Categories
Kesehatan

Penjualan Dilarang Sementara karena Dugaan Pemicu Gagal Ginjal, Begini Sejarah Obat Sirup

bachkim24h.com – Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes) memerintahkan seluruh apotek dan toko obat untuk menghentikan sementara penjualan obat-obatan seperti sirup. Hal ini disebabkan akibat dan dugaan penggunaan sirup obat yang mengandung bahan berbahaya, seperti Ethylene Glycol (EG) dan Diethylene Glycol (DEG) yang diduga menjadi penyebab gangguan ginjal misterius pada anak.

Pelarangan penggunaan dan penjualan sirup obat menjadi perhatian masyarakat, karena sirup obat jenis ini sering digunakan oleh para orang tua untuk mengobati anaknya yang sakit. Jika sekarang penggunaan sirup obat dilarang, mengapa obat ini digunakan selama berabad-abad? Yuk, simak uraian sejarah kegunaan sirup untuk pengobatan berikut ini.

Sejarah Pengobatan Sirup

Pada awal tahun 1800-an, masyarakat Amerika Serikat (AS) mencari pengobatan dengan mengunjungi apotek setempat. Petugas apotek kemudian akan mencampur bahan obat dari tumbuhan dan mineral. Dikutip dari laman Konvensi Farmakope Amerika Serikat, masyarakat yang mencari pengobatan melihat prosesnya seperti menyaksikan seorang barista meracik bahan-bahan untuk membuat minuman kopi. 

Namun salah satu bahaya obat ini adalah airnya kotor dan jumlahnya tidak tepat, bisa terlalu banyak atau terlalu sedikit. Saat itu, masyarakat mencoba obat lain dari dukun.

Akibatnya, kepercayaan terhadap efektivitas pengobatan tradisional mulai tidak dipercaya. Hingga akhirnya guru sekaligus dokter Lyman Spalding dari New York, Amerika Serikat menciptakan US Pharmacopeia untuk menetapkan standar mutu obat agar mampu melindungi kesehatan masyarakat pada Januari 1820. 

Obat Batuk Dengan Kandungan Candu

Pada akhir tahun 1800-an, orang Amerika sering menggunakan sirup untuk meredakan batuk. Namun sirup yang digunakan mengandung candu atau candu. Diketahui bahwa opium merupakan obat yang dihasilkan dari tanaman opium poppy yang menyebabkan ketergantungan atau adiksi.

Menurut Healthline, pada akhir tahun 1800-an telah tersedia Overnight Cough Syrup, obat batuk yang mengandung alkohol, ganja, kloroform, dan morfin. Obat-obatan termasuk obat bebas (OTC) atau obat resep. 

Obat tersebut menjanjikan dapat mengurangi batuk sepanjang malam sehingga pasien bisa tidur lebih nyenyak. Namun dengan kandungan dan kandungannya, tak heran jika obat tersebut membuat penggunanya cepat kehilangan kesadaran.

Obat Batuk Topikal untuk Pereda Nyeri

Selain opium, obat batuk pada tahun 1800-an juga mengandung morfin, sejenis candu yang berasal dari tanaman opium. Opiat sendiri merupakan senyawa narkotika yang termasuk dalam semua obat sebagai pereda nyeri.

Morfin awalnya digunakan untuk menghilangkan rasa sakit, terutama bagi para veteran Perang Saudara Amerika. Selain itu morfin juga digunakan sebagai bahan tambahan pada sirup obat batuk sebagai obat pereda batuk.

Perusahaan Jerman, Bayer, kemudian mengembangkan heroin, turunan morfin, dan menambahkannya ke sirup obat batuk sebagai pereda batuk pada tahun 1895. Obat ini disebut-sebut lebih aman dibandingkan morfin meski ternyata sama berbahayanya.

Kandungan Saat Ini dalam Sirup Batuk

Obat sirup obat batuk masih beredar di pasaran hingga saat ini namun bahan-bahannya telah diteliti dan didokumentasikan dengan baik. Bahan sirup obat batuk saat ini antara lain dekstrometorfan (DXM), kodein, benzonatat, mentol, kapur barus, minyak kayu putih, madu, dan guaifenesin ekspektoran dahak.

Sirup obat batuk bisa sangat berbahaya jika digunakan tidak sesuai anjuran, menurut kutipan dari Healthline. Oleh karena itu, pengguna sebaiknya mengetahui cara kerja, dosis dan cara penggunaannya serta disarankan untuk berkonsultasi dengan dokter.