Categories
Bisnis

Muhammadiyah Takut Ini Terjadi Jika Terlalu Banyak Simpan Uang di BSI

bachkim24h.com, Jakarta – Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Anwar Abbas mengungkap alasan organisasinya menarik dana triliunan dari Bank Syariah Indonesia (BSI). Menurut dia, dana yang disimpan di bank syariah negara itu terlalu banyak.

Karena situasi tersebut, Anwar khawatir hal tersebut dapat menjadi risiko bisnis. Pasalnya, dana Muhammadiyah terkonsentrasi di BSI.

Fakta yang ada menunjukkan terlalu banyak dana Muhammadiyah yang ditempatkan di BSI, sehingga dari segi bisnis dapat menimbulkan risiko konsentrasi, kata Anwar dalam kesaksiannya, Kamis (6/4/2024).

Sementara dana yang ditempatkan pada bank syariah lain semakin sedikit. Anwar menilai, hal ini membuat bank syariah lain tidak bisa bersaing dengan margin yang ditawarkan BSI. Baik dari segi penempatan dana maupun pembiayaannya.

 

“Jika ini terus berlanjut tentu persaingan antar bank syariah yang ada tidak akan sehat dan tentunya tidak kita inginkan,” tegasnya.

 

Dalam memo yang beredar, Muhammadiyah berencana mentransfer dana tabungan di BSI ke beberapa bank syariah lainnya. Diantaranya adalah Bank Syariah Bukopin, Bank Mega Syariah, Bank Muamalat dan bank syariah daerah, serta transfer ke bank syariah lain yang telah bekerjasama dengan Muhammadiyah.

Catatan bertajuk konsolidasi dana ini ditujukan kepada beberapa unit di lingkungan Muhammadiyah se-Indonesia. Yakni Majelis Pendidikan Tinggi dan Pengembangan PP Muhammadiyah, Majelis Umum Pembinaan Kesehatan PP Muhammadiyah, Pimpinan Universitas Muhammadiyah dan Aisyiyah, Pimpinan Rumah Sakit Muhammadiyah dan Aisyiyah, serta Badan Usaha Milik Muhammadiyah. Ini mendukung Perbankan Syariah

Selain itu, Anwar menegaskan, Muhammadiyah mempunyai komitmen tinggi dalam mendukung perbankan syariah. Oleh karena itu, Muhammadiyah terus melakukan rasionalisasi dan konsolidasi permasalahan keuangannya.

Tujuannya agar Muhammadiyah turut berkontribusi dalam terciptanya persaingan yang sehat antar bank syariah yang ada. Apalagi jika dunia perbankan syariah dikaitkan dengan organisasi.

Oleh karena itu, Muhammadiyah merasa perlu mengatur banyak hal terkait permasalahan keuangannya, termasuk hal-hal yang berkaitan dengan dunia perbankan, khususnya mengenai penempatan dana dan juga pembiayaan yang diterima, jelasnya.

Sebelumnya, Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) hari ini memutuskan untuk membagikan dividen tunai sebesar Rp 855,56 miliar atau Rp 18,54 per saham.

Total dividen BSI meningkat 100% dibandingkan dividen tahun 2022 sebesar Rp9,24 per saham. Hal ini menunjukkan kinerja yang relatif kuat pada tahun anggaran 2023.

Total dividen tersebut setara dengan 15% laba tahun buku 2023 sebesar Rp5,7 triliun. 20% dari laba tahun 2023 atau Rp 1,14 triliun disisihkan sebagai cadangan wajib. Sisanya 65% atau Rp 3,7 triliun digunakan sebagai laba ditahan. Manajer Baru

Selain penetapan dividen, RUPST juga menetapkan susunan kepengurusan baru dengan diangkatnya Hj. Felicitas Tallulembang sebagai komisaris independen, Fauzi dan Nasaruddin sebagai komisaris. Pada saat yang sama, rapat memutuskan memberhentikan Budi Sarjito, Sutanto, dan Arief Rosyid Hasan dari jabatannya sebagai komisaris.

Di jajaran Direksi, rapat menyetujui pengangkatan Ari Rizaldi sebagai Direktur Treasury & International Banking. Sedangkan Ngatari tidak lagi menjabat sebagai Direktur Retail Banking di BSI.

“Kami yakin keputusan pemegang saham ini akan menjadikan manajemen perusahaan semakin kokoh, mencapai kinerja berkelanjutan sehingga BSI mampu bersaing di kancah global,” kata Direktur Utama BSI Hery Gunardi, dikutip Sabtu (18/5/2024). . 

Pengangkatan pengurus perseroan mulai berlaku setelah mendapat persetujuan Dewan Jasa Keuangan (OJK) atas Penilaian Bukti dan Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Oleh karena itu, susunan kepengurusan Bank Syariah Indonesia Tbk adalah sebagai berikut:

Komposisi Dewan Komisaris Utama/Komisaris Independen: Muliaman D. Hadad Wakil Komisaris Utama/Independen: Adiwarman Azwar Karim Komisaris Independen: Komaruddin Hidayat Komisaris Independen: Mohamad Nasir Komisaris Independen: Hj. Felicitas Tallulembang Komisaris: Suyanto Komisaris: Masduki Badlowi Komisaris: Abu Rokhmad Komisaris: Fauzi Komisaris: Nazaruddin

Susunan Direksi Direktur Jenderal: Hery Gunardi Wakil Direktur Jenderal: Bob Tyasika Ananta Direktur Wholesale Transaction Banking: Zaidan Novari Direktur Retail Banking: Harry Gusti Utama Direktur Penjualan dan Distribusi: Anton Sukarna Direktur Teknologi Informasi: Saladin D. Effendi Direktur Manajemen Risiko: Grandhis H Harumansyah Direktur Kepatuhan dan Sumber Daya Manusia : Tribuana Tunggadewi Direktur Keuangan dan Strategi : Ade Cahyo Nugroho Direktur Treasury & International Banking : Ari Rizaldi

Susunan Dewan Pengawas Syariah : Presiden : Prof. Dr. KH. Hasanudin M.Ag Anggota : Dr. H. Mohamad Hidayat M.B.A, MH Anggota : Dr. H. Oni Sahroni M.A Anggota : Dr. KH. Abdul Ghofur Maimoen M.A Anggota : Prof. Dr. Jaih Mubarok SE..M.H.,M.Ag

Categories
Bisnis

Waketum MUI Anwar Abbas Tolak Rencana Merger Bank Muamalat dan BTN Syariah, Ini Alasannya

bachkim24h.com, Jakarta – Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas menolak rencana merger PT Bank Muamalat Indonesia Tbk (BMI) dengan bisnis syariah PT Bank Tabungan Negara Tbk yakni BTN Syariah.

“Karena beberapa hal, gagasan penggabungan Bank Muamalat dan BTN Syariah tidak dapat dilanjutkan,” kata Anwar dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 19 Januari 2024, Selasa (23/01/2024).

Anwar menjelaskan, ada beberapa pertimbangan yang menolak rencana merger Bank Muamalat dan BTN Syariah. Menurut Anwar, pertimbangan pertama adalah memastikan warisan para pendiri yang bekerja keras mendirikan BMI tetap terjaga.

“Hal ini hendaknya menjadi inspirasi dan pembelajaran bagi generasi sekarang dan generasi mendatang agar kita dapat berbuat sesuatu yang berarti dan berarti bagi masyarakat dan negara,” kata Anwar yang juga Ketua PP Muhammadiyah.

Kedua, Anwar ingin Indonesia yang mayoritas beragama Islam tetap memiliki bank swasta milik umat Islam di tengah persaingan dunia perbankan.

Dikatakannya: “Oleh karena itu, dalam menangani persoalan Bank Muamalat, pihaknya berharap ke depan pendekatan yang dilakukan tidak hanya menggunakan perhitungan ekonomi dan bisnis saja.

Namun kita juga perlu memperhatikan dan menjaga sejarah, maksud dan tujuan berdirinya bank tersebut, bahwa kita ingin umat Islam memiliki bank yang berbasis syariah yang kita harap dapat membantu masyarakat. Perekonomian, khususnya usaha kelompok UMKM, khususnya “usaha kecil, mikro, dan ultra mikro yang merupakan 99 persen dari seluruh pelaku usaha di tanah air, secara sistemik telah terpinggirkan oleh sistem perbankan yang ada,” kata Anwar.

“Alhamdulillah bank yang terlibat sudah menjadi kenyataan meski belum dilakukan sesuai keinginan. Oleh karena itu, tugas kita sekarang bukan memikirkan bagaimana cara merger dengan BTN Syariah atau bank milik pemerintah lainnya, tapi bagaimana kita bisa maju dan tumbuh bersama, tambahnya.

Diakui Anwar, BMI memang punya kendala, sehingga untuk memastikannya, BMI kemudian mengundang investor asing asal Timur Tengah. Ia mengatakan, setelah berjalan baik, BMI kembali menghadapi kendala sehingga pemerintah mendorong Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) melakukan investasi untuk menyelamatkan BMI.

Namun bukan berarti BMI menjadi bank milik pemerintah, karena dana BPKH yang ditanamkan di BMI bukan sumber daya negara, melainkan milik rakyat. Oleh karena itu, ke depan BMI perlu dipastikan tetap pada paradigma menjadi rakyat, untuk rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat, ”ujarnya.

Menurut Anwar, untuk menyelamatkan BMI, langkah yang perlu dilakukan adalah dengan menggerakkan seluruh elemen umat Islam untuk sama-sama berpartisipasi dalam peningkatan dan perbaikan BMI.

“Kita punya banyak ormas Islam di negeri ini, banyak masjid, sekolah, perguruan tinggi dan rumah sakit, serta usaha masyarakat yang bisa dimobilisasi untuk itu,” kata Anwar.

Menurut Anwar, hal tersebut mudah dilakukan karena dengan masuknya dana investasi BPKH ke BMI, meski dana haji hanya 1 persen yang dikelola BPKH, saat ini kepercayaan masyarakat terhadap BMI semakin kuat dan meningkat.

Oleh karena itu, langkah yang perlu dilakukan pemerintah bukanlah dengan menggabungkan BMI menjadi bank milik negara, namun bagaimana negara bisa hadir untuk memastikan BMI terus bertahan dan menjadi bank yang kuat dan baik milik rakyat.

“Jadi kita melihat dan mengukur sejauh mana keberhasilan pemerintah dalam mengatasi permasalahan BMI bukan dengan menjadikan BMI sebagai bank milik pemerintah, tetapi apakah pemerintah mampu menciptakan situasi dan kondisi yang mendukung BMI untuk tetap tangguh dan maju. , bank terpercaya yang bisa kita banggakan,” kata Anwar.

Anwar mengatakan, ide pembentukan BMI datang dari masyarakat khususnya Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ikatan Ulama Indonesia (ICMI), Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, serta beberapa pengusaha muslim yang diberikan. menerima hibah dari Pemerintah Republik Indonesia.

Menurut Anwar, ide pembentukan BMI pertama kali muncul pada lokakarya yang diadakan MUI pada Agustus 1990 dengan topik bunga bank dan perbankan.

“Meskipun pendirian BMI mendapat dukungan pemerintah, namun BMI bukanlah bank negara atau pemerintah, melainkan bank swasta milik rakyat. “Jadi BMI merupakan bank syariah murni pertama yang berdiri pada tahun 1992, dengan cerita lahir yang berbeda dengan bank syariah lain yang terkait dengan bank tradisional,” tutupnya.