Categories
Kesehatan

Pasien Kanker Payudara Belum Bisa Dapatkan Trastuzumab, Akses Pengobatan Belum Optimal

bachkim24h.com, Jakarta – Kanker merupakan salah satu penyakit katastropik yang sangat memerlukan intervensi pemerintah, mengingat tidak hanya mengancam nyawa penderitanya, tetapi juga menimbulkan permasalahan sosial ekonomi, terutama karena beban pembiayaan dan pengobatannya. Oleh karena itu, sejak JKN menjamin layanan kanker, banyak manfaat yang diperoleh pasien. Sayangnya, masih terdapat beberapa kebijakan dan implementasinya yang belum maksimal sehingga pelayanan yang seharusnya diberikan kepada pasien terus terhambat.

Diketahui, mulai 1 Maret 2024, pasien kanker payudara stadium awal jenis tertentu sudah bisa mengakses trastuzumab melalui program JKN. Namun, hingga saat ini, harapan kesembuhan hanya tinggal harapan.

Pendiri dan Presiden Cancer Information and Support Center (CISC) Aryanthi Baramuli Putri berharap pemerintah dapat segera menemukan solusi untuk trastuzumab.

“Kami sangat berterima kasih atas upaya berkelanjutan pemerintah untuk meningkatkan akses terhadap perawatan kanker. Sebagian besar kasus kanker adalah kanker payudara dan kami sangat berharap pemerintah segera memberikan solusi seperti trastuzumab. Ketika Menteri Kesehatan mengeluarkan keputusan yang menyatakan bahwa trastuzumab disetujui untuk kanker payudara stadium awal, pasien sangat mengapresiasinya. Sayangnya, hingga saat ini hak-hak mereka belum terealisasi; obatnya masih belum tersedia,” ujarnya dalam bahasa Indonesia. Workshop Himpunan Institusi Kedokteran (HIFDI) “Akses Pengobatan Kanker di JKN: Membangun Birokrasi yang Memudahkan Hak Pasien” Jumat (16/8).

Menurut laporan Global Burden of Cancer Survey (Globocan) Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), akan ada 408.661 kasus kanker di Indonesia pada tahun 2022. kematian, khususnya 9,3%.

 

Selama lebih dari satu dekade, trastuzumab telah menjadi pengobatan standar untuk kanker payudara HER2+, yang menyerang satu dari lima pasien kanker payudara. Meskipun jenis kanker ini tumbuh lebih cepat dan sebagian besar menyerang pasien yang lebih muda, namun jika diobati dengan baik pada tahap awal, terdapat harapan besar untuk kesembuhan.

Oleh karena itu, ketika diputuskan bahwa pemerintah pada akhirnya akan menjamin penggunaan trastuzumab untuk pengobatan kanker payudara stadium awal, pasien kanker menaruh harapan besar terhadap kesembuhan. Sayangnya, kendala birokrasi mengaburkan harapan pasien.

 

Ketua POI Dr. Dokter Cosphiadi Irawan, SpPD-KHOM sangat menyayangkan trastuzumab masih belum tersedia untuk pasien.

“Penanganan kanker memerlukan kolaborasi multidisiplin dan harus komprehensif. “WHO melalui Global Breast Cancer Initiative bertujuan untuk memastikan bahwa 60% pasien kanker payudara didiagnosis pada tahap awal, didiagnosis dalam waktu maksimal 60 hari, dan setidaknya 80% pasien memiliki akses terhadap pengobatan yang memenuhi kebutuhan. persyaratan medis. standar,” jelas Dr. Kasfiadi.

Dokter Dyah Agustina Waluyo juga menegaskan, obat ini wajib didapatkan oleh setiap pasien.

“Penting untuk diingat bahwa akses terhadap obat-obatan penyelamat jiwa seperti trastuzumab bukanlah sebuah kemewahan, namun merupakan hak yang harus dimiliki setiap pasien.”

 

Pada kesempatan tersebut Direktur Utama BPJS Kesehatan Prof. Ali Gufron Mukti, Ph.D mengapresiasi kegiatan HIFDI. Menurutnya, kegiatan ini memungkinkan untuk memahami secara langsung permasalahan di bidang ini yang dihadapi oleh dokter dan tenaga medis onkologi.

Ali Ghoufron mengatakan BPJS sangat antusias mendengarkan dan mencari solusi, meski permasalahan utama terkait kebijakan dan data ilmiah.

Dalam pertemuan tersebut beliau mempresentasikan hasil meta-analisis berurutan dan menerima saran dari Drs. Jumhana akan mengadakan pertemuan berikutnya untuk mencari solusi. BPJS menunjukkan kepedulian yang mendalam terhadap kesehatan masyarakat Indonesia, menekankan pentingnya gotong royong dalam menjaga kesehatan dan kesadaran bahwa kesehatan membutuhkan biaya.