Categories
Edukasi

Prof. Satyanegara Resmi Diangkat Jadi Ketua Wali Amanat FK di President University

bachkim24h.com Edukasi – Jumat 1 Maret 2024, Presidential University Prof. Dr. Dr. Satyanegara, Sp.BS (K) selaku Ketua Majelis Wali Amanat atau Ketua Pembina Sekolah Tinggi Kedokteran. Penunjukan tersebut dilakukan di Laboratorium Fabrikasi (Fablab), Presidential University Convention Center (PUCC), Jl. H. Usmar Ismail, Kota Jababeka, Cikarang, Bekasi.

Rombongan tersebut disambut oleh Ketua Dewan Pembina Universitas Pendidikan Kepresidenan, Dr. S.D. Pelantikan Darmono dan Prof. Satyanegara. 

Acara tersebut dihadiri oleh banyak pebisnis ternama tanah air. Omong-omong, mereka adalah lima dari 21 warga Jababeka. Eka Tiandranegara (Multi Grup), Surjanto Sosrojojo (Sinar Sosro Grup), Ivan Brassali (Brasali Grup), Setiavan Marjuk dan SD Darmono. Ada pula generasi kedua pendiri Jababeka seperti Aan Kartavijaya, Hein Thomas, Handi Kurniawan, dan Suhadi Raharja.

Banyak tokoh lain yang hadir Prof. Satyanegara adalah pakar pemasaran dari Hermawan Cartajaya, CEO Ina Re (Salim Group) Harianto Solicin, pendiri Marsar Group asal Pekanbaru, Riau dan juga sahabat President University, Sarkawi Lim dan istrinya Mariana.

Tamu lainnya adalah dokter Prof. Satyanegara, serta pengusaha farmasi ternama di Indonesia dan Jababeka bermitra bisnis dengan President University. 

Prof. Satyanegara selaku Ketua Majelis Wali Amanat akan sangat memperkuat posisi rektor universitas yang baru berusia satu bulan itu. Pada bulan Agustus 2023, President University akan resmi membuka kampusnya. 

Dalam dunia kedokteran Indonesia Prof. Satyanegara dikenal sebagai maestro di bidang bedah saraf. Ia mendapat julukan ini karena tingginya tingkat kompleksitas yang ia capai dalam bedah saraf. Misalnya saja pembedahan berbagai penyakit pembuluh darah otak. 

Prof untuk bedah saraf. Satyanegara juga dikenal di kalangan medis di negara-negara maju. Di Jepang, berkat keahliannya, pada tahun 2005 Prof. Satyanegara dianugerahi Ordo Sinar Emas Matahari Terbit dan Pita Leher oleh Kekaisaran Jepang.  

Empat kali lebih banyak dari pengobatan dunia

Ketika Prof. Satyanegara juga menyampaikan kuliah tamu tentang pentingnya teknologi bagi rumah sakit pendidikan dan rumah sakit penelitian masa depan. Kuliah tamu ini dipimpin oleh Dekan Fakultas Kedokteran President University, Prof. Dr. Dr. Budi Setiabudiavan, SP.A(K), M.Kes.

 Dalam kuliah tamunya Prof. Satyanegara membagi masa kehidupan medis menjadi empat periode. Pertama, dari zaman kuno hingga tahun 1799, ia menyebut periode kedokteran pertama. Hal ini dibuktikan dengan pengobatan yang berasal dari makanan alami, kata Prof. Satyanegara.

Dalam sebagian besar catatan sejarah, katanya, ilmu kedokteran pada saat itu dipandang sebagai tradisi yang diturunkan dari generasi ke generasi. Menurutnya, “saat itu salah satu pesertanya adalah Paracelcus, seorang ahli kimia. Beberapa metode pengobatan pada saat itu antara lain penggunaan jamu, akupunktur, pengobatan sendi, dan metode lainnya. 

Periode kedua terjadi antara tahun 1880 dan 1950 yang dikenal dengan Revolusi Medis. Hal ini ditandai dengan adanya inovasi dan perkembangan di bidang kedokteran, mulai dari penemuan listrik, vaksin, teknik anestesi, jarum suntik, benang jahit, dan alat kesehatan sederhana lainnya. “Beberapa tokoh yang ada saat ini adalah Edward Jenner yang menemukan vaksin cacar, Joseph Lister yang merupakan pionir antibiotik, dan Louis Pasteur yang menemukan bakteri,” kata Prof. Satyanegara. 

Beberapa alat kesehatan yang mewakili saat ini antara lain produksi jarum suntik, mesin rontgen, mesin dan alat analisa darah. Periode ini juga ditandai dengan penggunaan eter sebagai obat bius, kontaminasi instrumen bedah, dan kembalinya operasi pada tahun 1954. di Universitas Padua, Italia dan banyak lainnya. 

Periode ketiga, tahun 1950 hingga 2019 disebut era pengobatan modern. “Saat ini terjadi lompatan besar di bidang kedokteran. Bukan hanya perluasan, tapi pendalaman di bidang genetika, imunologi, dan kedokteran,” kata sang profesor. Kali ini, lanjutnya, tidak ada pengobatan. Hanya berdasarkan pada anamnesis, namun juga didukung dengan alat yang lebih eksperimental.

Pada periode ini banyak ditemukan penemuan-penemuan penting, jelas Prof. Satyanegara, penisilin sebagai antibiotik, identifikasi DNA dan gen, CT-scan, MRI, PET-scan termasuk transplantasi organ, sel induk dan genom. “Salah satu yang paling mengesankan adalah Gender Project. Proyek ini melibatkan ilmuwan dari 20 institusi dan enam negara, antara lain Jepang, China, Perancis, Inggris, dan Amerika,” kata Profesor Satyanegara. 

Pada periode keempat yang dimulai pada tahun 2020 ini, dunia kedokteran akan memasuki era pengobatan preventif yang disebut dengan pengobatan masa depan. “Tren saat ini adalah fokus pada pencegahan. “Ini merupakan tanda bahwa kita sedang berusaha menemukan gejala yang lebih spesifik, memperbaikinya, dan mencegah gejala tergantung pada penyakitnya,” kata Profesor Satyanegara.

Kali ini Prof melanjutkan. Satyanegara ditandai dengan metode pengobatan yang lebih akurat dan tepat. Ia juga menjelaskan: “Hal ini dimungkinkan berkat pemetaan genom setiap orang, kemampuan menggunakan data besar dan kecerdasan buatan, pengobatan nano, biologi molekuler, dan bioteknologi.”

Peran bioteknologi

Untuk bioteknologi, Prof. Satyanegara, pelaksanaannya berlanjut sejak zaman dahulu. Hal ini dapat dilihat melalui upaya manusia seperti fermentasi, rotasi tanaman, atau penggunaan serangga alami untuk meningkatkan pertanian dan produksi pangan. 

Pada kuliah tamu Prof. Satyanegara menjelaskan empat prinsip bioteknologi, yaitu penggunaan agen hayati, penggunaan metode tertentu, kemampuan menghasilkan produk manufaktur, dan integrasi berbagai disiplin ilmu dan disiplin ilmu.

Perkembangan bioteknologi telah membawa banyak manfaat bagi bidang kesehatan. Manusia bisa melakukan rekayasa genetika, produksi hormon insulin, kloning, antibiotik, vaksin, sel induk, dan masih banyak lagi. Prof. Satyanegara, ini semua positif karena bioteknologi memungkinkan manusia menghentikan penularan penyakit. Ia menyebutkan, berdasarkan Malacard: Human Mortality Data, terdapat 22.811 orang meninggal di seluruh dunia pada tahun 2017. 

Kemajuan bioteknologi telah menyebabkan ditemukannya berbagai pengobatan untuk penyakit serius dan memudahkan masyarakat mengakses layanan kesehatan. “Semua ini terjadi karena bioteknologi menciptakan dunia kesehatan yang semakin berkembang,” kata Prof. Satyanegara. Oleh karena itu, ujarnya, sebagai penutup kuliah tamu, penting untuk memahami bioteknologi di bidang kesehatan.

     Wamenkes: Bullying tidak boleh terjadi di Pendidikan Kesehatan Menengah (Vamenkes), Dante Saxono mengatakan bullying tidak boleh terjadi di Program Pendidikan Kesehatan Khusus (PPDS). Hal itu ia soroti di bachkim24h.com.co.id pada 3 September 2024