Categories
Kesehatan

Angka Pernikahan di Indonesia Turun Jadi 1,5 Juta per Tahun, Apa Faktor Penyebabnya?

bachkim24h.com, Jakarta Angka pernikahan mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Menurut Hasto Vardoyo, Direktur Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), hal ini disebabkan oleh perubahan persepsi terhadap pernikahan.

“Dulu perkawinan per tahun lebih dari dua juta, namun saat ini usia menikah masih cukup tinggi, hanya 1,5 hingga 1,7 juta,” kata Dr Hasto saat berkunjung ke Universitas Negeri Semarang (UNNES), Rabu. Rabu. , 26 Juni 2024.

Ia menjelaskan, sebagian besar tujuan pernikahan di Indonesia adalah prokreasi, atau membesarkan anak.

Lanjutnya, “Ada pihak yang bersenang-senang agar hubungan suami istri sah, dan ada wilayah yang perlu ‘aman’, yaitu dilindungi.”

Sementara itu, terjadi perubahan persepsi terhadap pernikahan. Jika dianggap tradisi atau budaya yang tidak memperbolehkan pernikahan. Banyak penelitian yang menunjukkan adanya penurunan niat menikah sehingga menghasilkan angka kesuburan total (TFR) sebesar 2,18.

“Total angka kelahiran di Jawa Tengah adalah 2,04. Sebagai sebuah negara, saya bertanggung jawab untuk memastikan pertumbuhan penduduk yang seimbang. Saya ingin saudara perempuan saya memiliki anak perempuan rata-rata,” ujarnya.

“Jika ada 1.000 perempuan di sebuah desa, maka harus ada 1.000 anak perempuan yang dilahirkan,” kata Dr. Hasto. “Hal ini diperlukan untuk memastikan bahwa desa tersebut tidak mengalami pertumbuhan nol atau bahkan negatif, yang seiring berjalannya waktu akan menyebabkan berkurangnya jumlah penduduk. .

Hasto mengimbau para remaja untuk tidak menikah terlalu muda. Hal ini dikarenakan beragamnya potensi masalah yang bisa muncul di awal kehamilan.

Mereka juga memberikan saran mengenai sistem reproduksi dan perkembangan bayi Anda setelah 1000 hari pertama kehidupan (FLD).

“Mempersiapkan pernikahan mempunyai makna yang dalam. Artinya mempersiapkan kehamilan.

Menurut Wahidi, Wakil Direktur Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, kehamilan yang baik, ideal, dan aman adalah kehamilan yang terjadi pada usia 21 hingga 35 tahun.

“Kampanye kita sedang hamil, jadi idealnya yang ada antara 21 orang dan tidak lebih dari 35 orang,” kata Vahidin saat berpidato di tempat lain, Kamis (27 Juni 2024).

Presentasi atas nama Rektor UNNES, Wakil Rektor III. Guru Besar Riset, Inovasi dan Sistem Informasi, Ph.D. Ngabiyanto, M.Si juga mengatakan hal serupa.

“Mempersiapkan pernikahan tidak hanya fisik, tapi juga pengurusan rumah tangga dan mental.

Untuk menanamkan pengetahuan tentang persiapan pernikahan dan persiapan kehamilan, siswa diajak untuk mempelajari program Saudara Asuh bagi anak stunting.

Program ini termasuk dalam program Kuliah Kerja Nyata (KKN) sebagai bentuk dukungan UNNES terhadap program pemerintah.

“Itu program utama di KKN. Kami baru menempatkan 4.500 mahasiswa KKN. Temanya salah satunya degrowth,” ujarnya.

Pendidikan mahasiswa dilaksanakan tidak hanya melalui KKN, namun juga melalui peer group dan disebut dengan konseling remaja P2P (Peer to Peer).

Pelatihan yang diberikan terkait pendidikan seks dan pendampingan pengisian formulir permohonan Elsimill bagi calon pengantin.

“Kegiatan ini dilancarkan pimpinan Pusat Informasi dan Pertimbangan Pemuda UNNES,” kata Ngabianto.

Ngabiyanto melaporkan, KKN UNNES pada tahun 2023 menjangkau 288 desa dan menjangkau 21 kabupaten/kota di Jawa Tengah. Tujuannya untuk mendukung 26 kabupaten/kota yang mencakup 421 desa dengan tema mengurangi lag pertumbuhan pada tahun 2024.

Categories
Kesehatan

Anak Muda Enggan Cepat-Cepat Nikah, Apa karena Beban Hidup Makin Tinggi?

bachkim24h.com, Jakarta Badan Nasional Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) memandang penurunan usia menikah sebagai isu baru di tengah upaya menekan penyebaran pola asuh.

Deputi Bidang Advokasi, Organisasi dan Informasi (Adpin) BKKBN Sukaryo Teguh Santoso mengatakan, pihaknya belum memiliki informasi atau penelitian mengenai fenomena menurunnya pernikahan di berbagai daerah. Namun, dia berharap data terkait penurunan usia menikah dikaji secara mendalam.

“Harus jelas sumber informasinya, apakah lembaga yang menyelenggarakan perkawinan mengatakannya atau tidak. Ada KUA (Urusan Agama), gereja, dan lembaga lainnya,” ujarnya dalam siaran pers, Selasa (12/1/2024). .

“Baik perkawinannya dicatatkan sekarang atau tidak, karena ada perkawinan yang dilakukan secara terpisah, padahal hukum kita melindungi hukum yang baik,” imbuhnya.

Sukaryo lalu mengutarakan alasan anak muda masa kini enggan segera menikah.

Beberapa di antaranya berbicara tentang aspek psikologis, sosial, dan ekonomi yang perlu dikaji. Pasalnya, terdapat perbedaan pendapat bahwa bertambahnya beban hidup membuat masyarakat kurang tertarik untuk menikah.

“Sebenarnya sebaliknya, berdasarkan penelitian saya di Jabar, orang menikah karena ada masalah keuangan dalam keluarga. Makanya menikah. Saya kurang begitu paham dengan fenomena itu sekarang,” jelas Sukaryo.

Sukaryo Teguh pun menduga ada alasan lain yang menyebabkan masyarakat enggan menikah. Itu karena mereka mempunyai skill yang bagus.

“Jadi, saya tidak ingin mempersulitnya,” ujarnya.

Meski demikian, Sukaryo meminta agar apa yang disampaikan harus didukung dengan informasi yang baik.

“Untuk melihat fenomena penurunan jumlah perkawinan yang terjadi saat ini, sebaiknya dikaji dari berbagai sudut pandang dan sumber yang berbeda-beda, agar terlihat jelas perubahannya dimana di gereja-gereja juga terdapat perkawinan yang dicakup dalam pencatatan perang saudara,” katanya.

Dibalik viralnya fenomena pernikahan yang mulai terjadi, Sukaryo Teguh mengingatkan, ada hal penting lain yang perlu diperhatikan.

“Yang tamtama itu sudah menikah, tapi apakah yang menikah sama dengan yang belum menikah?”

Sukaryo menilai perubahan penolakan pernikahan pada generasi muda tidak bersifat permanen, meski tetap perlu mendapat perhatian khusus.

“Tapi kalau berhubungan seks di luar nikah, tapi berhubungan seks di luar nikah, itu yang memang perlu dicegah, harus hati-hati.

Jika melihat situasi di beberapa negara yang usia menikahnya semakin rendah atau bahkan generasi mudanya belum mau menikah, terdapat fenomena usia melakukan hubungan seks di luar nikah yang semakin rendah.

Sukaryo mengatakan, pendataan Age Spesifik Fertilitas (ASFR) 10-15 tahun sudah dimulai belakangan ini. Faktanya, angka tersebut tidak ada lima atau 10 tahun yang lalu.

Artinya, hubungan seks di luar nikah lebih mungkin terjadi, katanya.

Ia menegaskan, pihak-pihak terkait harus mewaspadai hubungan seksual di luar nikah yang kini menjadi isu yang berkembang. 

“Perlu kita waspadai karena nantinya akan menimbulkan konflik dalam keluarga yang akhirnya berujung pada perceraian,” tutupnya.

Sebelumnya diberitakan, angka pernikahan di Indonesia akan menurun pada tahun 2023 dan menjadi angka terendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, yakni sebanyak 1.577.255.

Data tersebut tertuang dalam Sensus Indonesia 2024 Volume 52 yang baru-baru ini diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).

Pada tahun 2021, jumlah pernikahan sebanyak 1.742.049 jiwa. Sedangkan pada tahun 2022 angka pernikahan turun menjadi 1.705.348.