bachkim24h.com, JAKARTA – Dokter Anak Dr. Rini Secartini dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia mengatakan, anak spektrum autisme dapat didukung potensinya hingga menjadi dewasa. Apa yang harus dilakukan orang tua agar hal ini terjadi?
“Pada masa kanak-kanak, kenali kemampuan atau kelebihan anak Anda. Baik artistik maupun ilmiah. Setelah identifikasi, ada baiknya memberikan porsi pendidikan yang lebih besar untuk kegiatan tersebut, mengundangnya ke kompetisi, atau mengadakan pameran karyanya.” Rainey menerimanya dalam keterangannya, Selasa (2 April 2024) di Jakarta.
Dijelaskannya: Gangguan spektrum autisme merupakan gangguan perkembangan saraf otak pada masa awal kehidupan yang ditandai dengan gangguan pada 2 bidang, yaitu interaksi sosial dan komunikasi, serta perilaku dan aktivitas berupa pola perilaku yang stereotip, berulang, dan membatasi. dan kepentingan yang terbatas. Ia mengatakan: ASD (gangguan spektrum autisme) bukan hanya kelainan fungsional tetapi didasarkan pada kelainan organik seperti perubahan neurokimia otak, kelainan neuroanatomi, dan faktor genetik.
Autisme bukanlah penyakit menular dan bisa diobati, katanya, termasuk memperbaiki perilaku anak serta kemampuannya beradaptasi dan bersosialisasi. Menurutnya, penanganan tersebut membutuhkan waktu yang lama dan peran orang tua serta anggota keluarga lainnya sangat menentukan dalam hal ini. ]
Dr Rainey berkata: Keluarga diharuskan mengulangi latihan seperti terapi bicara dan okupasi. Seluruh anggota keluarga harus bersatu untuk membantu anak autis berkembang dan mandiri.
Dikatakannya: Pengobatan dapat membantu meningkatkan kinerja dan kemampuan anak, namun pengobatan yang utama adalah keluarga.
Ia menjelaskan, ada dua faktor risiko autisme, yaitu genetik dan lingkungan. Mengenai faktor genetik, beliau mengatakan, jika seseorang mempunyai saudara laki-laki, saudara perempuan, saudara kembar atau orang tuanya yang autis, besar kemungkinan dia juga mengidap autisme.
“Misalnya, jika salah satu kembar identik didiagnosis menderita ASD, ada kemungkinan 60 hingga 90 persen kembar lainnya juga menderita autis,” kata Rainey.
Ia juga berbicara tentang faktor risiko lain seperti kelahiran prematur atau berat badan lahir sangat rendah. Ia juga menyatakan bahwa risiko autisme pada anak dengan tuberous sclerosis lebih tinggi dibandingkan pada anak yang tidak memiliki penyakit tersebut.
Dokter ini berkata: “Penelitian menunjukkan bahwa orang tua terpapar logam berat dan racun lingkungan lainnya selama kehamilan.
Ia juga mengatakan, di antara faktor lingkungan lainnya, beberapa penelitian juga menunjukkan adanya hubungan antara infeksi virus tertentu atau ketidakseimbangan metabolisme dengan kemungkinan terlahir dengan autisme. “Anak-anak yang lahir dari orang tua yang lebih tua juga memiliki peluang lebih besar, menurut CDC,” ujarnya.
Menurutnya, faktor sebelum atau selama kehamilan anak antara lain obesitas, demam, gizi buruk, polusi udara, dan paparan pestisida. Ia mengatakan autisme lebih banyak terjadi pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan.
Ia berharap pada Hari Autisme Sedunia 2024, perhatian lebih diberikan pada ketersediaan terapis, serta memperbanyak lembaga yang mampu melahirkan terapis, sehingga anak spektrum autisme di seluruh Indonesia dapat menerima terapi secara maksimal.