bachkim24h.com, Jakarta – Ransomware Brain Chiper menjadi sorotan selama beberapa hari terakhir, dimana malware tersebut berhasil menumbangkan Pusat Data Nasional (PDN) sejak Kamis, 20 Juni 2024.
Sejauh ini, Kominfo menyebut PDN yang terkena serangan ransomware Brain Chiper belum pulih sepenuhnya dan secara bertahap kembali beroperasi.
“Ransomware ini merupakan evolusi terbaru dari Lockbit 3.0 (Lockbit 3.0 Ransomware),” kata Hinsa Siburian, Kepala Badan Nasional Keamanan Siber dan Kriptografi (BSSN), baru-baru ini.
Jadi, apa itu ransomware? Ransomware adalah malware atau malware yang digunakan untuk mengancam korbannya dengan cara menghancurkan atau memblokir akses ke data atau sistem penting hingga uang tebusan dibayarkan.
Dikutip dari situs resmi Microsoft, Selasa (25/6/2024), sebagian besar ransomware awalnya menyasar individu.
Namun, seiring berjalannya waktu, penyebaran ransomware yang diciptakan oleh peretas telah menargetkan organisasi, industri, keuangan, dan bahkan pemerintah. Bagaimana cara kerja ransomware?
Hal ini memungkinkan peretas menggunakan informasi curian yang mereka kumpulkan untuk mendapatkan akses ke jaringan perusahaan.
Malware ini mencegah korban mengakses perangkat dan data yang disimpan dengan mengenkripsi file korban.
Kemudian, penjahat dunia maya akan meminta uang tebusan agar file terenkripsi dapat dibuka kembali.
Sekalipun korban telah membayar uang tebusan, kemungkinan besar peretas telah menghapus, menjual, atau membocorkan data penting korban ke Internet.
Meskipun ransomware ini dapat dihapus dari perangkat yang terinfeksi, memulihkan file atau data terenkripsi sangatlah sulit.
Kecuali jika korban membayar uang tebusan, belum menyimpan datanya di tempat lain, atau pelaku melakukan kesalahan.
Selain itu, kecil kemungkinannya data terenkripsi dapat dipulihkan.
Bagaimana cara merespons serangan ransomware?
Microsoft menjelaskan bahwa ada beberapa opsi untuk menangani ransomware dan menghapusnya dari perangkat yang terinfeksi. Berhati-hatilah saat membayar uang tebusan
Meskipun banyak korban yang merasa wajib membayar uang tebusan untuk mendapatkan kunci enkripsi, tidak ada jaminan bahwa pelaku akan menepati janjinya dan memulihkan akses ke data.
Pakar keamanan dan lembaga penegak hukum umumnya mendorong korban serangan ransomware untuk tidak membayar uang tebusan.
Hal ini karena korban akan rentan terhadap serangan lebih lanjut di masa depan dan akan secara aktif mendukung kejahatan dunia maya. Isolasi data yang terinfeksi
Sebaiknya segera isolasi data yang disusupi untuk mencegah ransomware menyebar ke area lain di jaringan. Laporkan serangan
Segera laporkan korban ransomware apa pun kepada pihak berwenang. Meskipun hal ini tidak menyelesaikan masalah, pihak berwenang setidaknya dapat melacak dan memantau serangan.
Kepala Badan Keamanan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Hinsa Siburian mengatakan server Pusat Data Nasional (PDN) diserang ransomware pada Kamis (20 Juni 2024).
“Kami indikasikan kejadian data center sementara ini merupakan serangan siber berupa Brain Cipher Ransomware,” kata Hinsa saat konferensi pers kejadian Data Center Nasional di kantor Kominfo, Jakarta, Senin (24/6/2024).
Lalu apa itu Brain Cipher Ransomware yang menyerang Pusat Data Nasional?
Brain Cipher adalah kelompok ransomware baru yang merupakan evolusi dari Lockbit 3.0. Mereka bahkan baru muncul di thread Threat Intelligence dan belum mengumumkan targetnya.
FYI, Lockbit 3.0 sebelumnya bertanggung jawab atas peretasan Bank Syariah Indonesia (BSI) pada Mei 2023. Serangan tersebut berdampak pada layanan perbankan selama beberapa hari.
Menurut perusahaan keamanan siber Symantec, Brain Cipher Ransomware bekerja melalui berbagai metode seperti phishing dan intrusi eksternal, namun juga bergantung pada Initial Access Brokers (IAB), yaitu entitas internal yang menyediakan akses internal.
Jika uang tebusan tidak dibayarkan dan grup tersebut mempublikasikan pengumumannya, itu akan menjadi peretasan pertama yang dilakukan oleh Brain Cipher Group.
Saat ini, taktik, teknik, dan prosedur Brain Cipher masih belum jelas, meskipun Brain Cipher dapat menggunakan panduan yang dikenal untuk akses awal, termasuk melalui IAB, phishing, mengeksploitasi kerentanan dalam aplikasi publik, atau menyusupi pengaturan Remote Desktop Protocol (RDP).