetap menjadi bagian menarik dari warisan budaya dan kepercayaan tradisional.