Categories
Sains

Simbol Sentuhan Buddha terhadap Bangsa Yunani Terkuak

ROMA – Hubungan budaya antara masyarakat Yunani dan Buddha pada periode Helenistik adalah contoh menarik dari interaksi budaya yang mendalam dan kompleks.

Peristiwa ini terutama diilhami oleh penaklukan Alexander Agung dan pengaruh yang ditinggalkannya di wilayah yang kini menjadi bagian Afghanistan dan Pakistan.

Menurut Arkeolog, pada abad ke-4 SM, Alexander Agung, raja Makedonia, menaklukkan wilayah yang luas dari Yunani hingga Persia dan India utara. Penyebarannya menciptakan jembatan antara budaya Helenistik dan Timur.

Setelah kematian Alexander pada tahun 323 SM. SM, wilayah yang ditaklukkan dibagi di antara para jenderalnya, menciptakan kerajaan Helenistik seperti Kekaisaran Seleukia dan Kerajaan Baktria. Kawasan ini menjadi tempat pertemuan budaya Yunani dan tradisi lokal.

Salah satu dampak paling mencolok dari interaksi ini adalah dalam seni. Di wilayah Gandhara (sekarang bagian dari Pakistan dan Afghanistan), patung Buddha dipengaruhi oleh teknik dan estetika Yunani.

Patung Buddha yang ditemukan di Gandhara sering kali menunjukkan pengaruh gaya Helenistik, termasuk penggunaan tirai dan penggambaran fisik Buddha dalam wujud manusia yang berbeda dari penggambaran tradisional yang lebih simbolis.

Pertukaran filosofis antara orang Yunani dan Buddha juga penting. Filsafat Yunani, khususnya Stoicisme dan Epicureanisme, berinteraksi dengan ajaran Buddha dan memperkaya penafsiran doktrin Buddha dengan perspektif logika dan metafisika Helenistik.

Pertukaran gagasan dan praktik keagamaan antara tradisi Buddha dan Yunani menghasilkan bentuk-bentuk keagamaan baru, termasuk pengaruh Yunani pada struktur biara dan stupa Buddha di wilayah tersebut.

Tempat-tempat seperti Sirkap dan Taxila di Gandhara, serta wilayah Baktria, menunjukkan perpaduan budaya ini melalui arsitektur, patung, dan seni. Stupa dan biara di wilayah tersebut sering kali mengandung campuran unsur Yunani dan Buddha.

Categories
Edukasi

Ketua STABN Raden Wijaya dan Tokoh Buddha Dorong Pendirian Dhammasekha di Palembang

PALEMBANG – Presiden Sekolah Menengah Atas Negeri (STABN) Raden Wijaya Wonogiri Sulaiman dan sejumlah masyarakat di Palembang, Sumatera Selatan, mendorong berdirinya Dhammasekha, sekolah agama umat Kristiani.

Dengan Dhamsekha diharapkan generasi muda mukmin memperoleh ilmu yang lebih banyak karena model pendidikannya merupakan perpaduan antara agama dan pengetahuan umum.

“Melalui berdirinya Dhammasekha, saya senang kualitas pendidikan agama Buddha di Sumsel akan semakin meningkat. Dhammasekha dapat memperkuat keyakinan spiritual dan juga menciptakan kesadaran tentang pendidikan dan standar saat ini,” ujarnya. Sulaiman saat peletakan batu pertama perluasan Maha Vihara Dharmakirti di Palembang, Kamis (5/9/2024).

Para anggota suster yang telah banyak berpartisipasi dan mendapat banyak pendidikan agama dan keagamaan di Sumsel dan sekitarnya ini, meyakini dengan terciptanya jalur ilmu pengetahuan maka akan membantu akses masyarakat terhadap pendidikan.

Selain itu, pendidikan formal memberikan banyak manfaat karena terdaftar dalam sistem pendidikan nasional. Hal ini bermanfaat bagi sekolah, tim belajar mengajar dan siswa itu sendiri.

Sulaiman menjelaskan, merujuk pada Keputusan Menteri Agama RI No. 39 Tahun 2014 tentang Pendidikan Agama dan Budha, Dhammasekha dibagi menjadi empat tahap.

Yaitu Nava Dhammasekha (Pendidikan Anak Usia Dini), Mula Dhammasekha (Pendidikan Dasar), Muda Dhammasekha (Pendidikan Menengah Pertama) dan Uttama Dhammasekha (Pendidikan Menengah Kejuruan).

Sulaiman yang merupakan direktur Yayasan Buddhakirti, yayasan yang menaungi perluasan Dharmakirti Maha Vihara, mengatakan, “Dhammasekha ini merupakan ide bagus dalam menciptakan generasi muda beriman yang mempunyai pengalaman belajar dengan baik.

Dukungan serupa juga diungkapkan Aris Kayanto, pimpinan gereja di Provinsi Sumatera Selatan. Aris yakin dengan semakin banyaknya Dhammasekha di Palembang, maka umat beriman bisa mendapatkan hak pendidikan yang lebih baik.