bachkim24h.com Nailul Huda, Ekonom Jakarta dan Direktur Pusat Ekonomi Digital, Ekonomi dan Kajian Hukum (Celios), mengatakan pertumbuhan ekonomi melambat pada kuartal III 2024 menjadi 4,95% karena penurunan daya beli masyarakat.
Hal ini menarik jika kita melihat penurunan daya beli masyarakat. dengan melambatnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga, artinya pemerintah tidak bisa menghindari penurunan daya beli masyarakat. Dampaknya pertumbuhan ekonomi kembali melambat dari 5,05% menjadi 4,95%, kata Nailul Huda kepada bachkim24h.com, Kamis (11/9/2024).
Dari perspektif berbagai sektor, penyediaan akomodasi makanan dan minuman serta transportasi juga melambat. Ia melihat industri pertambangan dan pengolahan menguat. Menurut dia, industri pengolahan hasil pertambangan mencatatkan pertumbuhan positif.
Begitu pula dengan struktur perekonomian seperti itu, daya beli masyarakat pun melambat, terutama terhadap produk-produk jadi seperti makanan dan minuman. Oleh karena itu, pemerintah harus fokus terlebih dahulu pada peningkatan daya beli masyarakat, khususnya kelas menengah.
“Orang-orang kelas menengah yang sering pergi ke bar dan sebagainya. konsumsinya berkurang, karena kemungkinan membeli barang rekreasi berkurang,” ujarnya. Apakah subsidi BLT tidak tepat?
Nailul berpesan kepada pemerintah untuk tidak membuat kebijakan yang semakin menekan kelas menengah. Misalnya, kebijakan subsidi bahan bakar perlu dipertimbangkan kembali. Sebab bisa menekan daya beli masyarakat kelas menengah.
Bahkan bantuan sosial sebagai kompensasi kenaikan harga minyak kurang memuaskan bagi kelas menengah, tutupnya.
Pemerintah mematok target pertumbuhan ekonomi sebesar 5% pada tahun 2024. Namun data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan pertumbuhan ekonomi pada triwulan III tahun 2024 justru melambat menjadi 4,95%.
Ronny P. Sasmita, Pengamat Ekonomi Lembaga Aksi Strategis dan Ekonomi Indonesia (ISEAI), menilai kemungkinan kumulatif untuk mencapai target 5% masih terbuka. Dari data pertumbuhan year-on-year angka tersebut mencapai 5,03%.
“Jadi, jika pemerintah bisa mencapai pertumbuhan sekitar 5% pada kuartal keempat, maka target kumulatifnya bisa mencapai 5%. Namun, ini hanyalah angka. Pokoknya persoalan detailnya,” kata Ronnie kepada Liputan 6.com, Kamis (7/11/2024).
Di sisi lain, konsumsi rumah tangga diketahui masih lemah akibat permasalahan daya beli. Terutama di kalangan kelas menengah yang merupakan faktor utama pendukung konsumsi.
Selanjutnya, sektor manufaktur hanya tumbuh 4% dibandingkan triwulan sebelumnya. Meski tidak menyusut. Namun pertumbuhan tersebut belum menunjukkan tanda-tanda pemulihan yang signifikan.
“Menurut saya, perlambatan sektor produksi berdampak pada penurunan daya beli. Perlambatan produksi telah menyebabkan PHK massal. Akibatnya, jumlah penduduk yang tidak mempunyai pendapatan meningkat. yang mempengaruhi konsumsi keluarga,” ujarnya
Sementara itu, sektor konstruksi mengalami pertumbuhan yang relatif tinggi. Hal ini didukung oleh proyek-proyek pemerintah yang mulai besar di akhir tahun. Begitu pula dengan investasi yang meningkat karena biasanya terjadi pada paruh kedua setiap tahunnya.
Ronnie menyarankan agar pemerintah mencari formula kebijakan sosial yang baik secara teknis untuk meningkatkan daya beli masyarakat. secara strategis Pemerintah juga perlu lebih proaktif dalam meningkatkan investasi.
“Langkah paling efektif untuk menjaga daya beli adalah dengan membuka lapangan kerja sebanyak-banyaknya. Agar masyarakat mendapat penghasilan lebih, konsumsinya meningkat lagi,” tutupnya.