Categories
Bisnis

Prabowo Diminta Pertimbangkan Pemisahan Ditjen Pajak, Bea Cukai dari Kemenkeu

Jakarta – Presiden terpilih Prabowo Subianto diminta mempertimbangkan matang-matang pembentukan Badan Pendapatan Negara (BPN) yang sebaiknya dipisahkan dari Kementerian Keuangan (Kmenkew). Belakangan ini, terdapat kebutuhan untuk memisahkan Direktorat Jenderal Pajak (Dietgen Pajak) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dari Kementerian Keuangan menjadi satu lembaga.

Prabowo diminta menunjuk angka pasti untuk meningkatkan pendapatan pemerintah. Wijyanto Samirin, Ekonom Universitas Paramadina, menilai BPN akan lebih baik jika lebih kuat dan berada langsung di bawah presiden. Sebab, ia melihat pajak merupakan salah satu pendapatan negara yang bisa ditingkatkan oleh lembaga baru tersebut.

“Kementerian Keuangan (Kemenkeu) saat ini sangat kuat, mengelola pendapatan, perbendaharaan, dan ada perusahaan di bawahnya, jadi sudah ditransfer secara berlebihan, pajak yang diperlukan untuk kehidupan negara sampai saat itu. .Sekarang dipegang oleh Dirjen Pajak eselon 1. Tidak terlalu kuat,” kata Samirin dalam debat publik “Dilema Kabinet Prabowo dalam Sistem Serikat Umum”, Kamis (11/72024).

Ia menilai, jika BPN benar-benar terbentuk, maka harus dilakukan perubahan nama. Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dikeluarkan dari Kementerian Keuangan dan dimasukkan dalam lembaga baru.

“Tapi BPN harus hati-hati. Kenapa? Karena pajak itu penting. Kita harus pastikan kalau terjadi tidak ada masalah. Karena langsung ada masalah, itu masalah koordinasi, ini masalah manajemen,” dia dikatakan. “Maka mata uang kita yang sudah lemah akan menjadi lebih buruk.”

Oleh karena itu, Wijayanto mendesak pemerintahan baru membentuk BPN dan Prabowo menjadi Presiden kedelapan RI periode 2024-2029 setelah dilantik pada Oktober 2024. . Mampu memilih orang yang tepat.

“Saya tidak tahu kalau orangnya (Pimpinan BPN) Pak Prabowo ini. Tapi dia harus orang yang stabil, orang yang kuat,” kata Wijayanto.

Categories
Bisnis

Ditjen Pajak: 67,36 juta NIK Telah Dipadankan dengan NPWP

bachkim24h.com, JAKARTA– Direktur Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menyebutkan jumlah orang yang terdaftar (NIK) yang cocok dengan Nomor Wajib Pajak (NPWP) mencapai 67,36 juta orang.

“Dari total 73,48 juta wajib pajak dalam negeri, sebanyak 67,36 juta wajib pajak NIK yang NIK-nya terkait dengan NPWP,” kata Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo dalam konferensi pers APBN edisi Maret 2024 di Jakarta, Senin (25). /3/2024).

Terkait 11,7 juta NIK yang sebelumnya bermasalah dalam pencocokan, Suryo melaporkan ada 5,5 juta NIK yang dicocokkan menggunakan sistem. Dengan demikian, sisa NIK yang tidak digabungkan dengan NPWP sebanyak 6,11 juta.

“Bisa jadi sebagian besar wajib pajak sudah meninggal, cacat, atau sudah pindah ke luar Indonesia. Kami akan kaji ulang,” ujarnya.

Suryo mengatakan, pihaknya akan terus menjalin kerja sama dengan Dukapil untuk memperkuat pengembangan NIK dengan NPWP. Suryo sebelumnya pernah meminta masyarakat melalui berbagai media untuk segera membandingkan NIK dengan NPWP agar catatan perpajakan bisa menjadi acuan saat menggunakan prosedur utama perpajakan nantinya.

“Kami masih bekerja sama dengan Dirjen Dukapil untuk membandingkan lebih dari 12,3 juta yang saat ini berjalan dengan baik,” ujarnya dalam jumpa pers APBN RI di Jakarta, Kamis (22/2). Selesai.”

Sementara itu, wajib pajak dapat membandingkan NIK dan NPWP secara online di laman jasa.go.id, dan juga terdapat layanan virtual untuk memberikan bantuan jika wajib pajak mengalami kendala dalam membandingkan data dan informasi.

Implementasi penuh NIK berdasarkan NPWP akan selesai pada 1 Juli 2024. Hal itu tertuang dalam Keputusan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 136 Tahun 2023 tentang Perubahan Atas PMK Nomor 112/PMK.03/2022 yang mengacu pada NPWP orang perseorangan. , , pembayar pajak dan pembayar pajak utama.