bachkim24h.com, Jakarta – Evaluasi diagnostik menjadi kunci utama keberhasilan penerapan pendidikan beragam dalam kurikulum mandiri yang diluncurkan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek).
Pendidikan berdiferensiasi merupakan suatu proses pendidikan yang dirancang untuk menjawab perbedaan kebutuhan dan kemampuan setiap peserta didik dalam kegiatan belajar.
Menurut Anidito Aditomo, Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Penilaian Pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, penilaian diagnostik merupakan pemetaan tingkat pertama yang dilakukan guru untuk mendapatkan gambaran utuh tentang siswa dengan menyertakan kelebihannya. dan kelemahan siswa. .
Level ini akan membantu guru dalam memahami dan mengetahui kemampuan siswa sehingga dapat menentukan topik, aplikasi, dan proses pembelajaran yang tepat bagi siswa sesuai dengan profil masing-masing, kata Anindito dalam podcast yang dirilis di Sapa Pendikan, Kamis. 14 Maret. Pada tahun 2024
Minat dan kemampuan siswa dalam memahami pembelajaran dibuktikan oleh guru dalam proses pembelajaran dengan keberagaman, ujarnya.
“Dengan demikian, proses penilaian screening secara tidak langsung akan menjadi bentuk penilaian terhadap siswa, karena jalur pembelajarannya akan disesuaikan dengan profilnya,” lanjutnya.
Dengan demikian, Nino berharap pembelajaran yang berpusat pada siswa dapat dikembangkan secara maksimal sesuai dengan situasi masing-masing siswa dan prinsip kurikulum mandiri.
Senada, guru SDN 1 Prinseu Timur, Etika Indah Febriani, memaknai evaluasi investigasi sebagai langkah pertama dan terpenting untuk memahami perilaku siswa.
Dapat dipahami bahwa proses penyelidikan etis memudahkan guru dalam memilih metode pengajaran yang tepat. Untuk menggali informasi tentang situasi siswa, orang tua perlu dilibatkan agar memiliki gambaran yang lebih berharga tentang proses penilaian.
“Proses ini sangat menarik karena kita tahu aset apa saja yang bisa kita gunakan untuk mengelola pendidikan ini. Oleh karena itu, tidak hanya ada kolaborasi antara guru dan aparat pemerintah, tapi juga peran orang tua yang penting bagi siswa,” jelasnya.
Sementara itu, Wakil Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Meranti Khairina Lubis merasa pendidikan yang berbeda membantu. Khairina mengatakan dia tidak perlu mengajari siswanya semua topik yang ada di buku teks.
“Tadi kita memaksakan semua topik pembelajaran kepada siswa, sekarang kita bisa memilih topik-topik yang penting dalam kegiatan dan situasi pembelajaran siswa saya. Jadi kami merasa terbantu dan terbebas,” ujarnya.
Khairina mengajarkan keberagaman dengan mendorong siswa menggunakan cara berbeda untuk terlibat dengan topik pembelajaran. Sebagai seorang guru matematika, ia berupaya membuat mata pelajaran ini dapat diakses dan relevan dengan kehidupan siswa sehari-hari.
“Baru-baru ini saya mencoba memfasilitasi siswa dengan membuat proyek kewirausahaan, beberapa di antaranya sangat menyukai bisnis. Yang terpenting inti dari kelas matematika yang dikenal sebagai mata pelajaran menakutkan ini lebih manusiawi bagi siswa, “ucap Rani.
Sementara itu, guru SDIT Salsabila Al Muteen Yogyakarta di daerah istimewa A. Budianto mengaku menerapkan kurikulum berbeda sejak menjadi bagian Program Rekrutmen Guru Tahun 2020.
Ia mengatakan proses pembelajaran tetap bisa berjalan dengan baik di tengah pembatasan yang diberlakukan akibat pandemi COVID-19. Yang terpenting bagi Abi, sepengetahuannya, perbedaan individu setiap siswa harus dihormati dalam menjalani pendidikan.
“Misalnya ketika terjadi wabah, kami meminta anak-anak membuat cerita dari ide pokoknya, ada yang menjelaskannya dalam bentuk video, ada yang mengirimkan voice note, ada yang menulis dan memotret, lalu mengirimkan hasilnya kepada saya. “Iya tidak masalah, hanya kami guru yang memahami apa yang disampaikan siswa,” jelasnya.