Cancel.co.id, studi Jakakarta-A menemukan bahwa sekitar 40 persen pasien skizofrenia mendengar suara yang tidak realistis, sebuah gejala yang dikenal sebagai delusi pendengaran. Sebuah studi oleh para peneliti dari Cina dan Amerika juga mengungkapkan banyak alasan pasien dan skizofrenia untuk mendengar suara yang tidak realistis.
Para peneliti menyimpulkan bahwa gangguan pendengaran dapat disebabkan oleh kombinasi dua penyakit yang berbeda dari kemampuan otak untuk memproses dan memprediksi informasi sensorik. Hasil yang diterbitkan dalam jurnal PLO Biology menunjukkan bahwa delusi ini dari interaksi kompleks antara mesin dan sistem sensorik di otak, tidak hanya menghasilkan imajinasi yang terlalu aktif atau proses sensorik yang buruk.
Studi ini berfokus pada dua kelompok pasien skizofrenia, yaitu mereka yang mengalami pendengaran verbal (AVH) dan mereka yang tidak. Dengan membandingkan kedua kelompok orang yang sehat, para peneliti dapat menunjukkan perbedaan spesifik dalam fungsi otak yang dapat berkontribusi pada pengalaman pendengaran suara hantu.
Seperti yang diterbitkan oleh penemuan penelitian ini, Senin (7/10/2024), dua mekanisme utama yang diidentifikasi dalam penelitian ini adalah hasil pelepasan (CD) dan salinan Ephren (EC). CD berfungsi untuk mencegah reaksi sensorik terhadap tindakan mereka sendiri, seperti berbicara. Sementara EC meningkatkan respons sensorik dari kegiatan yang dilakukan.
Para peneliti berasumsi bahwa orang dengan delusi tidak menemukan bahwa fungsi CD rusak sehingga otak tidak dapat membedakan antara suara internal dan eksternal. Sementara itu, EC memiliki masalah yang menyebabkan otak benar.
Melalui serangkaian percobaan menggunakan electroencephalography (EEG), otak pasien dengan delusi mampu menekan respons sensorik selama persiapan berbicara dan sebaliknya memberikan terlalu banyak respons terhadap suara yang berbeda dari apa yang mereka katakan. Penelitian ini tidak hanya menambah pemahaman tentang para ilmuwan untuk mendengar delusi, tetapi juga menekankan pentingnya mempertimbangkan interaksi antara mesin dan sistem sensorik dalam kesehatan mental. Ini menunjukkan bahwa apa yang sering kita anggap sebagai fenomena murni dapat berakar pada mekanisme perencanaan dan prediksi otak.