Categories
Lifestyle

Sejarah Gunung Lewotobi, Kisah Dua Puncak dengan Segudang Fakta Menarik

bachkim24h.com, Jakarta Gunung Lewotobi di tenggara Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT), dikenal sebagai gunung berapi kembar dengan dua puncak. Puncak yang lebih tinggi dinamakan Gunung Lewotobi Perempuan dengan ketinggian 1.703 meter di atas permukaan laut, sedangkan puncak Lewotobi Lak sedikit lebih rendah dan mempunyai ketinggian sekitar 1.584 meter. Keduanya terletak berdampingan, hanya berjarak dua kilometer, dan dikenal dengan aktivitas vulkanik yang terus menerus sepanjang sejarahnya.

Masyarakat setempat mengenal Lewotob sebagai simbol pasangan “suami-istri” yang berbentuk seperti gunung. Aktivitas kedua gunung ini seringkali tidak stabil sejak abad ke-20 sehingga berdampak tidak hanya pada lingkungan sekitar tetapi juga kehidupan warga Flores Timur. Seperti yang dicatat oleh ahli vulkanologi John Seach di Volcanolive.com, Lewotobi adalah jenis gunung berapi andesit yang terkenal dengan letusan magmatiknya yang eksplosif.

Catatan sejarah menunjukkan kedua puncak ini sering mengalami letusan besar, dimulai pada tahun 1800-an dan berakhir paling lambat awal tahun 2024. Letusan terakhir terjadi pada Senin, 4 November 2024 dan menimbulkan korban jiwa. Berikut uraian sejarah aktivitas Gunung Lewotob dan dampaknya yang dirangkum Liputan6, Senin (11 April).

 

Gunung Lewotobi telah banyak mengalami letusan besar dengan cakupan dan dampak yang berbeda-beda. Pada tahun 1932, Lewotobi Male mulai menunjukkan aktivitas letusan berupa letusan gas. Setahun kemudian, pada bulan Desember 1933, gunung tersebut kembali meletus dengan letusan abu yang cukup besar. Letusan besar lainnya terjadi pada tahun 1939, hanya enam tahun setelah letusan sebelumnya, dan menunjukkan siklus yang cukup khas.

Pada tahun 1991, setelah lebih dari 50 tahun tidak aktif, Lewotobi Laki kembali meletus sehingga menimbulkan aktivitas vulkanik yang cukup intens pada bulan Mei dan Juni.

Letusan paling dahsyat terjadi pada tahun 1999, ketika semburan lava terbakar yang bergemuruh dan meledak mencapai jarak 500 meter dari kawah gunung. Letusan ini juga menyebabkan kebakaran hutan seluas lebih dari 2,5 km, dan penyebaran abu vulkanik dalam radius 8 km hingga mencapai wilayah seperti Boru, Bawalatang, dan Watukobu.

Gunung Lewotobi masih aktif hingga saat ini. Pada tahun 2023, gunung ini kembali meletus dan intensitas letusannya meningkat signifikan hingga awal tahun 2024.

Pusat Mitigasi Bencana Vulkanologi dan Geologi (PVMBG) akhirnya menaikkan status Gunung Lewotob menjadi Level IV atau “Awas” pada 9 Januari 2024. Status ini mengharuskan masyarakat menjauhi radius empat kilometer di sekitar kawah karena ancaman tersebut. . dari letusan berikutnya.

Berdasarkan laporan PVMBG, masyarakat di sekitar gunung diminta tetap waspada dan mengikuti instruksi evakuasi jika diperlukan. Pemerintah setempat juga terus memantau aktivitas vulkanik yang masih berlangsung tersebut.

Gunung Lewotobi terkenal dengan dua kawahnya yang berbeda ukuran. Kawah di puncak Lewotobi Laki berdiameter 400 meter dan menghadap utara, sedangkan kawah Lewotobi Perempuan lebarnya sekitar 700 meter.

Kehadiran kedua kawah ini memberikan pemandangan alam yang megah, namun juga menjadi titik observasi penting bagi para ahli vulkanologi, karena aktivitas gunung berapi seringkali bersumber dari kedua kawah tersebut.

John Seach mengatakan aktivitas vulkanik Lewotob termasuk letusan magmatik eksplosif yang merupakan ciri khas gunung berapi tipe andesit.

Letusan seperti ini seringkali menghasilkan abu vulkanik dalam jumlah besar, yang tersebar hingga beberapa kilometer dan berdampak pada lingkungan.

Sebagai gunung berapi aktif, Gunung Lewotobi kerap menjadi perhatian masyarakat setempat. Misalnya saja letusan besar pada tahun 1999 yang merusak pemukiman dan lahan pertanian.

Selain itu, abu vulkanik yang beterbangan mencapai kawasan pemukiman sehingga berdampak pada kesehatan dan aktivitas ekonomi masyarakat setempat.

Banyak penduduk yang bergantung pada pertanian dan tanaman pangan, namun letusan gunung berapi ini berdampak signifikan terhadap kualitas tanah dan ekosistem setempat. Kehidupan sosial ekonomi masyarakat sekitar seringkali terdampak setiap kali aktivitas vulkanik gunung ini meningkat.

Ya, Gunung Lewotobi tergolong gunung api aktif dan terakhir menunjukkan aktivitas pada Januari 2024 saat PVMBG menetapkan statusnya menjadi Level IV atau “Awas”. Kemudian letusan juga terjadi pada Senin pagi (11 April) dan menimbulkan korban jiwa.

Gunung Lewotobi mempunyai dua puncak yakni Lewotobi Perempuan dengan ketinggian 1.703 meter dan Lewotobi Men yang sedikit lebih rendah dengan ketinggian 1.584 meter.

Letusan Gunung Lewotobi disebabkan oleh aktivitas magmatik gunung api andesit. Tindakan ini menciptakan tekanan di dalam kawah, yang melepaskan material vulkanik ke permukaan.

Gunung Lewotobi yang masih aktif hingga kini menjadi bukti kekuatan alam yang mempengaruhi kehidupan masyarakat di Pulau Flores.

Terakhir, aktivitas gunung tersebut meningkat dalam beberapa hari terakhir hingga puncak letusannya terjadi pada Minggu malam, Senin dini hari (4/11). Sekitar 10 orang dikabarkan tewas akibat letusan ini.